Lillah Billah Lirrosul Birrosul Lilghouts bil ghouts.

Minggu, 05 Desember 2010

~AGAR HIDUP INI KEMBALI BAROKAH~

Sekarang, sepantasnyalah kita lakukan muhasabah
dan tazkiyatun nafsi sebagai upaya untuk menapaki
kehidupan esok yang lebih baik. Karena bukan tidak
mungkin, jika keadaan kita terus menerus berlarut-
larut, bencana yang akan di timpakan oleh Allah
kepada kita akan lebih berat dan mematikan.
Kita juga harus betul-betul menyadari, bahwa mulai
hilangnya barokah kita, yang di tandai dengan
banyaknya musibah dan bencana, disebabkan
banyaknya titik-titik noda dan dosa yang sulit kita
tinggalkan dari kebiasaan sehari-hari.
SEGERALAH BERTAUBAT
Sebuah bencana adalah ujian. Tapi ia juga bisa
menjadi pengurang dosa. Bencana juga bisa
bermakna peringatan agar kita segera sadar. Bahkan
bencana juga bisa berarti air yang memadamakan
api dosa yang telah kita lakukan. Inilah rahasia dari
sebuah bencana, kegagalan atau apa saja yang
menjadi kesulitan hidup tidak akan menyenangkan.
Karena itu, taubat merupakan suatu keniscayaan.
Sebagai salah satu kekuatan untuk kembali
memohon barokah yang hilang. Hal ini juga pernah
di alami oleh Nabi Nuh AS sebagaimana diabadikan
Allah dalam Al Qur ’an surat An Nuh ayat
10-14:”Maka aku katakan kepada mereka: Mohon
ampunlah kalian kepada Tuhanmu, sesungguhnya
Dia adalah Maha Pengampun Niscaya Dia akan
mengirimkan hujan (baca: barokah) kepadamu
dengan lebat. Dan memperbanyak harta dan anak-
anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun
dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu
sungai-sungai. Mengapa kamu tidak percaya akan
kebesaran Allah ?”
Taubat adalah pengakuan tulus akan kelemahan dan
perbuatan dosa di hadapan Allah Yang Maha Kuat.
Taubat ini yang akan menyebabkan bumi ini basah
setelah sekian lama kering, harta menjadi banyak,
kebaikan melimpah, kebun-kebun menjadi hijau.
Tidak hanya kebun tempat bercocok tanam, tetapi
kebun hati, tempat bersemayamnya iman dan Nur
Ilahiyah.
Karenanya, setiap kita, siapapun kita, apapun profesi
kita, seberapapun tingginya pangkat kita, harus
melakukan taubat. Taubat dalam arti, berusaha
jangan sampai melakukan perilaku-perilaku yang
dilarang oleh Allah.
TETAPLAH BERSYUKUR
Dalam Al Qur’an surat An Nisa ayat 147 Allah
berfirman:”Mengapa Allah akan menyiksamu jika
kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah
Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui. ”
Ayat di atas adalah jaminan bagi kita, bahwa Dia
tidak akan menurunkan bencana dan musibah
selama kita senantiasa bersyukur terhadap nikmat
yang telah di anugerahkan-Nya.
Kita harus menyadari bahwa kehancuran bangsa-
bangsa terdahulu karena mereka lupa diri karena
mereka dibuai oleh pola hidup bermegah-megahan.
Rasulullah SAW mengingatkan: ”Umatku akan
ditimpa penyakit umat-umat terdahulu. Yaitu kufur
nikmat, berbuat seenaknya, mereka melakukan
persaingan yang tidak sehat, saling menghianati
hingga saling mendengki, dan akhirnya saling
mendzalimi dan membunuh. ” (HR. Thabrani dari
Abi Hurairah).
Karenanya marilah kita tingkatkan syukur kepada
Allah atas nikmat-nikmat yang telah diberikan-Nya.
Sekecil apapun. Syukur yang berkaitan dengan hati,
lisan dan anggota badan. Hati untuk makrifat dan
mahabah. Lisan untuk memuji dan menyebut asma
dan keagungan Allah. Anggota badan untuk
menggunakan nikmat yang diterima sebagai sarana
untuk melaksanakan ketaatan kepada-Nya. Tunaikan
hak harta. Karena pada harta kita, juga ada hak
orang lain. Ada hak umat dan masyarakat. Ada hak
perjuangan. Kewajiban yang dibebankan kepada
harta kita, barokahnya akan kembali kepada kita
sendiri. Dalam rangka membersihkan jiwa kita dari
belenggu kecintaan kepada dunia, sekaligus untuk
membersihkan harta itu sendiri.
JAUHI DOSA
Jika musibah dan kesulitan hidup datang bertubi-tubi
seperti sekarang ini, maka yang harus kita lihat lebih
dahulu adalah, bagaimana dosa-dosa yang kita
lakukan? Sebab ada kolerasi yang kuat antara dosa
dan barokah.
Menjauhi dosa adalah harga mati untuk menyambut
datangnya kembali barokah Allah. Agar kita tidak
selalu dilanda bencana. Dosa adalah dhulmah,
kegelapan. Dosa membuat sinar hidup kita padam
perlahan-lahan. Akhirnya kita tidak bisa melihat apa
yang ada dihadapan. Jalan berlubang, jurang
menganga atau marabahaya yang menanti di depan
kita. Karena gelap, terjerembablah kita ke dalam
lubang itu. Akhirnya beruntunlah musibah dan
bencana menimpa kita.
Suatu hari, Imam Syafi’i menghafal hadits-hadits di
hadapan gurunya Imam Malik. Hafalanya sungguh
luar biasa. Membuat Imam Malik berpesan, ”Aku
melihat Allah telah menyinari hatimu, maka
janganlah kamu padamkan dengan kemaksiatan.”
Jika sinar kebaikan telah padam, jangan harap hidup
kita akan barokah. Dosa akan menjadi kerikil panas
yang menggangu dan mengacaukan rencana-
rencana ke depan. Membuat kita harus sering
memulai dari nol kembali.
Kerak dosa yang menempel di hati kita harus segera
dibersihkan. Agar hati tetap bening. Ibarat kaca yang
tertempel debu, harus sering di-lap atau di siram air.
Kalau tidak, karatnya akan semakin sulit dihilangkan.
Dan kita akan hidup tanpa hati. Gelap.
BERSAHABAT DENGAN ALAM, JANGAN PERNAH
MERUSAK
Alam yang kita diami ini adalah rumah. Tempat kita
hidup. Ini lebih dari cukup untuk menjadi bahan
renungan kita. Bahwa kalau kita menganggap alam
yang kita diami ini adalah rumah kita, maka ketika
kita mendapati bahwa pada bagian sudut ruangan
tertentu terjadi kerusakan, bocor misalnya, tentu
tidak nyaman ditempati.
Dimanapun kita berada, jangan sekali-kali merusak.
Di jalan, ditempat kerja, di sawah, di ladang, di
hutan dan di tempat-tempat lainya. Sebab setiap
perbuatan mengandung akibat. Selain itu, Allah
sangat tidak menyukai orang-orang bisanya berbuat
kerusakan. Allah paling murka pada orang yang
‘mambuat tidak bisa, merusak bisa.’
Dalam fatwa dan amanatnya, Romo Yahi Pengasuh
Perjuangan Wahidiyah meminta agar para
Pengamal Wahidiyah (khusunya) jangan suka
menebangi pohon. Jika terpaksa harus menebang
pohon, maka ikuti dengan menanam minimal satu
pohon pula. Begitu seterusnya.
Hidup tertib, tidak membuat onar dan kerusakan,
baik secara pribadi maupun kelompok, akan
menyelamatkan kita dari berbagai kerugian di dunia
maupun di akhirat. Sebaliknya, jika perusakan yang
sering kita lakukan, maka Allah akan menurunkan
azab dan siksa-Nya. Baik secara perorangan
maupun secara massal sebagaimana ditimpakan
kepada umat-umat terdahulu.
TERUSLAH BERUSAHA DAN BERDOA
Tugas kita manusia adalah berusaha dan tawakkal.
Dalam segala aspek apapun kehidupan ini. Adapun
sukses dan dan tidaknya kerja keras kita, adalah
Allah yang menentukan. Tawakkal bukan berarti
seseorang pasrah tanpa mau berusaha. Tapi, pasrah
(kepada Allah) setelah usaha.
Suatu hari Umar bin Khattab menegur keras orang-
orang yang tidak mau berusaha. Mereka hanya
duduk di masjid sambil menengadahkan tangan.
” Langit tidak akan pernah menurunkan hujan emas
dan perak, “ begitu kata Umar.
”Doa dengan musibah bergulat dengan tiga
keadaan. Terkadang doa lebih kuat dari musibah,
maka doa mengalahkanya. Terkadang doa lebih
lemah, maka musibahpun menimpa hamba, tetapi
terkadang sama-sama kuat. ” (HR. Hakim dari Hadits
Ali bin Abi Thalib).
Kenyataan di atas menyelipkan harapan. Bahwa
takdir buruk yang mungkin akan menimpa kita bisa
berubah dengan permohonan hamba-Nya. Inilah
dahsyatnya kekuatan doa. Mampu merubah
kehidupan. Sanggup menyingkirkan musibah dan
bencana.
Dengan nilai doa yang mahal ini, kita di tuntut untuk
lebih banyak lagi memohon kepada Allah. Memohon
dengan penuh pengharapan dan keyakinan bahwa
Allah akan mengijabah doa kita. Islam mengajarkan
doa pada setiap aktivitas kita. Dengan keterbatasan
pengetahuan kita terhadap takdir Allah untuk kita,
doa akan menjadi sebuah tameng, pelindung
sekaligus senjata bagi siapa saja yang mau berdoa.
Permasalahan yang dilihat dengan kekuatan
manusia tidak selesai, dengan doa semuanya bisa
selesai. Kita tidak boleh bosan dengan doa. Karena
Allah tidak pernah bosan mendengar doa kita. Allah
tidak sedih dengan banyaknya permintaan kita.
Justru Allah mencintai hamba-Nya yang banyak
meminta. Sebagai bentuk ketergantungan makhluk
kepada Penciptanya. Doa adalah solusi. Kekuatanya
bisa dirasakan oleh orang-orang beriman.
Bila setelah berusaha dan berdoa barokah kita tidak
kunjung melimpah, kita tidak boleh berkecil hati. Kita
harus mencari makna lain dari barokah yang ada
pada diri dan keluarga kita. Karena barokah tidak
semata ada pada atau murahnya harga-harga.
Kesehatan tetap prima termasuk barokah. Bisa
menghirup udara segar termasuk barokah. Masih
bisa menyaksikan terbitnya matahari pagi termasuk
barokah. Masih bisa makan, minum, tidur, termasuk
barokah. Dan tentu saja, hidup, dan kemudian mati
dalam keimanan adalah barokah luar biasa.
Yang terakhir. Sekali lagi. Mari kita koreksi. Bencana
dan kesulitan hidup yang menimpa kita ini mari kita
pandang sebagai ujian dan teguran Allah, akibat
dosa-dosa yang kita lakukan. Bila kita orang yang
peka dan sensitife imanya, teguran Allah ini sudah
lebih dari cukup untuk menyadarkan kita. Mungkin
dengan ujian ini kita diluruskan dari kesalahan kita.
Rasul SAW bersabda: ”Tak satupun yang menimpa
seorang mukmin, baik berupa kepayahan, sakit,
sedih, susah, atau perasaan murung, bahkan duri
yang mengenai dirinya, kecuali Allah akan melebur
kesalahan-kesalahannya lantaran kesusahan-
kesusahan tersebut. ” (HR. Bukhari dan Muslim).Atau
mungkin kita tengah dipersiapkan untuk menapaki
derajat yang lebih tinggi. Yang jelas, jangan sampai
Allah menghancurkan alam ini karena murka, sebab
kita tak jua sadar. Allahu a ’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar