Lillah Billah Lirrosul Birrosul Lilghouts bil ghouts.

Jumat, 31 Desember 2010

REMAJA KEKUATAN RAKSASA PERJUANGAN

Saat ini, ketika seseorang mendengar istilah remaja,
yang serigkali terbayang sosok anak-anak muda
yang berhuru-hara di kafe, diskotik atau tempat
hiburan lainya. Atau mungkin ketika seseorang
mendengar istilah remaja, maka yang nampak
adalah sosok anak-anak muda yang asyik
berpacaran, bermain musik atau berlenggak-
lenggok ala foto model. Yang lebih menyedihkan lagi
adalah bahwa seringkali istilah remaja ini dikaitkan
dengan berbagai bentuk ekspresi negatife seperti
seks bebas, narkoba atau berbagai bentuk
kriminalitas.
Berbagai gambaran diatas sebenaranya merupakan
pantulan dari kondisi kaum remaja dewasa ini.
Kebijakan pemerintah membuka lebar-lebar
terhadap berbagai kebudayaan luar telah
menghasilkan para remaja ala Hollywood. Remaja
yang mengahabiskan waktunya dengan hanya
berhura-hura tapi miskin prestasi. Kalaupun ada
prestasi, itupun hanya berkaitan dunia hura-hura.
Seperti juara modeling, juara nyanyi atau juara rias.
Sementara dalam berbagai bidang yang produktif,
seperti olahraga atau dunia ilmiah, sangat minim
prestasi yang didapatkan.
REMAJA DALAM PANGGUNG SEJARAH
Sejarah tegak dan runtuhnya suatu bangsa sangat
berkaitan erat dengan situasi dan kondisi remaja
pada suatu masa. Ketika kaum remaja terbiasa
hidup dengan dunia yang keras, disiplin, serta
penuh semangat belajar dan berkarya, maka pada
saat itulah sebuah bangsa berdiri dengan tegak.
Revolusi Islam di jazirah Arab pada masa awal Islam
ternyata menempatkan barisan remaja pada posisi
terdepan dan kunci. Orang-orang seperti Abu Bakar,
Umar, Utsman, adalah sosok-sosok muda yang
saat itu berusia 30-40 tahun. Bahkan banyak sekali
remaja berusia belasan tahun memainkan peran
yang sangat penting dalam revolusi tersebut. Ali bin
Abi Thalib ketika menjadi Panglima perang Khaibar,
saat itu masih berusia 25 tahun. Abdullah bin
Rowahah ketika memimpin perang Mu ’tah baru
berusia 20-an tahun. Bahkan Usamah bin Zaid usia -
+ 16 tahun telah menjadi seorang jendral yang
memimpin sebuah resimen tentara. Dan lawan
yang dihadapinya pun tidak main-main. Mereka
adalah satuan-satuan pasukan professional
Kekaisaran Romawi Timur (Byzantium) yang
dipimpin oleh jendral-jendral yang telah dewasa,
matang dan berpengalaman dalam berperang
melawan kemaharajaan Persia. Toh akhirnya,
kelompok pemuda muslim tersebut bisa mengatasi
semua permasalahan-permasalahan kemiliteran
yang mereka hadapi.
Revolusi Kemerdekaan Indonesia juga menjadi
pelajaran yang menarik tentang peran remaja. Saat
itu, pasukan Belanda dan sekutu baru saja
memenangkan perang Dunia II dengan
menghancurkan Blok Jerman, Italia dan Jepang.
Mereka dengan di dukung oleh perwira-perwira
dewasa dan matang semisal Jendral Spoor atau
Jendral AWS Mallaby serta prajurit professional
datang kembali ke Indonesia untuk menancapkan
‘ kuku’ penjajahan.
Pasukan yang professional terebut dihadapi oleh
barisan remaja yang walaupn belum begitu
berpengalaman, namun memiliki semangat yang
menyala-nyala. Sebagaimana Revolusi Islam di
Arabia, dalam Revolusi Kemerdekaan Idonesia
inipun remaja memiliki posisi terdepan. Sebut saja
misalnya Pak Dirman. Pada usia 27 tahun beliau
sudah diangkat menjadi Panglima Besar yang
membawahi 3 juta tentara Indonesia yang
menyebar mulai dari Aceh hingga Merauke. Pada
usia yang sama, Jendral (saat itu baru Kolonel) Abdul
Haris Nasution menjadi Panglima Komando Jawa.
Demikian juga menteri-menteri Negara. Sebagian
besar adalah remaja-remaja berusia 30 tahun.
Namun sejarah membuktikan bahwa bangsa
Indonesia ternyata membikin penjajah Belanda
kembali hengkang ke Eropa.
Pada tahun 1979, kembali kita bisa menyaksikan
peristiwa spektakuler dalam sejarah dunia.
Sekelompok anak-anak muda di Iran dengan
inspirasi dari Ayatullah Khomaeni bergerak. Dengan
kekuatan laksana air bah yang meruntuhkan
Kerajaan Iran yang saat itu memiliki tentara terkuat
di Timur Tengah. Kerajaan dengan kekuatan tentara
ratusan ribu, peralatan perang modern, jaringan
intelijen yang rapi dan dukungan mutlak dari
Amerika dan Israel itu tiada mampu membendung
luapan semangat remaja-remaja Iran yang
menuntut keadilan.
Dan akhir kalinya, bangsa Indonesia menyaksikan
kekuatan yang menakjubkan dari remaja pada
Reformasi ’98. Kali ini yang menjadi sasaran
kekuatan raksasa para remaja adalah sebuah
kekuasaan di Indonesia, Rezim Orde Baru. Kekuatan
yang bercokol di Indonesia sejak tahun 1966 ini
memiliki segalanya. Tentara yang professional,
pegawai Negara yang loyal, persenjataan yang
canggih dan wibawa yang luar biasa. Bahkan
bebrapa saat sebelumnya, Golkar yang di dukung
oleh pemerintah, baru saja memenangkan pemilu
dengan angka yang spektakuler, 75%. Kekuatan
Orde Baru saat itu menjadi salah satu kekuasaan
terkokoh di Asia.
Awal tahun 1998, para remaja di berbagai kampus
perguruan tinggi mulai bergerak melihat
kepincangan-kepincangan pemerintah serta
penindasan yang tiada tertahan lagi oleh rakyat.
Kekuatan kaum remaja semula kecil tersebut
kemudian mulai membesar dan terus membesar.
Bahkan akhirnya menjadi kekuatan yang dahsyat.
Dunia akhirnya menyaksikan untuk kesekian kalinya.
Bahkan kekuatan remaja teramat dahsyat untuk
dilawan dengan senapan atau tentara. Kekuatan
inilah yang akhirnya memaksa Jendral Besar
Soeharto harus lengser dari jabatanya.
Sebaliknya, ketika para remaja terbuai dalam
berbagai hiburan dan sibuk memenuhi syahwatnya,
maka pada saat itulah sebuah bangsa berada di
ambang kehancurannya. Pada sekitar tahun 1650-
an, Kesultanan Mataran di bawah Sultan
Amangkurat I masih berdiri kokoh setelah
sebelumnya dibangun dengan susah payah oleh
Sultan Agung. Namun situasi kejiwaan para pemuda
Mataram jauh berbeda dengan era Sultan Agung.
Situasi pemuda pada masa Amangkurat I penuh
dengan hura-hura. Bahkan cenderung nista. Hingga
berbagai catatan Belanda saat itu memberitakan
bahwa Putera Mahkota setiap malam selalu
keluyuran merampas dan memperkosa istri orang.
Hingga bencana pun tibalah. Rakyat Madura
melakukan pemberontakan dengan didukung
berbagai elemen rakyat Mataram yang lain. Dalam
situasi seperti ini, para pemuda dan tentara Mataram
tiada memiliki semangat juang yang tinggi lagi
sebagaimana masa-masa raja sebelum Amangkurat
I. Akibatnya, tentara Mataram dengan mudah dapat
dikalahkan oleh kaum pemberontak. Bukan hanya
disitu saja. Keraton Plered, Ibukota Mataram saat
itupun akhirnya hancur-lebur dan jatuh ke tangan
kaum pemberontak.
Jika kita melihat dunia Islam saat ini, terlihat dimana-
mana penindasan dan penganiayaan kepada kaum
muslimin di berbagai Negara. Ini adalah potret
keadaan kaum remaja muslim saat ini. Dimana
mereka banyak terbuai oleh aneka kesenangan dan
hiburan. Hari-harinya diisi dengan aneka tontonan
dan kesenangan. Sangat sedikit sekali remaja
muslim yang memberikan perhatian terhadap
upaya peningkatan kualitas diri. Mereka asing
dengan belajar. Mereka jauh dengan ulama ’. Mereka
jauh dari majlis ilmu, majlis dzikir dan masjid.
Akibatnya, umat pun menjadi lemah dan kehilangan
wibawa. Hingga kemudian musuh-musuh Islam
pun saling berebut menerkam kaum muslimin,
laksana kawanan srigala berebut domba.
Kita takut, hal yang sama menimpa Perjuangan
Wahidiyah. Remaja-remaja Wahidiyah saat ini
hanya menghabiskan waktu-waktunya dengan
santai dan senang-senang. Hingga, pada suatu
ketika, saat ia diserahi tongkat estafet perjuangan,
mereka kaget, karena tidak adanya persiapan yang
dimiliki. Ia hanya bingung, susah. Tapi tidak tahu
apa yang ia bingungkan. Yang ia rasakan hanyalah
apa yang harus ‘saya’ kerjakan? Bagaimana cara
menggerakkan roda perjuangan yang diamanatkan
kepadanya. Dari sinilah kemudian awal mula
hancurnya perjuangan. Maka benarlah kata
pepatah: ”Jika perjuangan dipegang oleh bukan
ahlinya, maka tunggu sajalah saat
kehancuranya. ”Musthafa Al Ghalayain
mengatakan:”Sesungguhnya di tangan para
remajalah urusan umat (perjuangan). Dan di bawah
telapak kaki perjuanganyalah hidup dan matinya
umat (perjuangan). ”
MENUJU REMAJA UNGGUL
Remaja unggul dan berkualitas adalah sumber
kekuatan umat yang paling utama. Selama remaja
masih memiliki nilai-nilai keunggulan, maka umat
akan selalu aman. Sebaliknya, ketika remaja
kehilangan nilai-nilai keunggulanya, umat pun sudah
tentu diambang bahaya.
Ada beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang
remaja agar menjadi generasi yang unggul.
Pertama, adalah shihhatul aqiidah (akidah yang
benar). Kelurusan dan kebenaran akidah ini bukan
hanya diperlukan oleh seorang remaja, namun juga
oleh semua golongan usia manusia. Dengan akidah
yang lurus, hidup seseorang menjadi terarah.
Dengan akidah yang lurus, manusia akan bernilai di
sisi Allah. Allah berfirman: ”Sungguh Kami ciptakan
manusia dalam bentuk yang terbaik. Kemudian ia
Kami kembalikan ke tingkat yang paling rendah.
Kecuali mereka yang beriman dan beramal
shalih. ” (QS. At Tien: 5-7).Dan dengan akidah yang
lurus pula, Allah menjanjikan pertolongan untuk
hamba-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam Al
Qur ’an:”Allah adalah penolong mereka yang
beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan
menuju cahaya …” (QS. Al Baqarah: 257).
Kedua, adalah shalaahul a’mal (baiknya perbuatan).
Allah dalam memberikan janji pertolongan dan
kemuliaan selalu menyaratkan dengan iman
(shihhatul aqiidah) dan amal shalih (shalaahul a ’mal).
Sebagaimana firman Allah:”Dan sampaikanlah kabar
gembira bagi mereka yang beriman dan beramal
shalih bahwa sesungguhnya bagi mereka surga
yang dibawahnya mengalir sungai-sungai …” (QS. Al
Baqarah: 25).
Amal shalih ini memiliki bebarapa arti. Makna yang
pertama adalah melaksanakan syariah. Seroang
remaja muslim baru akan menjadi unggul jika ia
melaksanakan kewajiban Islam dan menjauhi
larangan Islam. Terhadap mereka ini, Allah
menjanjikan pertolongan dalam segala situasi dan
kondisi. Sebagaimana firman Allah Ta ’ala:”Dan
barangsiapa bertakwa kepada Allah, menjadikan
baginya jalan keluar (dari semua
permasalahan). ” (QS. Ath Thalaaq: 2).
Makna yang kedua dari amal shalih adalan
melaksanakan sesuatu secara professional. Artinya,
seorang remaja muslim yang unggul haruslah
melakukan pekerjaan dan profesinya secara baik dan
professional. Jika ia seorang penjahit, ia harus
menghasilkan karya yang bermutu dan sesuai
dengan waktu yang ditentukan. Jika ia seorang
pegawai, maka ia harus melaksanakan tugas
kepegawaian dengan baik serta berdisiplin terhadap
waktu. Jika ia seorang guru, maka ia harus
melaksnakan tugas-tugas keguruan dengan baik dan
sesuai dengan aturan. Demikian seterusnya. Dengan
demikian, masing-masing remaja msulim
menghasilkan karya-karya yang terbaik untuk
perjuangan.
Ketiga, remaja unggul mestilah memiliki akhlak yang
baik. Akhlak yang baik disini mencakup segala
kepribadian yang positif. Ia harus santun, namun
juga tegas. Ia harus lembut namun juga berani. Ia
harus luwes, namun harus juga kukuh pendirian.
Dan seterusnya dan seterusnya.
"Bangsa-bangsa itu hanya akan bertahan selama
mereka masih memiliki akhlak. Mereka akan hancur
berantakan bilamana akhlaknya telah rusak." (Kalam
Hikmah)
Terkadang seseorang meremehkan akhlak. Mereka
cukup mengandalkan kemampuan profesioanal.
Padahal, akhlak sebenarnya memiliki kekuatan yang
sangat dahsyat. Malah seringkali seseorang dapat
menaklukkan seorang musuh dengan seorang diri
melalui kekuatan akhlak. Padahal musuh tersebut
belum tentu dapat di taklukkan dengan satu batalion
tentara. Ada kala juga seseorang sebenarnya
memiliki kemampuan professional yang rendah.
Namun, ia dapat menembus ke puncak karier
dengan keluhuran akhlaknya. Padahal disisi lain,
banyak teman-temanya yang memiliki kemampuan
profesi yang kuat tidak dapat mencapai kedudukan
walaupun sekedar setengahnya saja dari apa yang ia
raih.
Keempat, seorang remaja yang unggul haruslah
meiliki pengetahuan di bidang yang ditekuninya. Bila
ia seorang seniman, ia harus menguasai ilmu seni.
Bila ia seorang akuntan, maka ia harus menguasai
ilmu akuntansi. Bila ia seorang Bodyguard, ia harus
menguasai ilmu bela diri. Pendeknya, seseorang
tidak akan menguasai profesi dan berkembang
dengan profesinya kecuali jika ia menguasai profesi
tersebut. Karena itu, poin keempat ini sangat
berkaitan dengan poin kedua tentang
profesionalisme.
Ilmu bagi remaja bahkan menjadi ciri dan identitas
keremajaanya. Bagi mereka yang tidak memiliki
ilmu, sesungguhnya tiada pantas disebut sebagai
remaja. Sebagaimana dikatakan Imam Syafi ’i
RA.”Demi Allah! Hidupnya para remaja hendaklah
dengan ilmu dan takwa. Bila keduanya tiada
padanya, maka tiada patut ia disebut sebagai
remaja. ”
Dalam konteks Perjuangan Wahidiyah saat ini,
sudah tentu menjadi sangat kompleks serta meliputi
multidimensi. Di sana di butuhkan pendidik, disana
dibutuhkan administrator, disana dibutuhkan teknisi
dan seterusnya dan seterusnya. Perjuangan hanya
akan maju dan unggul jika semua sisi tersebut
tertangani secara tuntas dan bermutu. Sebaliknya,
Perjuangan tentunya akan hancur jika semua sisi
tersebut dikelola secara setengah-setengah. Kata Ahli
Hikmah: ”Jika perkara yang haq (yang benar) tidak
dikelola dengan (manjemen yang) baik, ia akan
dikalahkan oleh perkara yang batil (salah) yang
dikelola (dimenej) dengan baik. ”
Disinilah diperlukan profesionalisme. Penanganan
suatu bidang secara total sehingga mendapat hasil
yang bermutu tinggi. Dan profesioanlisme tidak
akan tercapai kecuali dengan melaksanakan sesuatu
berdasarkan ilmu. Karena itulah Ibnu Ruslam dalam
Kitab Zubad mengatkan , ”Setiap orang yang
beramal tanpa ilmu, Amalnya akan ditolak atau tidak
diterima. ”
Kelima, seorang remaja unggul haruslah memiliki
kekuatan ruhaniyah yang dahsyat. Hal ini diperoleh
melalui serangakaian riyadhah (latihan ruhani) yang
keras. Bukankah keris pada dasarnya hanyalah
sebilah besi? Jika kita melihat dari nilai besinya,
sebilah keris mungkin tidak akan mencapai Rp. 1000.
Namun ketika keris tersebut sudah mengalami
tempaan yang dahsyat serta mendapat doa dari
Empu, maka nilainya akan berlipat-lipat. Sebilah keris
bisa berharga ratusan ribu, bahkan jutaan atau
miliyaran rupiah.
Sebagaian besar para sahabat Rasulullah SAW
sebelumnya adalah manusia-manusia dari kelas
sosial yang rendah. Salman atau Bilal misalnya,
adalah seorang budak. Abdullah bin Mas ’ud adalah
seorang pengembala kambing. Namun dengan
riyadhah yang kuat, akhirnya mereka menjadi
orang-orang mulia. Salman menjadi Gubernur di
Irak, sedang Bilal menjadi tokoh masyarakat Syam.
Sementara Abdullah bin Mas ’ud menjadi maha guru
di Irak.
Bahkan dengan kekuatan riyadhah ini, bangsa Arab
yang miskin dan sebelumnya tidak pernah
disebutkan dalam sejarah, akhirnya dapat menjebol
kekuasaan dua super power itu, Romawi dan Persia.
Keenam, seorang remaja unggul haruslah memiliki
kekuatan fisik yang prima. Kerena sebuah bangsa
tidak akan kuat jika remajanya sakit-sakitan.
Rasulullah SAW bersabda, ”seorang mukmin yang
kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada
seorang mukmin yang lemah. ”
Bangsa Arab, pada masa Rasulullah SAW menjadi
bangsa yang kuat salah satunya juga karena mereka
selalu memiliki fisik terlatih. Mereka aktif berlatih
menunggang kuda, memanah, bergulat, berenang
serta bermain pedang dan tombak. Rasulullah SAW
sendiri sangat menganjurkan pembinaan masalah
ini, hingga beliau bersabda, ”Ajarilah anak-anakmu
berenang dan memanah.” hingga selanjutnya, dlam
fiqih Islam, taruhan dalam dunia berkuda dan
panahan diatur dalam satu bab tersendiri.
Nah, ketika keenam syarat tersebut terkumpul,
sebuah bangsa pada dasarnya telah memiliki
kekuatan yang sangat dahsyat. Bahkan jauh lebih
dahsyat dari sebuah nuklir sekalipun!. Allahu a ’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar