Lillah Billah Lirrosul Birrosul Lilghouts bil ghouts.

Jumat, 03 Desember 2010

SALLAAB DAN JALLAAB>>by Wahidiyah

Sallaab dan jallaab merupakan kemampuan yang
diberikan Allah kepada seorang Ghauts RA. Tentang
hal yang satu ini, tidak semua orang tahu dan
mempercayainya. Bahkan ketika ada sekelompok
orang yang percaya, serta merta orang-orang itu
mengenggap mereka sebagai orang yang
menyekutukan Allah (musyrik). Oleh karena itu,
bahasan ini kami sajikan dan kami kupas secara
tuntas.
Secara teks, kata jallaab dan sallaab tidak terdapat
dalam Al Qur ’an dan Al Hadits. Hal ini sebagaimana
ilmu nahwu/sharaf, biologi, ushul fiqh, astronomi,
juga secara teks tidak terdapat dalam Al Qur ’an dan
Hadits. Namun- menurut para ahlinya ilmu tersebut
telah tersirat dalam Al Qur ’an dan Al Hadits. Begitu
pula makna jallaab dan sallaab.
jallaab memiliki arti mengangkat hal batiniyah atau
lahiriyah makhluk (manusia atau lainya), dan sallaab
memiliki arti mencabut/melorot hal batiniyah atau
lahiriyah makhluk. Sifat atau tabiat ini merupakan
karomah yang diberikan Allah SWT kepada Ghauts
RA.
Kemampuan Jallaab dan sallaab ini, jika dipahami
oleh mukmin yang memiliki iman yang bercampur
syirik (menyekutukan Allah), dapat timbul salah
pemahaman. Yakni, mukmin meyakini bahwa
kemampuan jallaab dan sallaab murni semata-mata
dari Allah wa Rasulihi SAW. Jallaab dan sallaab-nya
Ghauts RA hanya dapat difahami oleh orang
mukmin yang imanya tidak bercampur syirik.
Jallaab dapat diartikan “sifat meningkatkan”, dan
sallaab sebagai ”sifat mengurangi atau
menghilangkan”. kedua sifat ini pada hakikinya
secara umum, ada pada setiap makhluk Allah SWT.
Hanya saja beda dalam manfaat dan obyeknya.
Misalnya, air dapat mencabut (sallaab) rasa haus
manusia, serta dapat meningkatkan (jallaab) bagi
kesehatan dan kesegaran badan. Begitu pula
makhluk lain. Semestinya secara hakiki seluruh
kekuatan makhluk itu milik dan dari Allah SWT. Jika
jallaab dan sallaab-nya air kita terima, sedangkan
jallaab seorang Ghauts kita tolak, berarti kita
tergolong orang-orang yang kacau pemikiran.
JALLAAB DAN SALLAAB; SIFAT RASULULLAH SAW
Semestinya sifat ini, asal mulanya adalah sifat
Rasulullah SAW. Sebagaimana dijelaskan dalam
beberapa hadits shahih yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari (dalam Shahih Bukhari juz I dan IV),
Al Hakim (dalam Al Mustadrak), Imam Baihaqi
(dalam dalail an-Nubuwah juz I) dan Imam Nasa ’i
(Sunan Nasa’i). Di bawah ini hadits riwayat Imam
Baihaqi dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW
bersabda: ”Aku adalah bapaknya para pembagi,
sedangkan Allah adalah Dzat Pemberi Rizki, dan Aku
sedang dan akan membagi. ”
Perbuatan memberi pada hakikinya adalah Allah
SWT. Namun Rasulullah SAW diberi tugas oleh
Allah sebagai Pembagi atau menyampaikan kepada
makhluk-Nya. Dan, perbuatan membagi atau
menyampaikan yang dilakukan oleh Rasulullah
SAW, inilah maksud dari makna kata jallaab dan
sallaab.
Dalam hadits riwayat Imam Abu Daud (dalam
Sunan Abu Daud juz IV) dari sahabat Abud Darda’,
Rasulullah SAW bersabda: ”Mohonlah kamu syafaat
kepada-Ku, niscaya kamu semua akan diberi pahala.
Dan sungguh Allah menentukan apa-apa yang Dia
menghendaki-Nya melalui lisan Nabi-Nya. ”
GHAUTS RA, PEWARIS JALLAAB DAN SALLAAB
Firman Allah, QS. Fathir: 32:”Kemudian Kami
mewariskan kitab (Al Qur’an) kepada orang-orang
yang Kami pilih diantara hamba-hamba Kami.”
Dalam tafsir Tanwir al-Miqbas Min Tafsir Ibn Abbas-
nya Ibn Ya ’qub Al Fairuz Abaadi, dijelaskan bahwa
sahabat Ibnu Abbas mengatakan: Setelah Al Qur’an
di wahyukan melalui Jibril kepada Nabi Muhammad
SAW, kemudian Al Qur ’an (yang tersirat) diwariskan
kepada hamba-Nya yang dipilih oleh Allah SWT
sendiri.
Syaikh Ahmad As-Shawi dalam kitabnya Hasyiyah
‘ alaa al-jalalain, menjelaskan, kata tsumma (tsumma
libu’di)memiliki makna sebagai isyarah, jauhnya
urutan waktu para pewaris dari pewaris lainya dari
umat ini. Yakni cara serah terima pewaris Al Qur ’an,
secara estafet, dari Nabi SAW kepada pewaris
pertama, kemudian dari pewaris kedua kepada
pewaris ketiga dan seterusnya sampai sirnanya
wujud ini. ”Maksud dari pewarisan adalah
pemberian. Tujuan pemberian nama “Warisan”,
sesungguhnya harta waris itu diperoleh tanpa susah
payah. Begitu pula, pemberian Al Qur ’an kepada
pewaris (Al Ghauts), juga tanpa susah payah (tidak
memakai jenjang waktu{spontanitas). ”Sedangkan
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya memberi
penjelasan tentang hamba yang terpilih ini dengan:
Beliau itu adalah umatnya Nabi Muhammad SAW
yang Allah mewariskan kepadanya seluruh isi kitab
yang diturunkan Allah.
Imam Qurthubi dalam kitab tafsirnya, memberi
penjelasan ayat diatas sebagai berikut:
1. “Pewarisan itu dapat terjadi pada manusia setelah
kematian.”
2. Makna dari kalimat: MIN ‘IBAADINAA, “Dari hamba
Kami”, adalah:
”Mereka mewarisi kitab Al Qur’an. Artinya,
sesungguhnya perpindahan pewarisan itu (secara
estafet dari satu kepada yang lain). (Sebagaimana
pewarisan) yang difrimankan Allah: “Dan Sulaiman
mewarisi (kerajaan dan kenabian) Nabi
Dawud. ” (QS. An Nahl: 16), “mewariskan kepadaku,
dan menerima warisan dari keluarga Ya’Qub.” (QS.
Maryam: 6). Maka, jika kenabian saja dapat
diwariskan, demikian pula kitab Al Qur ’an.”
Ayat sebelumnya (ayat ke 31) dalam surat Fathir,
Allah SWT menjelaskan bahwa kitab Al Qur ’an
(tersurat dan tersirat) diwahyukan kepada Rasulullah
SAW. ”Dan Dia (Allah) Dzat yang mewahyukan
kepadamu Al Kitab (Al Qur’an), itulah yang benar,
dengan membenarkan sesuatu yang ada pada-
Nya. ”
Untuk menjaga hubungan arti dua ayat ini, Allah
SWT memulai ayat 32 dengan kata: =tsumma
“ kemudian”. Artinya, setelah diwahyukan yang
tersurat dan tersirat kepada Nabi Muhammad SAW
– dan karena beliau SAW pulang ke rahmatullah-
kemudian Al Qur’an yang terisrat diwariskan kepada
salah satu hamba Allah SWT yang dipilih dan
dikehendaki-Nya.
Dalam kitab Dalail an-Nubuwah-nya Imam Baihaqi,
tertulis hadits dari sahabat Abu Hurairah, Rasulullah
SAW bersabda:
” Mewarisi ilmu ini, orang-orang terbaik pada setiap
generasi. Mereka menepis penyimpangan kaum
ekstrim, membongkar pemalsuan kaum ahli bathil
dan mematahkan takwil (pengalaman) kaum jahil
Dalam kitab “Syawahidul Haq” halaman 414
diterangkan, bahwa pewaris agung sirri Nabi
Muhammad SAW adalah Ghauts RA.
” Pewaris sirri pimpinan para rasul yang paling
agung adalah Al Qutub Al Ghauts.”Jallaab dan
sallaab, ada yang bersifat makro atau kolektif (untuk
keseluruhan makhluk, sehingga bermanfaat untuk
seluruh makhluk), dan ada yang bersifat mikro atau
individual (manfaatnya untuk setiap individu
makhluk).
JALLAAB DAN SALLAAB SECARA MAKRO
Karomah jallaab dan sallaab yang berisfat makro ini
dipancarkan oleh Ghauts RA ke seluruh makhluk
alam sebagai tugas pokok yang diterima dari Allah
SWT. Karomah ini dimiliki oleh para Ghauts RA, baik
yang merahasiakan diri atau yang menampakkan
diri.
Keberadaan Al Ghauts RA serta segala karomahnya
(termasuk jallaab dan sallaab) telah di isyaratkan dan
dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam beberapa
haditsnya, antara lain: Hadits riwayat Abu Nuaim
dan Ibnu Asakir, yang tertulis dalam beberapa kitab,
antara lain kitab Al Hawi lil Fatawi-nya Imam Suyuti,
Syawahid al-Haq-nya Syaikh An Nabhani, Tafsir
Sirajul Munir-nya Syaikh Khatib Syarbini, Tanwirul
Kutub-nya Syaikh Amin Al Kurdi, dan masih banyak
kitab lainya. ”Dari Ibnu Mas’ud RA ia berkata,
Rasulullah SAW bersabda:Sesungguhnya, Allah
memiliki 5 orang hamba yang hatinya sama dengan
hati Jibril AS, 3 orang hamba yang hatinya sama
dengan hati Mikail AS, dan 1 orang hamba yang
hatinya sama dengan hati Isrofil AS. Apabila yang
seorang itu (Al Wahid) meninggal, Allah
menggantikan kedudukanya dari yang tiga, dan
apabila meninggal seseorang dari jumlah yang tiga,
Allah menggantikanya dari jumlah yang lima. Sebab
mereka, makhluk dihidupkan dan dimatikan, diberi
hujan dan tanaman ditumbuhkan, dan marabahaya
ditolak atau di cabut. Seseorang bertanya kepada
Ibnu Mas’ud: Bagaimana seseorang itu
menghidupkan dan mematikan? Sahabat ini
menjawab: Mereka meminta kepada Allah untuk
memperbanyak manusia, maka diperbanyaklah
manusia, mereka meminta kehancuran orang-orang
yang suka berbuat durhaka, maka hancurlah orang-
orang itu, mereka meminta diturunkan hujan, maka
turunlah hujan itu, mereka meminta agar bumi di
tumbuhi tanam-tanaman, maka diperkenankanlah
permintaanya. Mereka berdoa dan dengan doanya
itu terhindarlah balak dan malapetaka. ”
Kitab-kitab tersebut menjelaskan bahwa dimaksud
(Al Wahidu) hamba yang satu didalam hadits
tersebut adalah (Al Quthbu) (Al Ghauts).
Jallaab dan sallaab berlangsung melalui proses sinar
radiasi batin dan doanya kepada Allah SWT,
sebagaimana yang tercermin pada bagian akhir
hadits di atas, yang artinya, ”…. Diantara mereka ada
orang yang menghidupkan dan mematikan,
memberi hujan dan menumbuhkan, dan menolak
mara bahaya. ”
Dalam hadits lain yang dari sahabat ‘Ubadah Ibn
Shamit, riwayat Imam Ahmad, Thabrani dan Abu
Nuaim, Rasulullah SAW bersabda: ”Tidak sepi di
kalangan umatku dari tiga puluh orang hamba.
Sebab merekalah bumi tetap berdiri tegak, sebab
mereka makhluk diberi hujan, dan sebab mereka,
manusia ditolong (oleh Allah). ”Dalam kitab “Al
Yawaqit wal Jawahir” nya Syaikh Abdul Wahab As
Sya’rani, juz II halaman 80 juga dijelaskan:”Tidak
akan sepi (kosong) di setiap zaman dari adanya
seorang Rasul (litajdid- untuk pembaharuan). Dia
adalah Al Qtuthbu (Al Ghauts). Beliau dijadikan Allah
sebagai tempat memancarkan sinar pemeliharaan-
Nya kepada alam semesta. Dan melalui Beliaulah
bercabang-cabang pemeliharaan Allah terhadap
seluruh alam atas dan alam bawah.”
JALLAAB DAN SALLAAB SECARA MIKRO
Karomah ini diberikan oleh Allah SWT secara umum
kepada Al Ghauts RA yang diperintah menampakkan
diri. Namun kadang juga diberikan kapada Al Ghauts
RA yang merahasiakan diri. Karomah ini, sebagai
kesimpulan dari arti beberapa hadits shahih. Antara
lain hadist riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim
dari sahabat Abu Hurairah RA.
” Barang siapa taat kepada-Ku (Rasulullah), berarti ia
taat kepada Allah. Dan barang siapa durhaka kepada-
Ku, berarti ia durhaka kepada Allah. Dan brangsiapa
yang taat kepada Amir-Ku, berarti taat kepada-Ku,
dan barangsiapa yang durhaka kepada Amir-Ku,
berarti ia durhaka kepada-Ku. ”Didukung beberapa
hadits dan Al Qur’an, kaum sufi berdasar ilmu
mukasyafah-nya menerangkan, bahwa yang
dimaksud “Amir” dalam hadits ini adalah Al Ghauts
RA. Dengan kata lain, hadits di atas diterjemahkan
dengan, ”…Taat kepada Al Ghauts RA, berarti taat
kepada Rasulullah SAW, yang sekaligus taat kepada
Allah SWT. Dan, durhaka kepada Al Ghauts RA
berarti durhaka kepada Rasulullah SAW dan
sekaligus durhaka kepada Allah SWT. ”
Juga dapat disimpulkan, ”Taat kepada Al Ghauts RA
menjadi penyebab meningkatnya (jallaab) iman
kepada Rasulullah SAW, yang sekaligus iman
kepada Allah SWT. Dan, durhaka kepada Al Ghauts
RA menjadi penyebab melorotnya (sallaab) iman
kepada Rasulullah SAW, yang sekaligus melorotnya
iman kepada Allah SWT. ”
Dalam riwayat Bukhari dari Abu Hurairah RA,
Rasulullah SAW bersabda: ”Sesungguhnya Allah
SWT berfirman: Barangsiapa yang memusuhi
kekasihku, maka Aku menyatakan perang
kepadanya. ”
Orang yang dimurkai dan diperangi oleh Allah SWT,
adalah orang yang imanya melorot, atau bahkan
tercabut (sallaab). Penyebab kemurkaan Allah
tersebut adalah rasa benci dan memusuhi waliyullah
(apalagi berpangkat Al Ghauts RA). Dalam hadist
riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas,
Rasulullah SAW bersabda;
” Barangsiapa yang membenci sesuatu yang datang
dari Amirnya, maka bersabarlah. Karena
berangsiapa yang keluar dari Sultan (apalagi Sultanul
Auliya) sejengkal saja, maka dapat mengakibatkan
mati sebagaimana matinya orang kafir jahiliyah. ”
Terjadinya kematian jahiliyah, karena iman tercabut
(sallaab). Dan ketercabutan iman diakibatkan
memusuhi membenci Sultanul Auliya ’.
Sedangkan jallaab dan jallaab-nya Al Ghauts RA ,
pelaksanaanya secara rohaniyah. Yakni, dengan
nadrahnya yang terpancar dari jiwa sucinya ke
dalam jiwa murid atau orang yang memusuhi dan
membencinya. Dengan sinar nadrahnya ini, iman
sesorang dapat bertambah, bila mancintai dan
mendekatinya dengan cinta dan pendekatan yang
semestinya, akan tersebut.
Syaikh Muhammad Wafa (w 801), Guru Agung
Pemandu kaum sufi pada zamanya, menyimpulkan
makna hadits diatas sebagai berikut: ”Hai orang arif
(apalagi Amirul Arifin/ Al Ghauts RA) itu, hadrah
(lambang kehadiran) Allah. Barangsiapa mendekat
kepadanya dengan cara pendekatan yang
semestinya, maka akan terbukalah baginya pintu-
pintu kehadiran (Allah). ”
Terbukanya kesadaran hati seseorang tentang
kehadiran Allah SWT merupakan sifat jallab-nya Al
Ghauts RA.
PELAKSANAAN JALLAAB DAN SALLAAB
Dalam hadits riwayat Bukhari dari Anas Ibn Malik
dijelaskan, bahwa menjelang keberangkatan Mi ’raj
ke langit, Malaikat Jibril (makhluk; bukan Khaliq), atas
perintah Allah SWT, meningkatkan (jallaab) iman
Rasulullah SAW sebagaimana sabda Rasulullah
SAW:
” Atap rumahku terbuka, saat itu Aku berada di
Makkah. Jibril turun dan membelah dada-Ku.
Kemudian mencucinya dengan air zam-zam.
Kemudian di datangkan satu bejana yang terbuat
dari emas, yang berisi Hikmah dan iman. Lalu (iman
dan hikmah) dituangkan kedalam dada-Ku,
kemudian (dada-Ku) ditutupnya kembali. ”
Perbuatan Jibril AS “menuangkan” iman dan hikmah
ke dalam dada Rasulullah SAW, dapat dikatakan
perbuatan jallaab. Yang secara lahiriyah dilakukan
oleh makhluk(Jibril AS).
Demikian pula pelaksanaan jallaab dan sallaab yang
dilakukan oleh Rasulullah SAW dan Al Ghauts RA.
Dengan sinar nadrahnya, iman dan hikmah di
tuangkan kedalam hati manusia yang mencintai-
Nya.
JALLAAB DAN SALLAAB GHAUTS ZAMAN DAHULU
1. Pada masa Al Ghauts fii zamanihi Syaikh Syaiban
Ar Ra ’iy QS wa RA (w 197H, seorang Ghauts RA
yang buta huruf). Imam Hambali meragukan
kebesaran rohani dan kewalian Syaikh ini. Kepada
Imam Syafi ’i, Imam Hambali bercerita, karena ia
kurang percaya dengan keberadaan dan kedudukan
sang Syaikh, maka ia ingin mencoba sejauh mana
ilmu Syaikh tadi. Tapi Imam Syafi ’i melarangnya.
Namun karena Imam Hambali tetap memaksa,
akhirnya iapun kesampaian juga melaksanakan
niatnya itu. Setelah berdiskusi dengan sang Syaikh,
Hambali tercengang keheranan dengan kemampuan
syaikh yang buta huruf ini serta malu kepada Allah
SWT, sampai-sampai ia jauh pingsan di hadapan
sang Syaikh. Setelah sadar dari pingsanya, Imam
Hambali mengakui kebesaran rohani dan kewalian
sang syaikh. (Risalah al-Qusayriya)
2. Pada masa Al Ghauts fii zamanihi Syaikh Abdul
Qodir Jaelani QS wa RA, ada salah seorang
waliyullah yang memiliki karomah dapat berjalan
diangkasa. Suatu saat, waliyullah ini berjalan-jalan di
atas angkasa (peristiwa ini dilihat banyak orang).
Dalam hati waliyullah ini berbisisik, akulah manusia
yang paling tinggi karomahnya. Syaikh Abdul Qadir
(atas kehendak Allah semata) yang dapat
mendengarkan atas hati waliyullah ini, berkata di
hadapan muridnya: Buta mata hatimu, sehingga
kamu merasa tertinggi. Setelah beliau berkata begitu,
jatuhkah waliyullah ini dari angkasa di hadapan
Syaikh dan para murid. Waliyullah ini menyadari jika
kejatuhanya karena hatinya su ’ul adab dengan
syaikh. Akhirnya ia mohon ampun dan idzin untuk
menjadi murid syaikh. (Lujain ad-Dani )
3. Jallaab. pada masa Al Ghauts fii zamanihi Syaikh
Zakaria Al Anshari QS wa RA. Imam Muhammad Al
Juwaini (buta matanya), dalam salah satu
penyampaian mata kuliyahnya di hadapan
mahasiswa Universitas Al Azhar Kairo Mesir,
bercerita bahwa waliyullah dan Al Ghauts RA serta
karomahnya itu tidak ada. Semua itu hanya bualan
kaum sufi belaka. Imam Ibnu Hajar Al Haitami
sebagai mahasiswa termuda (waktu itu berumur 14
tahun), melakukan interupsi kepada dosenya
tersebut, seraya berkata: ”Pak Dosen, Anda telah
mengingkari keberadaan Waliyullah. Beranikah anda
saya ajak menghadap kepada ulama yang
menguasai dan memahami hal tersebut serta
diskusi secara ilmiyah ?” “Siap dan aku berani” jawab
Syaik Al Juwaini. Seusai penyampaian mata kuliah,
mereka menghadap Syaikh, Al Juwaini berkata:
“ Tuan, doakanlah saya agar mata saya sehat
kembali.” Amin, amin, amin” jawab syaikh. Al-
Haitami berkata sang syaikh: ”Guru, apakah
waliyullah, wali autad dan wali Qutub (Al Ghauts), itu
benar-benar ada ?” “Ada anakku” jawab syaikh. Al-
Haitami bertanya kembali: ”Seandainya ada orang
yang mengingkari bagaimana Guru?” “Siapa orang
itu anakku?” jawab syaikh. Al Juwaini ini Guru”
jawab Al Haitami. Kemudian Syaikh Al Anshari
berkata: ”O.. kamu Syaikh Muhammad (perkataan ini
di ulang sampai tiga kali)”. Spontan saja Al Juwaini
gemetar badanya serta matanya dapat melihat
kembali. Sambil berlari dihadapan syaikh, Al Juwaini
berkata: ”Guru, sekarang aku percaya kalau
waliyullah itu memang ada dan aku berkeyakinan
bahwa wali Quthub (Al Ghauts) saat ini adalah Tuan
Guru sendiri. (Syawahid Haq-nya Syaikh An
Nabhani RA
4. Pada tahun 1962, Dr. dr. Ibrahim Hasan direktur
rumah sakit “Ain Syams” Kairo bercerita: ”Saya
memiliki teman (ulama yang terkenal di Mesir).
Teman ini bercerita kepada saya, bahwa ia berkali-
kali mimpi bertemu Rasulullah SAW. Namun suatu
saat, lama sekali ia tidak bermimpi melihat Rasulullah
SAW. ia pun sangat susah sekali. Namun pada
suatu malam, ia bisa bermimpi lagi bertemu
Rasulullah SAW. Kepada Beliau SAW ia bertanya:
” Wahai Rasulullah, apa sebab dalam waktu yang
lama Paduka tidak bersedia menemui hamba?”
jawab Rasulullah SAW: ”Bagaimana AKu menemui
kamu, sedangkan ditanganmu ada kitab ini” (Yaitu
kitab “Nailul Amani fi raddi alan Nabhani” –kitab ini
kontra dengan kitab “Jami’ Karamah Al Auliya” nya
An Nabhani, serta kontra dengan prinsip kaum sufi).
Setelah aku bangun, pagi harinya aku membakar
kitab Nailul Amani. Setelah aku membakar kitab
tersebut, malamnya ketika tidur, aku mimpi
bertemu Rasulullah SAW yang tersenyum gembira
kepadaku. ” ( Kitab Jami’ Karamah Al Auliya-nya
Syaikh An Nabhani )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar