Lillah Billah Lirrosul Birrosul Lilghouts bil ghouts.

Kamis, 23 Desember 2010

PEDAGANG YANG PALING BERUNTUNG (SHUHEIB BIN SHINAN)

Nama lengkapnya adalah Shuheib bin Shinan bin
Aslam bin Aus Al Manat bin Namir bin Qosith
Arrumi. Ibunya bernama Qu ’eid. Ia lahir dari
seorang bapak yang menjadi Hakim dan Walikota
Ubullah yang diangkat oleh Kaesar Persi. Istananya
berada disekitar sungai Euferat. Sebagai seorang
pejabat terhormat, Shuheib hidup berkecukupan
dan tumbuh menjadi anak yang cerdas. Tapi, belum
sempat tumbuh dengan baik bersama lingkungan
keluarganya, terjadilah musibah. Pasukan Rumawi
menyerbu kota Ubullah dan menahan beberapa
penduduk untuk dijadikan budak berlian, termasuk
Shuheib.
Karena dipelihara oleh salah seorang parajurit
Rumawi, Shuheib pun sangat mahir berbahasa
Rumawi.
Pada suatu hari, ia dijual oleh pedagang Rumawi ke
Makkah. Pada waktu itu, Makkah merupakan pusat
kegiatan bisnis berbagai Negara. Ketika sampai di
Makkah, ia dibeli oleh sahabat Abdullah bin Jad’an
Attaimi Al Quraisyi, dan selanjutnya dimerdekakan.
Sebagai pedagang besar kota Makkah, Abdullah
melihat Shuheib memiliki potensi untuk menjadi
pedagang. Maka ia pun kemudian mengkader
Shuheib untuk meneruskan profesinya di bidang
perdagangan.
Tentang perjalanan ruhaninya, Imam Al Wakidi
menjelaskan. Pada suatu hari, Amar bin Yasir
bercerita tentang pertemuannya dengan Shuheib di
depan pintu Al Arqam yang dijadikan majlis ta ’lim
oleh Rasulullah SAW.
” Ya Shuheib! Mau kemana engkau?” Tanya Amar.
”Engkau sendiri mau kemana?” Shuheib balik
bertanya.
” Saya ingin masuk untuk mendengarkan ceramah
Rasulullah SAW.” Kata Amar.
”Saya juga ingin mendengarkan.” Sambung
Shuheib.
Akhirnya keduanya memasuki rumah Al Arqam
yang dibatasi dengan sebuah kayu. Masuk ke lokasi
tersebut sangat berbahaya pada waktu itu, karena
para intel kafir Quraisy selalu mengawasi dengan
ketat tempat tersebut.
Pelan-pelan, keduanya mengetuk pintu Al Arqam
dan masuk mendengarkan ceramah Rasulullah
SAW. Seusai ceramah, keduanya pun menyatakan
masuk Islam di hadapan Rasulullah SAW. Keduanya
juga menyadari betul bahwa masuk Islam adalah
sesuatu yang sangat besar resikonya. Apalagi Amar
bin Yasir berasal dari keluarga miskin, sementara
Shuheib dari suku perantau yang secara kultural
orang Quraisy sangat membenci orang Arab
menjadi pelaku bisnis jazirahnya. Setelah keduanya
masuk Islam, benar, penyiksaan pun datang
bertubi-tubi. Amar bin Yasir ditarik oleh kuda dan
dipukuli sampai babak belur, bahkan pendengaranya
sampai terganggu. Sementara siksaan yang diterima
oleh Shuheib adalah ia dibebani baju besi yang
sangat berat sambil dijemur diterik matahari padang
pasir yang sangat panas. Tapi, penyiksaan terhadap
Shuheib tidak berlanjut. Kawan-kawan bisnisnya
datang menolongnya sambil memberikan air.
MERELAKAN TUMPUKAN HARTANYA HILANG, DEMI
AKIDAH
Ketika sebagian sahabat hijrah dari Makkah ke
Madinah, Shuheib berencana berangkat hijrah
bersama Rasulullah SAW dan Abu Bakar. Tapi,
rencana tersebut tidak terlaksana lantaran
pengawasan kafir Quraisy pada setiap sektor cukup
ketat.
Dan, ketika Shuheib tahu bahwa Rasul dan Abu
Bakar telah meninggalkan Makkah, maka ia pun
segera mamacu kudanya dengan kencang
menyusul Rasul dan Abu Bakar.
Melihat Shuheib pergi menyusul kuda sahabatnya
itu, kafir Quraisy rupanya tidak tinggal diam. Mereka
berusaha menghadang laju Shuheib. Maka terjadilah
kejar mengejar cukup seru yang akhirnya Shuheib
pun bisa terkepung. Ketika itulah terjadi negoisasi
antara Shuheib dan para pengejarnya. Saat itu
Shuheib sempat mengancam: ”Ya, Ma’syyarol
kuffar! Saya pemanah professional. Di pundak saya
banyak panah yang bisa membunuh kalian. Oleh
sebab itu, berilah aku jalan agar bisa sampai ke
Madinah. ”Perwakilan kafri Quraisy
menjawab:”Wahai Shuheib! Kami tidak bermaksud
menghalangi perjalanan kamu akan ke Madinah,
silahkan saja. Tapi dengan catatan, bahwa hartamu
yang kamu sembunyikan harus kamu serahkan
kepada kami seluruhnya. Sebab kalau kamu hijrah
ke Madinah membawa sejumlah modal besar dan
kamu bangun tatanan ekonomi baru di sana, maka
hal itu ancaman besar bagi kami”
Shuheib memahami maksud mereka, maka ia pun
segera memberi tahu tempat menyimpan sejumlah
emas dan barang lainya kepada mereka.
Ketika Shuheib menyerahkan hartanya kepada kafir
Quraisy, salah seorang kolega bisnisnya berkata: ”Ya
Shuheib! Apakah kamu tidak sayang terhadap
hartamu yang kamu kumpulkan bertahun-tahun.
Tapi setelah harta itu melimpah, kamu tinggalkan
begitu saja ?”
Shuheib menjawab dengan penuh keyakinan: ”Saya
sebagai manusia sangat mencintai harta saya, tapi
rasa cinta saya kepada Allah dan Rasul-Nya lebih
besar ketimbang kepada harta saya. Saya rela
berpisah dengan harta benda daripada saya harus
berpisah dengan Allah dan Rasul-Nya yang sangat
saya cintai. ”
Akhirnya Shuheib pun meninggalkan kota Makkah
yang sangat ia cintai tanpa bisa membawa harta
miliknya menuju kota Madinah mengikuti jejak
Rasulullah SAW.
Sesampainya di daerah Quba, perbatasan kota
Madinah, ia langsung menemui Rasulullah SAW
yang pada waktu itu sedang berkumpul dengan
para sahabat yang lain. Kedatangan Shuheib
disambut dengan seruan Rasulullah SAW, Ribhulba’i
Aba Yahya! (Ribhulba’i artinya dagang yang paling
untung adalah cara Aba Yahya). Aba Yahya adalah
nama lain dari Shuheib.
Ketika itu pulalah turun ayat:”Dan diantara manusia
ada yang mengorbankan jiwa dan raganya kerena
mencari keridhaan Allah, maka Allah pun mencintai
terhadap hamba tersebut. ” (QS. Al Baqarah: 207).
Para sahabat yang mendengarkan ucapan Rasulullah
SAW itu sangat kaget. Betapa tidak. Di kalangan para
pedagang, yang disebut pedagang untung adalah
mereka yang memiliki laba atau minimal modal
kembali. Tetapi Shuheib? Jangan kan untung, malah
seluruh modalnya sendiri di tahan oleh orang kafir
Quraisy. Tapi ternyata Shuheib lebih memilih
menyelamatkan akidah dari pada bergelimang harta
yang bercampur lumpur dosa.
Di kota Madinah atas bantuan kaum Anshar,
Shuheib pun meniti karir kembali dari awal. Berkat
ketekunanya, tak lama kemudian ia pun menjelma
menjadi pedagang besar dan karirnya lebih maju
ketimbang waktu di Makkah. Ia juga lebih
dermawan dan sering membagi-bagikan makanan
kepada fakir miskin. Sampai-sampai pada suatu hari
Umar bin Khatthab bertanya sambil bergurau
kepada Shuheib: ”Anda termasuk makhluk aneh
yang memiliki tiga sifat.”“Sifat apa itu, wahai Umar?”
Tanya Shuheib.
Umar menjawab: “Pertama: Engkau diberi gelar Abu
Yahya, padahal engkau sendiri belum beristri apalagi
beranak. Kedua: Engkau ini orang Rumawi, tapi
kenapa bahasa Arabnya cukup bagus dan mencintai
orang Arab. Ketiga: Engkau kalau punya makanan
hampir semuanya diberikan kepada orang lain.
Apakah engkau tidak makan ?”
“Wahai sahabat Umar! Yang memberi gelar saya
Abu Yahya adalah Rasulullah SAW sendiri. Abu
Yahya maksudnya bapak yang menegakkan
semangat perjuangan Fafirruu Ilallah. Yang kedua:
Saya asli bangsa Arab dari kabilah An Namir bin
Qasith, hanya saja saya dibesarkan di Rumawi dan
berbahasa Rumawi. Adapun yang ketiga: Bukankah
Rasulullah pernah bersabda: ”Khairukum man
ath’ama tho’am” (Sebaik-baik kamu adalah orang
yang senang membagi-bagikan makanan).”
Umar pun sangat kagum terhadap kepribadian
Shuheib, sehingga beliau pernah berwasiat kepada
sahabat lain: ”Kalau saya mati, maka gantilah imam
shalat ini oleh Shuheib.”
Shuheib memang profil pembisnis yang memiliki
akhlak karimah, jujur dan berhati lapang dalam
menghadapi problematika bisnisnya. Ia tidak pernah
mengorbankan akidahnya demi keuntungan
duniawi. Prinsip bisnisnya adalah: Apalah artinya
untung materi, kalau zakat tijarohnya tidak
dikeluarkan. Karena hal itu hanya akan
memperbanyak daftar dosa-dosa kita.
Akhirnya pada bulan syawal 38 H, Shuheib bin
Shinan menghadap Sang Pencipta dalam usia 73
tahun, diiringi isak tangis para sahabat, terutama
kaum miskin dan papa. Mereka merasa sangat
kehilangan ‘bapaknya’ yang tercinta.*

2 komentar:

  1. salam kenal dari pengamal shalawat wahidiyah kota depok

    BalasHapus
  2. assalamualaykum maaf baru tahu ada comment ..salam kenal juga ya

    BalasHapus