Lillah Billah Lirrosul Birrosul Lilghouts bil ghouts.

Jumat, 17 Desember 2010

ROSULULLOH SAW SBG AYAH YANG PENYAYANG

Allah telah menumbuhkan dalam hati orang tua rasa
cinta, kasih sayang dan perhatian terhadap anak-
anaknya. Seandainya bukan karena rasa cinta dan
kasih sayang itu, niscaya mereka tidak akan sabar
dalam mengasuh anak-anaknya.
Hati yang kosong dari rasa cinta dan kasih sayang
terhadap anak-anak pertanda hati tersebut kasar dan
keras. Sebaliknya, perlakuan dari hati yang kasar dan
keras hanya akan menyebabkan anak-anak tumbuh
dalam kubangan kebodohan dan kemalangan.
Karena memang sudah jadi tabiat anak-anak sejak
mereka dilahirkan sudah selalu memerlukan
bimbingan, arahan, perhatian dan asuhan.
Namun demikian, kasih sayang tidak akan
memberikan manfaat apapun bagi perkembangan
psikologi anak jika ia hanya tersembunyi dalam hati
kedua orang tuanya. Oleh karena itu, kasih sayang
harus di tampakkan kepada anak sesuai dengan
tingkat perkembangan dan kondisi jiwa anak.
Oleh karena itulah, praktek kasih sayang seperti ini
kita temukan dalam diri Rasulullah SAW. Kasih
sayang beliau kepada putra-putri dan cucu-cucunya
merupakan teladan bagi semua orang tua. Riwayat-
riwayat di bawah ini merupakan bukti betapa
kebapakan Rasulullah SAW penuh dengan rasa
cinta, kasih sayang, kelembutan, kebaikan,
keramahan, dan penuh perhatian terhadap anak-
anak. Bahkan rasa cinta yang beliau miliki sempat
membuat orang tercengang dan bertanya-tanya.
Ummul mukminin Aisyah RA berkata: “Seorang Arab
Badui pernah datang kepada Rasulullah SAW dan
bertanya (kepada Rasulullah SAW dan para sahabat):
“ Apakah kalian biasa mencium anak-anak kami?”
Rasulullah SAW bersabda: “Senangkah engkau bila
Allah mencabut rasa kasih sayang dari dalam
hatimu ?”Dari Abu Hurairoh RA dia
berkata:“Rasulullah SAW pernah mencium Hasan
dan Husein, sedang pada waktu itu ada Aqra’ bin
Habis At-Tamini. Aqra’ berkata: “Sesungguhnya aku
mempunyai sepuluh anak, namun aku tidak pernah
mencium seorangpun dari mereka. ” Rasulullah
SAW lalu memandang Aqra’ dan bersabda:
“Barangsiapa yang tidak menyayangi, maka dia tidak
akan disayangi.”
Nabi SAW apabila putrinya Fatimah datang
berkunjung, beliau selalu menyambutnya dengan
ramah, lalu menciumnya dan berkata: “Selamat
datang wahai putriku!” Selanjutnya beliau
mendudukanya di tempat duduk beliau.
Kasih sayang Rasulullah SAW yang besar ini tidak
hanya beliau berikan kepada putra-putri beliau, tapi
juga baliau curahkan kepada cucu-cucunya bahkan
kepada seluruh anak-anak sahabat. Utsman bin Zaid
bin Haritsah berkata: ”Rasulullah SAW pernah
mendudukan aku di paha beliau dan mendudukan
cucunya, Hasan bin Ali KW, di paha beliau yang lain,
kemudian beliau merangkul kami seraya berdoa:
“ Yaa Allah, sayangilah keduanya karena aku juga
menyayangi keduanya.”Buraudah RA berkata:
“Ketika Rasulullah SAW sedang berkhutbah di
hadapan kami (para sahabat), Hasan dan Husein
yang saat itu mengenakan pakaian merah datang
berjalan , lalu keduanya terjatuh. Rasulullah SAW
turun dari mimbar, lalu mengangkat keduanya dan
meletakan keduanya dihadapan beliau ”. Beliau
bersabda:“Maha benar Allah yang berfirman:
Sesungguhnya harta-harta dan anak-anak kalian
hanyalah merupakan cobaan (bagi kalian). “(QS. At
Taghaban: 15).Abu Qatadah berkata:“Rasulullah SAW
pernah keluar menemui kami sambil memanggil
Umamah binti Abdul ‘Ash (cucu beliau), kemudian
beliau shalat mengimami kami. Ababila ruku’, beliau
meletakan cucunya, dan bila beliau berdiri, beliau
gendong lagi. ”
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah
SAW pernah menjulurkan lidahnya kepada Hasan
bin Ali KW sampai terlihat kemerahan lidahnya.
Maka Hasanpun segera mendekati kakeknya itu.
Beliau juga pernah menemui orang-orang Nashar,
lalu anak-anak mereka mengelilingi beliau. Beliau pun
lalu menyapa mereka, mengusap kepala mereka
dan mengucapkan salam untuk mereka.
Semua riwayat di atas menunjukan betapa besarnya
kasih sayang beliau terhadap semua orang, agar
menjadi pelajaran dan contoh bagi para orang tua.
Anas bin Malik berkata: “Kami bersama Rasulullah
SAW pernah menemui Abu Saif Al-Qoin. Dia adalah
ayah susu Ibrahim (putra Nabi SAW). Rasulullah
SAW mengambil Ibrahim, lantas mengecup dan
menciumnya. Ketika Ibrahim mengalami naza ’,
kedua mata Rasulullah SAW meneteskan air mata.
Abdurrahman bin Auf bertanya: “Apakah Engkau
menangis juga ya Rasulullah?” Beliau menjawab:
“Wahai Ibnu Auf, tetesan ini adalah bukti adanya
rasa kasih sayang yang mendalam.” Selanjutnya
beliau bersabda:
“ Mata boleh meneteskan air mata dan hati boleh
bersedih, namun kita tidak boleh bersedih dengan
mengeluarkan kata-kata yang tidak di ridhai Allah
SWT. Sungguh kami sangat bersedih atas
kepergianmu, Wahai Ibrahim. ”
Bertepatan dengan wafatnya Ibrahim, Allah
menghendaki terjadinya gerhana matahari. Para
sahabat pun menyangka bahwa gerhana matahari
itu terjadi karena kematian Ibrahim, tetapi Nabi SAW
yang sedang berduka karena putranya bersabda:
“ Sesungguhnya matahari dan bulan termasuk dari
sekian tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak
mengalami gerhana karena kematian atau hidupnya
seseorang. Jika kalian melihat terjadinya gerhana,
berdoalah kepada Allah dan laksanakan shalat,
sampai ia terang kembali. ”
Seorang penyair Nashrani bernama Ilyas Qishal
tercengang dengan sikap Nabi dalam menjelaskan
gerhana ini. Dia amat kagum terhadap kejujuran
beliau yang tidak mengambil keuntungan pribadi
sebagaimana oportunis dan para pembohong. Ada
yang mengatakan bahwa Ilyas Qishal ini masuk
Islam, lalu mengungkapkan syair yang berisi pujian
terhadap Nabi:
Aku selalu mengenangmu, wahai Nabi yang banyak
mendapatkan duka dan derita. Engkau merasa iba
tatkala Ibrahim menghembuskan nafas terakhirnya
dalam usia yang sangat muda tanpa sempat
menginjak masa remaja. Aku kesampingkan apa
yang dikatakan para sahabat tentang dirimu. Karena
dipelupuk matamu mengalir air mata karena
kepergianya. Saat itu sebenarnya merupakan
kesempatan baik yang bisa di politisir oleh seorang
yang mengakui dirinya Nabi. Namun Engkau
menunjukan perbuatan Engkau sendiri yang disertai
dengan bukti-bukti. Sekiranya risalah yang Engkau
sampaikan bukan untuk menjelaskan kebenaran,
niscaya kebenaran akan tertukar dengan kebatilan.
Demikian figur Rasulullah SAW sebagai seorang
Ayah. Beliau adalah teladan bagi para Ayah dalam
menghadapi kelahiran dan kematian anak. Beliau
sangat gembira ketika anaknya yang bernama
Ibrahim lahir dan juga begitu tabah dan sabar ketika
Ibrahim meninggal. Meskipun beliau sedih dan
meneteskan air mata, beliau tidak mengungkapkan
kesedihanya, kecuali dengan kata-kata yang diridhai
Allah SWT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar