Lillah Billah Lirrosul Birrosul Lilghouts bil ghouts.

Rabu, 27 Juli 2011

TERJEMAHAN KITAB KIMYATUSY SYA'ADAH (IMAM AL GHAZALI)VIII.TANDA2 CINTA KEPADA ALLOH TERJEMAHAN KITAB KIMY ATUSY SYA'ADAH (IMAM AL GHAZALI)VIII.TANDA2 CINTA KEPADA ALLOH

TANDA-TANDA
CINTA KEPADA ALLOH
Ramai orang berkata ia Cinta kepada Alloh
Subhanahuwa Taala. Perkataan itu hendaklah diuji
terlebih dahulu adakah yang murni atau hanya
palsu.
Ujian pertama adalah : Dia hendaklah tidak benci
kepada mati karena tidak ada orang yang enggan
bertemu dengan sahabatnya.
Nabi Muhammad saw bersabda :
“Siapa yang ingin melihat Alloh, Alloh ingin
melihat dia.”
Memang benar ada juga orang yang ikhlas
cintanya kepada Alloh berasa gentar apabila
mengingat kedatangan mati sebelum ia siap
menyiapkan persediaan untuk pulang ke akhirat,
tetapi jika betul-betul ikhlas dia akan bertambah
rajin berusaha lagi untuk menyiapkan persediaan
itu.
Ujian kedua adalah : ia mestilah bersedia
mengorbankan kehendaknya untuk menurut
kehendak Alloh dan dengan daya upaya yang ada
menghampirkan diri kepada Alloh dan benci
kepada apa saja yang menjauhkan dirinya
dengan Alloh. Dosa yang dilakukan oleh
seseorang itu bukanlah bukti ia tidak cinta kepada
Alloh langsung tetapi itu membuktikan yang ia
tidak menyintai Alloh sepenuh jiwa raganya.
Fudhoil bin Iyadh seorang wali Alloh berkata
kepada seorang lelaki :
“Jika seseorang bertanya kepada mu apakah
kamu cinta kepada Alloh? hendaklah kamu diam
karena jika kamu kata: “Saya tidak cinta
kepadaNya”, maka kamu kafir dan jika kamu
berkata, “Saya cinta”, maka perbuatan kamu
berlawanan dengan katamu.”
Ujian yang ketiga adalah : ingat kepada Alloh itu
mestilah sentiasa ada dalam hati manusia itu
tanpa ditekan atau direkayasa kebenarannya,
karena apa yang kita cinta itu mestilah sentiasa
kita ingat. Sekiranya cinta itu sempurna, ia tidak
akan lupa yang dicintainya itu. Ada juga
kemungkinan bahwa sementara cinta kepada
Alloh itu tidak mengambil tempat yang utama
dalam hati seseorang itu, maka cinta kepada
menyintai Alloh itu mungkin mengambil tempat
juga, karena cinta itu satu hal dan cinta kepada
cinta itu adalah satu masalah yang lain pula.
Ujian yang keempat adalah : kemudian
menunjukkan adanya cinta kepada Alloh ialah
bahwa seseorang itu cinta kepada Al-Quran,
yaiitu Kalam Alloh, dan cinta kepada Muhammad
yaitu Rasul Alloh. Jika cintanya benar-benar kuat,
ia akan cinta kepada semua orang karena semua
manusia itu adalah hamba Alloh. Bahkan cintanya
meliputi semua makhluk, karena orang yang
kasih atau cinta kepada seseorang itu tentulah
kasih pula kepada kerja-kerja yang dibuat oleh
kekasihnya itu dan cintanya juga kepada tulisan
atau karangannya.
Ujian yang kelima adalah : ia suka duduk
bersendirian untuk maksud beribadat dan ia suka
malam itu cepat datang agar dapat berbicara
dengan rekan atau sahabatnya tanpa ada yang
menggangu. Jika ia suka berbual-bual di siang
hari dan tidur di malam hari maka itu
menunjukkan cintanya tidak sempurna. Alloh
berfirman kepada Nabi Daud :
“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-
orang yang berserikat itu sebahagian mereka
berbuat lalim kepada sebahagian yang lain, kecuali
orang orang yang beriman dan mengerjakan
amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini”.
Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya;
maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu
menyungkur sujud dan bertobat”. (Shaad:24)
Pada hakikatnya, jika cinta kepada Alloh itu benar-
benar mengambil tempat seluruhnya didalam hati
seseorang itu, maka cintanya kepada yang lain itu
tidak akan dapat mengambil tempat langsung ke
dalam hati itu. Seorang dari Bani Israel telah
menjadi kebiasaan sembahyang di malam hari.
Tetapi apabila melihat burung bernyanyian di
sebatang pohon dengan merdu sekali, dia pun
sembahyang di bawah pohon itu supaya dapat
menikmati nyanyian burung itu. Alloh menyuruh
Nabi Daud pergi berjumpa dia dan berkata :
“Engkau telah mencampurkan cinta kepada
nyanyian burung dengan cinta kepadaKu,
Martabat engkau di kalangan Auliya’ Alloh telah
diturunkan,”
Sebaliknya ada pula orang yang terlalu cinta
kepada Alloh, suatu hari sedang ia melakukan
ibadatnya kepada Alloh rumahnya telah terbakar,
tetapi ia tidak tahu dan sadar rumahnya terbakar.
Ujian yang keenam adalah : ibadahnya menjadi
senang sekali. Seorang Wali Alloh ada berkata :
“Dalam tiga puluh tahun yang pertama saya
melakukan sembahyang malam dengan susah
payah sekali, tetapi tiga puluh yang kedua
sembahyang itu menjadi indah dan nikmat pula
kepada saya.” Apabila cinta kepada Alloh itu
sempuna, maka tidak ada keindahan yang
sebanding dengan keindahan beribadah.
Ujian yang ke ketujuh adalah : Orang yang cinta
kepada Alloh itu akan cinta kepada mereka yang
taat kepada Alloh dan mereka benci kepada
orang-orang kafir dan orang-orang yang durhaka
kepada Alloh.
Al-Quran menyatakan :
” Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kamu
ada Rasulullah. Kalau ia menuruti (kemauan)
kamu dalam beberapa urusan benar-benarlah
kamu akan mendapat kesusahan tetapi Allah
menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan
menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta
menjadikan kamu benci kepada kekafiran,
kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-
orang yang mengikuti jalan yang
lurus, .” (Hujurat:7)
Suatu masa, Nabi bertanya kepada Alloh, “Wahai
Tuhan, siapakah kekasihmu?” Terdengarlah
jawaban,
“Siapa yang berpegang teguh kepadaKu seperti
bayi dengan ibunya, mengambil perlindungan
dengan MengingatiKu seperti burung mencari
perlindungan disarangnya, dan yang marah
melihat dosa seperti singa yang marah yang tidak
takut kepada apa dan siapa pun.

TERJEMAHAN KITAB KIMYATUSY SYA'ADAH (IMAM AL GHAZALI) VII.MEMERIKSA DIRI SENDIRI DAN MENGINGAT ALLOH

MEMERIKSA DIRI SENDIRI & MENGINGAT ALLOH
Ketahuilah wahai saudaraku, dalam Al-Qur’an
Alloh berfirman, lebih kurang maksudnya,
” Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya
dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya
diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan
mereka, Barang siapa yang mengerjakan
kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan
melihat (balasan) nya. ” (Al Zalzalah:6-7)
Tercantum juga dalam Al-Qur’an firman yang
berbunyi sebagai berikut :
” maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang
telah dikerjakannya. ” (At Takwir:14).
Khalifah Umar ada berkata, ” perhitunglah dirimu
sebelum engkau diperhitungkan”.
Alloh SWT berfirman :
” Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu
orang yang benar-benar penegak keadilan,
menjadi saksi karena Allah biar pun terhadap
dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum
kerabatmu. Jika ia kaya atau pun miskin, maka
Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu
memutar balikkan (kata-kata) atau enggan
menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah
Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjaan.
“.
Wali-wali Alloh sentiasa mengetahui bahwa
manusia datang ke dunia ini untuk menjalankan
pengembaraan keruhanian, yang akibatnya ialah
untung atau rugi dan tujuannya adalah neraka
atau syurga. Senantiasalah mereka itu
berwaspada terhadap kehendak-kehendak
jasamaniah (tubuh) yang diibaratkan sebagai
rekan dalam bisnis yang bersifat jahat dan ada
kalanya mendatangkan kerugian kepada bisnis itu.
Sebenarnya orang yang bijak itu adalah orang
yang mau merenung sebentar selepas
sembahyang subuh memikirkan hal dirinya dan
berkata kepada jiwanya :
“Wahai jiwaku, engkau hanya hidup sekali. Tiap-
tiap saat yang berlalu tidak akan datang lagi dan
tidak akan dapat diambil kembali kerena di Hadirat
Alloh Subhanahuwa Taala, bilangan nafas turun
naik yang dikurniakan kepada engkau itu telah
ditetapkan dan tidak boleh ditambah lagi. Inilah
perjalanan hidup dalam dunia hanya sekali, tidak
ada kali yang kedua dan seterusnya. Oleh itu, apa
yang engkau hendak perbuat, buatlah sekarang.
Anggaplah seolah-olah hidupmu telah berakhir,
dan hari ini adalah hari tambahan yang diberi
kepada engkau karena karunia Alloh
Subhanahuwa Taala juga. Alangkah ruginya
membiarkan hari ini berlalu dengan sia-sia. Tidak
ada yang lebih rugi dari itu lagi.”
Di hari berbangkit di akhirat kelak, seseorang itu
akan melihat semua waktu hidupnya di dunia ini
tersusun seperti susunan peti harta dalam satu
barisan yang panjang.
Pintu sebuah daripada peti itu terbuka dan
kelihatanlah penuh dengan cahaya: Ini
menunjukkan waktu yang dipenuhinya dengan
membuat amalan yang sholeh. Hatinya akan
terasa indah dan bahagia sekali, bahkan sedikit
saja rasa bahagia itu pun sudah cukup membuat
penghuni neraka melupakan api neraka yang
bernyala itu.
Kemudian peti yang kedua terbuka, maka
terlihatlah gelap gelita di dalamnya. Dari situ
keluarlah bau busuk yang amat sangat hingga
orang terpaksa menutup hidungnya: Ini
menunjukkan waktu yang dipenuhinya dengan
amal maksiat dan dosa. Maka akan dirasainya
azab yang tidak terhingga bahkan sedikit saja pun
dari azab itu sudah cukup menggusarkan ahli
syurga.
Selepas itu terbuka pintu peti yang ketiga, dan
kelihatanlah kosong saja, tidak ada gelap dan tidak
ada cahaya di dalamnya: Inilah melambangkan
waktu yang dihabiskannya dengan tidak
membuat amalan sholeh dan tidak juga
membuat amalan maksiat dan dosa. Ia akan
merasa sesal dan tidak tentu arah seperti orang
yang ada mempunyai harta yang banyak
membiarkan hartanya terbuang dan lepas begitu
saja dengan sia-sia.
Demikianlah seluruh waktu yang dijalannya itu
akan dipamerkan kepadanya satu persatu. Oleh
karena itu, seseorang itu hendaklah berkata
kepada jiwanya tiap-tiap pagi :
“Alloh telah mengkaruniakan engkau dua puluh
empat jam peti harta. Berhati-hatilah
mengawasinya supaya jangan kehilangan, karena
engkau tidak akan boleh menanggung rasa sesal
yang amat sangat jika engkau kehilangan harta
itu”.
Aulia Alloh ada berkata,
“Walaupun sekiranya Alloh mengampuni kamu,
setelah hidup disia-siakan, kamu tidak akan
mencapai derajat orang-orang yang Sholeh dan
pasti kamu akan meratapi dan manangisi
kerugianmu itu. Oleh itu jagalah lidahmu,
matamu dan tiap-tiap anggota mu yang tujuh itu
kerena semua itu mungkin menjadi pintu untuk
menuju ke Neraka”.
Katakanlah kepada tubuhmu; “Jika kamu
memberontak, sesungguhnya kamu akan
kuhukum”, karena meskipun tubuh itu kotor, ia
boleh menerima arahan dan boleh dijinakkan
dengan zuhud”. Demikianlah tujuan memeriksa
atau memperhitung diri sendiri.
Nabi Muhammad SAW. pernah bersabda :
“Berbahagialah orang yang beramal sekarang apa
yang menguntungkannya di akhirat kelak”.
Maka sekarang kita masuk pula kepada bagian
yang berhubungan dengan Zikirulloh
(mengenang atau mengingat Alloh). Manusia itu
hendaklah ingat bahwa Alloh Melihat dan
Memperhatikan semua tingkah laku dan
pikirannya. Manusia hanya melihat yang zhohir
saja, tetapi Alloh Melihat zhohir dan batinnya
manusia itu. Orang yang percaya dengan ini
sebenarnya dapatlah ia menguasai dan
mendisiplinkan zhohir dan bathinnya.
Jika ia tidak percaya ini, maka KAFIRLAH ia. Jika ia
percaya tetapi ia bertindak berlawanan dengan
kepercayaan itu, maka salah besarlah ia.
Suatu hari, seorang Negro menemui Nabi SAW.
dan berkata; “Wahai Rasulullah! Saya telah
melakukan banyak dosa.
Adakah taubatku diterima atau tidak?”. Nabi SAW.
menjawab; “Ya”. Kemudian Negro itu berkata lagi,
“Wahai Rasulullah! Setiap kali aku membuat dosa
adakah Alloh Melihatnya?”. Nabi SAW. menjawab
lagi; “Ya”
Negro itu pun menjerit lalu mati. Sehingga
seseorang itu benar-benar percaya bahwa ia
sentiasa dalam perhatian Alloh, maka tidaklah
mungkin baginya membuat amalan yang baik-
baik.
Seorang Sheikh ada seorang murid yang lebih
disayanginya daripada murid-murid yang lain.
Dengan itu murid-murid yang lain itu pun berasa
dengki kepada murid yang seorang itu. Suatu hari
Sheikh itu memberi kepada tiap-tiap murid itu
seekor ayam dan menyuruh mereka
menyembelih ayam itu di tempat yang tidak ada
seseorang pun melihat ia menyembelih itu. Maka
pergilah mereka tiap-tiap murid membawa
seekor ayam ke tempat yang sunyi dan
menyembelih ayam di situ. Kemudian
membawanya kembali kepada Sheikh mereka.
Semuanya membawa ayam yang telah
disembelih kepada Sheikh mereka kecuali seorang
yaitu murid yang lebih disayangi oleh Sheikh itu.
Murid yang seorang ini tidak menyembelih ayam
itu.
Ia berkata; “Saya tidak menjumpai tempat yang
dimaksudkan itu kerena Alloh di mana-manapun
Melihat”.
Sheikh itu pun berkata kepada murid-murid yang
lain: “Sekarang sekelian telah lihat sendiri derajat
pemuda ini. Dia telah mencapai ke taraf ingat
sentiasa kepada Alloh”.
Apabila Zulaiha coba menggoda Nabi Yusuf , ia
menutup dengan kain muka sebuah berhala yang
selalu disimpannya.
Nabi Yusuf berkata kepadanya :
“Wahai Zulaiha, adakah kamu malu dengan batu?
sedangkan dengan batu engkau malu, betapa aku
tidak malu dengan Alloh yang menjadikan tujuh
petala langit dan bumi”.
Ada seorang datang berjumpa dengan Sheikh
dan berkata; “Saya tidak dapat menghindarkan
mataku dari hal-hal yang membawa dosa.
Bagaimanakah saya hendak mengawalnya?”.
Sheikh menjawab; “Dengan cara mengingat Alloh
Melihat kamu lebih jelas dan terang lagi daripada
kamu melihat orang lain”.
Dalam hadis ada diterangkan bahwa Alloh ada
berfirman seperti demikian;
“Syurga itu adalah bagi mereka yang bersabar
hendak membuat suatu dosa, dan kemudian
mereka ingat bahwa Aku sentiasa Memandang
mereka, lalu mereka pun menahan diri mereka”.
Abdullah Ibnu Dinar meriwayatkan;
“Satu ketika saya berjalan dengan Khalifah Omar
menghampiri kota Mekah. Kami bertemu dengan
seorang gembala yang sedang membawa
gembalaannya.
Omar berkata kepada gembala itu : “Jualkan pada
saya seekor kambing itu”. Gembala itu
menjawab; “Kambing itu bukan saya punya, tuan
saya yang mempunyainya.” Kemudian untuk
mencobanya,
Omar berkata; “Baiklah, kamu katakanlah kepada
tuanmu bahwa yang seekor itu telah dimakan
oleh serigala” . Budak gembala itu menjawab;
“Tidak, sesungguhnya tuan saya tidak tahu tetapi
Alloh Mengetahuinya”.
Mendengar jawapan budak gembala itu,
bertetesanlah air mata Omar. Beliau pun pergi
berjumpa dengan tuan budak gembala kambing
itu lalu membelinya dan membebaskannya.
Beliau berkata kepada budak itu : “Karena kata-
katamu itu, engkau bebas dalam dunia dan akan
bebas juga di akhirat kelak”.
Ada dua derajat berkenaan Zikir Alloh
(mengenang Alloh) ini. Derajat pertama ialah
derajat Aulia Alloh. Mereka bertafakur dan
tenggelam dalam tafakur mereka dalam
mengenang Keagungan dan Kemuliaan Alloh. dan
tidak ada tempat langsung dalam hati mereka
untuk ‘gairuLlah” (selain dari Alloh). Ini adalah
derajat zikir Alloh yang bawah, karena apabila hati
seseorang itu telah tetap dan anggotanya
dikontrol penuh oleh hatinya hingga mereka
dapat mengawal mereka dari hal-hal yang halal
pun, maka tidak perlulah lagi ia menyediakan alat
atau penahan untuk menghalangi dosa.
Maka kepada zikir Alloh seperti inilah Nabi
Muhammad (S.W.T) maksudkan apabila ia
berkata,
“Orang yang bangun pagi-pagi dengan hanya
Alloh dalam hatinya, Alloh akan memeliharanya
didunia dan diakhirat.”
Setengah daripada mereka golongan ini sangat
asyik dan tenggelam dalam mengenang dalam
mengingati Alloh hingga kalau ada orang
berbicara kepada mereka tidaklah mereka dengar,
kalau orang berjalan dihadapan mereka tidaklah
mereka nampak. Mereka seolah-olah diam seperti
dinding. Seseorang Wali Alloh berkata : “Suatu
hari saya melintasi tempat ahli-ahli pemanah
sedang bertanding memanah. Tidak berapa jauh
dari situ ada seorang duduk seorang diri. Saya
pergi kepadanya dan coba hendak berbicara
dengannya.
Tetapi ia menjawab, “Mengenang Alloh itu lebih
baik dari berbicara”.
Saya bertanya, “tidakkah kamu merasa kesepian?”
“Tidak” jawabnya, “Alloh dan dua orang malaikat
ada bersamaku” .
Saya bertanya kepada beliau sambil menunjukkan
kepada pemanah-pemanah itu, “Antara mereka
itu, yang manakah akan menang?”
Beliau menjawab, “Yang itu, Alloh telah beri
kemenangan kepadanya.”
Kemudian saya bertanya, “dari manakah kamu
tahu ?”
Mendengar itu, ia merenung ke langit lalu berdiri
dan pergi sambil berkata, “Oh Tuhan! Banyak
hamba-hambamu mengganggu seorang yang
sedang mengingatimu!”
Seorang wali Alloh bernama Syubli satu hari pergi
berjumpa seorang sufi bernama Thauri. Beliau
lihat Thauri duduk dengan berdiam diri dalam
tafakkur hingga sehelai bulu romanya pun tidak
bergerak.
Syubili bertanya kepada Thauri, “Kepada siapa
anda belajar latihan bertafakkur dengan diam diri
seperti itu?” Thauri menjawab, “Dari seekor
kucing yang saya lihat menunggu di depan
lubang tikus. Kucing itu akan lebih diam dari apa
yang saya lakukan ini.”
Ibn Hanif meriwayatkan:
“Saya diberitahu bahwa di Bandar Thur ada
seorang Syeikh dan muridnya sentiasa duduk
dan tenggelam dalam zikir Alloh. Saya pergi ke
situ dan saya dapati kedua orang itu duduk
dengan muka mereka menghadap ke kiblat. Saya
memberi salam kepada mereka tiga kali. Tetapi
mereka tidak menjawab. Saya berkata, “Dengan
nama Alloh saya minta tuan-tuan menjawab
salamku”. Pemuda itu mengangkat kepalanya dan
menjawab,
“Wahai Ibn Hanif! dunia ini untuk sebentar waktu
saja, dan yang sebentar itupun tinggal sedikit
saja. Anda mengganggu kami karena meminta
kami menjawab salammu itu”.
Kemudian dia menundukkan kepalanya lagi dan
terus berdiam diri. Saya rasa lapar dan dahaga
pada masa itu, tetapi dengan memandang
mereka itu saya lupa pada diri saya. Saya terus
bersama mereka dan sembahyang Dhuhur dan
Ashar bersama mereka. Saya minta mereka
memberi nasihat kepada saya berkenaan
kerohanian ini.
Pemuda itu menjawab, ” Wahai Ibni Hanif, kami
merasa susah, kami tidak ada lidah untuk
memberi nasihat itu.” Saya terus berdiri di
sepertiga malam. Kami tidak berbicara antara satu
sama lain, dan tidak tidur. Kemudian saya berkata
kepada diri saya sendiri, saya akan mohon
kepada Alloh supaya mereka menasihati saya.”
Pemuda itu mengangkat kepalanya dan berkata,
“Pergilah cari orang seperti itu, ia akan dapat
membawa Alloh kepada ingatan anda dan
melengkapkan rasa takut kepada hatimu, dan ia
akan memberi anda nasihat yang disampaikan
secara diam tanpa berbicara sembarangan.”
Demikianlah dzikir Alloh para Aulia yaitu
melenyapkan dan menenggelamkan pikiran dan
khayalan dalam Mengenang Alloh. Zikir
Mengenang Alloh (dzikir Alloh) yang kedua ialah
dzikirnya “golongan kanan” yaitu yang disebut
dalam Quran sebagai Ashabul Yamin. Mereka ini
tahu dan kenal bahwa Alloh sangat mengetahui
terhadap mereka dan mereka merasa tunduk dan
tawaduk di Hadirat Alloh SWT tetapi tidaklah
sampai mereka melenyapkan dan
menenggelamkan pikiran dan khayalan mereka
dalam mengenang Alloh saja sehingga tidak
peduli keadaan keliling mereka. Mereka sadar diri
mereka dan sadar terhadap alam ini. Keadaan
mereka adalah seperti seorang yang terkejut
karena didapati dalam keadaan telanjang dan
cepat-cepat menutup aurat mereka.
Golongan yang satu lagi adalah seperti orang
yang tiba-tiba mendapati diri mereka di majlis raja
yang besar lalu ia merasa tidak tentu arah dan
merasa takjub.
Golongan yang mula-mula itu memeriksa terlebih
dahulu apa yang memasuki hati mereka dengan
rapi sekali, karena di hari kiamat kelak tiga
persoalan akan ditanya terhadap tiap-tiap
perbuatan. Dan tindakan yang telah dilakukan.
Pertama: “Kenapa kamu membuat ini?” ,
Kedua: “Dengan cara apa kamu membuat ini?”,
dan
Ketiga: “Untuk tujuan apa kamu melakukan ini?”.
Yang pertama itu dipermasalahkan karena
seseorang itu hendaklah bertindak dari niat dan
dorongan Ketuhanan dan bukan dorongan
Syaitan dan hawa nafsu.
Jika masalah itu dijawab dengan memuaskan hati,
maka diadakan ujian kedua yaitu masalah
bagaiman tindakan itu dilakukan dengan bijak,
dengan cara baik, atau dengan cara tidak peduli
atau tidak baik.
Yang ketiga, adanya perbuatan dan tindakan itu
karena Alloh semataa atau bukan karena hendak
disanjung oleh manusia.
Jika seseorang itu memahami makna dari
masalah masalah ini, maka ia tentu berhati-hati
sekali terhadap keadaan hatinya dan bagaimana ia
melawan pikiran yang mungkin menimbulkan
tindakannya. Sebenarnya memilih dan menapis
pikiran dan khayalan itu sangatlah susah dan
rumit.
Barangsiapa yang tidak sanggup membuatnya
hendaklah pergi berguru dengan orang-orang
keruhanian. Mengaji dan berguru dengan mereka
itu dapat mendatangkan cahaya ke dalam hati. Dia
hendaklah menjauhkan diri dari orang-orang alim
kedunian kerena mereka ini adalah alat atau ujian
syaitan.
Alloh berfirman kepada Nabi Daud a.s.;
” Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan
kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka
berilah keputusan (perkara) di antara manusia
dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari
jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang
sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang
berat, karena mereka melupakan hari
perhitungan. “. (Shaad:26)
Nabi Muhammad SAW. pernah bersabda;
“Alloh kasih kepada orang yang tajam matanya
terhadap hal-hal yang menimbulkan syak-
wasangka dan tidak membiarkan akalnya
diganggui oleh serangan hawa nafsu”.
Akal dan pilihan sangat berkaitan, dan orang yang
akalnya tidak menguasai hawa nafsu tidak akan
dapat memilih yang baik dari yang jahat.
Disamping membuat pilihan dan berhati-hati
sebelum bertindak, maka seseorang itu hendaklah
menghitung dan menyadari apa yang telah
dilakukannya dahulu. Tiap-tiap malam periksalah
dengan hati dan lihatlah apa yang telah dilakukan
dan sama adanya untung atau rugi dalam bisnis
keruhaniaan ini. Ini adalah penting karena hati itu
ibarat rekan dalam berbisnis yang jahat yang
senantiasa hendak menipu dan menjilat. Kadang-
kadang ia menunjukkan diri jahatnya itu.
Sebaliknya topeng taat kepada Alloh, agar
manusia menganggap ia telah beruntung tetapi
sebenarnya ia telah rugi.
Seorang Wali Alloh bernama Amiya yang
berumur 60 tahun telah menghitung berapa hari
umurnya. Maka didapati umurnya ialah selama
21, 600 hari.
Beliau berkata kepada dirinya sendiri :
“Aduhai! jika saya telah melakukan satu dosa
dalam sehari, bagaimana saya hendak lari dari
beban 21, 600 dosa?”.
Beliau menjerit dan terus rebah. Apabila orang
datang hendak mengangkatkannya, mereka telah
mendapati beliau telah meninggal dunia. Tetapi
malang , kebanyakan orang telah lupa. Mereka
tidak memperhitung diri mereka sendiri. Jika tiap-
tiap satu dosa itu diibaratkan sebiji batu, maka
penuhlah sebuah rumah dengan batu itu. Jika
malaikat Kiraman Kaatibin meminta gaji karena
menulis dosa yang telah manusia lakukan, maka
tentulah habis uangnya bahkan tidak cukup untuk
membayar gaji mereka itu. Orang berpuas hati
membilang biji tasbih sambil berzikir nama Alloh,
tetapi mereka tidak ada biji tasbih untuk mengira
berapa banyak percakapan sia-sia yang telah
diucapkannya. Oleh karena itulah, Khalifah Omar
berkata :
“Timbanglah perkataan dan perbuatanmu
sekarang sebelum ia dipertimbangkan di akhirat
kelak”.
Beliau sendiri sebelum pergi tidur malam hari
memukul kakinya dengan cambuk sambil
berkata : “Apa yang telah engkau lakukan hari
ini?”.
Suatu hari Thalhah sedang sembahyang di
bawah pohon-pohon kurma dan terlihat olehnya
seekor burung yang jinak berterbangan di situ.
Karena memandang burung itu beliau terlupa
berapa kalikah beliau sujud. Untuk menghukum
dirinya karena kelalaian itu, beliau pun memberi
pohon-pohon khurma itu kepada orang lain.
Aulia Alloh mengetahui hawa nafsu mereka itu
selalu membawa kepada kesesatan. Oleh itu
mereka berhati-hati benar dan menghukum diri
mereka setiap kali mereka telah melanggar batas.
Jika seseorang itu mendapati diri mereka telah
terjauh dan menyeleweng dari sifat zuhud dan
disiplin diri, maka sepatutnya beliau belajar dan
meminta nasihat dari orang yang pakar dalam
latihan keruhanian, supaya hati mereka lebih
bersemangat kepada sifat zuhud, disiplin diri dan
akhlak yang suci itu.
Seorang Wali Alloh pernah berkata,
“Apabila saya berasa merosot dalam disiplin diri,
saya akan melihat Muhammad bin Abu Wasi, dan
melihat beliau itu bersemagatlah hatiku sekurang-
kurangnya seminggu”.
Jika seseorang itu tidak mendapati seseorang
yang zuhud di sekitarnya, maka indahlah
mengkaji riwayat Aulia Alloh. indah juga ia
menasihat jiwanya seperti demikian :
“Wahai jiwaku! engkau fikir dirimu cerdik pandai
dan engkau marah jika disebut bodoh. Maka
apakah engkau ini? Engkau sediakan kain baju
untuk melindungi dingin tetapi tidak bersedia
untuk kembali ke akhirat.
Keadaanmu adalah seperti orang dalam musim
sejuk berkata :
“Aku tidak pakai pakaian panas, cukuplah aku
bertawakkal kepada Alloh untuk melindungi aku
dari dingin”.
Dia telah lupa bahwa Alloh disamping menjadikan
dingin itu ada juga memberi petunjuk kepada
manusia bagaimana membuat pakaian untuk
melindungi dari dari sejuk dan dingin, dan
disediakan alat dan bahan-bahan untuk membuat
pakaian itu. Ingatlah jiwa! hukuman kepadamu di
akhirat kelak bukanlah karena Alloh murka karena
tidak patuhmu, dan janganlah berkata :
“Bagaimana pula dosaku boleh menyakiti Alloh?
Adakah hawa nafsumu sendiri yang menyalakan
api neraka di dalam dirimu sendiri, seperti orang
yang memakan makanan yang membawa
penyakit. adalah penyakit itu tejadi dalam tubuh
manusia, dan bukan karena dokter marah
kepadanya karena tidak mematuhi perintahnya.
“Tidak malukah kamu wahai jiwa! karena kamu
sangat cenderung kepada dunia!!!. Jika kamu tidak
percaya dengan Syurga dan Neraka, maka
sekurang-kurangnya percayalah kepada mati
yang akan merampas dari kamu semua
keindahan dunia dunia dan membuat kamu
merasa kepayahan berpisah dari dunia ini.
Semakin kuat keterikan kamu kepada dunia, maka
semakin pedihlah yang kamu rasakan.
Apakah dunia ini bagimu? Jika seluruh dunia ini
dari Timur ke Barat kepunyaanmu dan
menyembahmu, namun itu tidaklah lama. Akan
semuanya hancur jadi abu bersama dirimu
sendiri dan namamu makin lama makin
dilupakan, seperti Raja-raja yang dahulu sebelum
kamu. Setelah kamu melihat bagaimana kecil dan
kerdilnya kamu di dunia ini, maka kenapa kamu
bergila-gila benar menjual keindahan dan
kebahagiaan yang abadi dan memilih kebahagian
yang sementara seperti menjual intan berlian
yang mahal untuk mendapatkan kaca yang tidak
berharga, dan menjadikan kamu bahan ketawa
orang lain?”

TERJEMAHAN KITAB KIMYATUSY SYA'ADAH (IMAM AL GHAZALI) VI.MENGENAL AKHIRAT

Semua orang-orang yang percaya dengan Al-
Qur’an dan Hadis mengetahui tentang
kebahagiaan di Surga dan keazaban di Neraka
yang akan dirasakan di Akhirat kelak.
Tetapi banyak orang yang tidak mengetahui
adanya Surga dan Neraka Ruhaniah.
Berkenaan Surga Ruhaniah ini, Alloh pernah
berfirman kepada Nabinya :
“mata tidak pernah melihat, telinga tidak pernah
mendengar, dan hati tidak pernah berfikir tentang
hal-hal yang disediakan bagi orang-orang yang
sholeh.”
Dalam hati orang-orang yang diberi Nur (cahaya)
oleh Alloh s.w.t, ada satu pintu yang terbuka
menghadap kepada hakikat-hakikat Alam
Keruhaniaan, dan dengan itu ia tahu rasa
pengalaman sebenarnya, bukan omong-omong
kosong saja atau kepercayaan yang turun-
menurun, berkenaan apa yang mendatangkan
kerusakan dan apa yng mendatangkan
kebahagiaan dalam Jiwa (ruh) sebagaimana
terangnya dan pastinya dokter-dokter
mengetahui apa yang menyebabkan sakit dan
apa yang menyebabkan kesehatan pada tubuh.
Dia tahu bahwa mengenal Alloh dan ibadat itu
adalah obat penawar, dan jahat serta dosa itu
adalah racun bisa kepada ruh.
Banyak orang, bahkan orang-orang “Alim”,
karena membabi buta mencela pendapat orang
lain, tidak yakin sebenarnya dalam kepercayaan
mereka tentang kebahagiaan dan azab ruh di
Akhirat nanti. Tetapi orang yang penuh keyakinan
tanpa diganggui oleh perasangka akan mencapai
keyakinan penuh dalam hal ini.
Manusia ada dua jiwa (Ruh) yaitu Ruh Kehewanan
dan Ruh Insan (Ruh Keruhanian). Ruh Keruhanian
ini adalah tabiatnya bersifat malaikat. Tempat
duduk Ruh kehewanan ialah hati. Dari hati itu ruh
ini keluar seperti uap halus dan meliputi semua
anggota tubuh, yang memberi dan penglihatan
kepada mata, dia mendengar kepada telinga, dan
dia pada tiap-tiap anggota yang lain untuk
menjalankan tugasnya masing-masing. Ruh ini
bolehlah diibaratkan sebagai lampu rumah dalam
sebuah rumah. Cahayanya menyinari dinding
rumah itu. Hati itu ibarat sumbu lampu tersebut.
Apabila minyak terputus karena sebab-sebab
tertentu, maka padamlah lampu itu. Demikianlah
juga matinya ruh binatang (ruh kehewanan) itu.
Berlainan dengan Ruh Keruhanian. Ruh
Keruhanian itu tidak boleh dipecah-pecah atau
dibagikan-bagikan. Dengan ruh inilah manusia
mengenal Tuhannya. Bolehlah dikatakan bahwa
Ruh Keruhanian ini adalah penunggang ruh
kehewanan itu. Meskipun Ruh kehewanan mati
dan hancur binasa, namun Ruh Keruhanian itu
tetap hidup dan tidak binasa. Ruh keruhanian ini
ibarat penunggang yang telah turun dari kudanya
atau ibarat pemburu yang telah hilang senjatanya,
apabila seseorang itu meninggal dunia. Kuda dan
senjata itu diberi kepada ruh manusia itu supaya
dengan itu ia dapat memburu dan menangkap
Cinta dan Makrifat kepada Alloh. Jika buruan tadi
telah ditangkap, maka tidaklah ada sesal dan duka
lagi. Sebaliknya suka dan puas hatilah ia dan
dapatlah ia meletakkan senjata dan kuda keletihan
itu ke tepi Berhubung dengan hal ini,
Nabi pernah dan bersabda :
“Mati itu adalah hadiah dari Alloh kepada orang-
orang mukmin.”
Tetapi sayang sekali, seribu kali sayang bagi ruh
yang kehilangan kuda dan senjata sebelum ia
dapat menangkap barang buruan itu. Tidaklah
terkira lagi sesal dan dukanya.
Kita akan terangkan lebih lanjut bagaimana
berbedanya Ruh Insan atau Ruh Keruhanian itu
dari tubuh dan anggotanya. Anggota tubuh
mungkin lumpuh dan tidak berkerja lagi. Tetapi
ruh tidak rusak apa-apa. Begitu juga tubuh
sekarang ini, tidak lagi tubuh kita semasa bayi
dahulu, bahkan berbeda langsung. Tetapi
keperibadian kita sekarang adalah serupa dengan
keperibadian kita di masa bayi dahulu.
Nampaklah kepada kita betapa kekalnya ruh itu
meskipun tubuh telah hancur binasa.
Ruh ini kekal bersama dengan sifat-sifatnya yang
tidak bersangkutan dengan tubuh seperti Cinta
kepada Alloh dan Makrifat Alloh.
Inilah yang dimaksud oleh Al-Quran :
Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang
beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling
berkasih sayang dengan orang-orang yang
menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-
orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau
saudara-saudara atau pun keluarga mereka.
Mereka itulah orang-orang yang Allah telah
menanamkan keimanan dalam hati mereka dan
menguatkan mereka dengan pertolongan yang
datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya
mereka ke dalam surga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya. Allah rida terhadap mereka dan
mereka pun merasa puas terhadap (limpahan
rahmat) -Nya. Mereka itulah golongan Allah.
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah
itulah golongan yang beruntung. (Mujaadilah:22)
Tetapi jika kita meninggal dunia tidak membawa
ilmu atau pengenalan tentang Alloh (makrifat) dan
sebaliknya mati dalam Jahil tentang Alloh, di mana
Jahil itu adalah satu dari sifat penting juga, maka
teruslah kita dalam kegelapan ruh dan azab
sengsara. Sebab itu Al-Quran ada menyatakan:
Dan barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini,
niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula)
dan lebih tersesat dari jalan (yang benar). ( Al -
Israil:72)
Sebab Ruh lnsan kembali ke Alam Tinggi itu ialah
karena asalnya di sana dan tabiatnya bersifat
kemalaikatan. Ruh Insan itu dihantar ke alam
rendah atau dunia ini, berlawanan dengan
kehendaknya, dengan tujuan mencari
pengetahuan dan pengalaman, seperti firman
Alloh dalam Al-Qur’an :
Kami berfirman: “Turunlah kamu semua dari
surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku
kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti
petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas
mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.
(Al Baqoroh:38)
dan firman Alloh lagi :
Maka apabila Aku telah menyempurnakan
kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya
ruh (ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu
kepadanya dengan bersujud. Al-Hijr:29)
Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa tempat asal
Ruh Insan itu ialah dari Alam Tinggi sana .
Kesehatan Ruh Kehewanan atas keseimbangan
bagian-bagian. Apabila keseimbangan ini telah
cacat, maka dapat diperbaiki dengan obat-obat
yang sesuai. Maka begitu jugalah kesehatan Ruh
Insan , ia terdiri ada keseimbangan akhlak.
Ke seimbangan akhlak ini dipelihara dan
diperbaiki. Dengan arahan-arahan kesusilaan
(akhlak) dan ajaran akhlak.
Berkenaan wujudnya Ruh Insan ini di akhirat
kelak, maka kita telah tahu bahwa Ruh Insan itu
adalah tidak terikat kepada tubuh. Segala bantahan
terhadap wujudnya ruh ini selepas mati adalah
berdasarkan pada prasangka, ia terpaksa
mendapatkan semula tubuhnya yang di dunia
dulu yang telah hancur menjadi tanah. Setengah
orang menyangka Ruh Insan itu binasa setelah
mati, kemudian diwujudkan dan dihidupkan
semula. Tetapi ini adalah berlawanan dengan Akal
dan juga Al-Qur’an. Akal membuktikan bahwa
mati itu tidak membinasakan hakikat seseorang
itu dan Al-Qur’an mengatakan :
“Janganlah kamu berkira-kira bahwa orang-orang
yang mati (gugur) di jalan Alloh mati, bahkan
mereka itu hidup di sisi TuhanNya dengan
mendapat rezeki” (Al-Imran:169)
Tidak ada satu perkataan pun yang tersebut
dalam hukum berkenaan orang-orang yang mati
itu telah binasa, dan orang itu baik atau jahat,
bahkan Nabi SAW. pernah bertanya kepada Ruh
orang-orang kafir yang terbunuh, apakah mereka
telah menjumpai hukum yang baginda katakan
kepada mereka itu, benar atau bohong. Apabila
sahabat-sahabat Nabi bertanya kepada baginda
apakah faedahnya bertanya kepada mereka yang
telah mati, baginda menjawab :
“Mereka mendengar kata-kataku lebih jelas dari
kamu mendengarnya”.
Ada juga orang-orang Sufi yang dibukakan hijab
bagi mereka. Maka nampaklah oleh mereka
syurga dan neraka, dalam keadaan mereka itu
tidak sadar diri. Setelah mereka sedar semula,
muka mereka menunjukkan apa yang mereka
lihat itu, apakah syurga atau neraka. Jika muka
mereka menunjukkan tanda-tanda gembira dan
senang, maka itulah tanda mereka telah melihat
syurga. Jika mereka seperti orang ketakutan dan
cemas, itulah tanda mereka melihat neraka. Tetapi
pandangan seperti ini tidaklah perlu untuk
membuktikan apa yang akan terjadi itu kepada
tiap-tiap orang yang berfikir, yaitu apabila mati
telah melepaskan inderanya pergi dan segalanya
hilang kecuali peribadinya saja yang tinggal dan
jika semasa di dunia ini ia sangat terikat kepada
benda yang dipandang oleh indera saja seperti
isteri, anak, harta-benda, tanah, uang ringgit, dan
sebagainya, maka tentu sekali ia akan terazab
apabila semua itu telah hilang darinya.
Sebaliknya jika ia semampunya memalingkan
mukanya dari segala benda di dunia dan
menumpukan Cinta kepada Alloh Taala, maka
jadilah mati itu sebagai cara melepaskan diri dari
tanggapan dan kaitan dunia, dan teruslah ia
berpadu dengan Alloh yang diCintainya. Sebab
itulah Nabi SAW. pernah bersabda,
“Mati itu ialah jaminan yang menyambungkan
sahabat dengan sahabat”.
dan sabda beliau lagi :
“Dunia ini syurga bagi orang kafir, tetapi penjara
bagi orang mukmin”.
Sebaliknya pula, Azab sengsara yang dirasakan
oleh Ruh itu setelah mati adalah berpuncak dari
terlalu kasih kepada dunia.
Nabi pernah mengatakan bahwa tiap-tiap orang
kafir setelah mati akan diazab oleh 99 ekor ular.
Tiap-tiap seekor ada sembilan kepala.
Ada juga orang yang bodoh. Mereka menggali
kubur orang kafir dan melihat tidakpun ada ular di
situ. Mereka tidak sedar bahwa ular itu berada
dalam Ruh si Kafir dan ular itu telah ada di situ
bahkan sebelum ia mati lagi, kerena ular itu adalah
sebenarnya sifat-sifat jahat mereka sendiri.
Diperlambangkan yaitu sifat-sifat dengki, benci,
menafiq, sombong, penipu dan lain-lain. Semua
itu secara langsung atau tidak langsung adalah
karena terlampau Kasih Kepada Dunia. Itulah
akibat mereka yang digambarkan oleh Al-Qur’an
dengan:
Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka
orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat,
hati mereka mengingkari (keesaan Allah),
sedangkan mereka sendiri adalah orang-orang
yang sombong. (An Nahl:22)
Jika ular itu hal di luar diri mereka, bolehlah
mereka lepas dari siksaan itu barang sebentar,
tetapi sebenarnya ular itu ialah sifat-sifat mereka
sendiri. Bagaimana mereka hendak melepaskan
diri ???
Kita ibaratkan demikian, Katalah seorang yang
menjual hamba perempuan tanpa mengetahui
bagaimana kasihnya ia kepada si hamba itu
hinggalah hamba itu telah jauh darinya. Lama
kelamaan, cintanya itu bertambah hebat dan kuat
benar hingga maulah ia menyiksa dirinya. Cinta
itu menyiksanya seperti seekor ular yang telah
menggigitnya hingga pingsan, dan kemudian
coba menghujamkan dirinya ke dalam api atau
terjun ke air untuk lari dari siksaan itu.
Demikianlah misalnya akibat kasih kepada dunia
dan bagi mereka yang ada berperasaan itu selalu,
tidak sadar hinggalah ia meninggal dunia. Maka
kemudian itu siksaan rindu dam birahi yang sia-
sia bertambah hebat hingga ia lebih suka
menukarkannya dengan berapa banyak pun ular
dan kala.
Oleh karena itu, tiap-tiap orang berbuat dosa
membawa bersamanya ke akhirat alat-alat
penyiksaannya sendiri.
Al-qur’an ada menerangkan :
” dan sesungguhnya kamu benar-benar akan
melihatnya dengan `ainulyaqin, “. (Al-Takatsur:07)
dan firman Alloh Taala lagi;
” Dan sesungguhnya Jahanam itu benar-benar
meliputi orang-orang yang kafir ” (Al-Taubah:49)
Dia (Alloh) tidak berkata;
“Akan meliputi mereka”. karena liputan itu telah
pun ada sekarang juga.
Mungkin ada orang yang membantah; “Jika
demikian keadaannya, siapakah yang akan dapat
melepaskan diri dari neraka, karena sedikit
sebanyak manusia itu pasti ada neraka di dunia?
Kami menjawab:
Ada juga orang, khususnya Faqir. Mereka ini
melaksanakan kaitan cintanya kepada dunia.
Walaupun begitu, ada juga orang yang beristeri,
beranak, berumah-tangga dan lain-lain lagi,
walaupun mereka ada kaitan dengan semua itu,
namun Cinta mereka terhadap Alloh tidak ada
tandingan dan mereka lebih Cinta kepada Alloh
melebihi dari yang lain.
Mereka ini adalah seperti orang yang ada
berumah-tangga di sebuah bandar yang
dicintainya. Tetapi apabila Raja atau Pemerintah
memberinya jabatan untuk bertugas di bandar
yang lain, dia rela berpindah ke bandar itu karena
jabatan itu lebih dicintai dari rumah-tangganya di
bandar itu. banyak Ambiya’ dan Aulia yang
sedemikian ini.
Sebagian besar pula manusia yang ada sedikit
Cinta kepada Alloh, tetapi sangat cinta kepada
dunia. Maka dengan itu mereka terpaksalah
menerima azab di akhirat sebelum mereka
dibersihkan dari karat-karat cinta kepada dunia itu.
Ramai orang yang mengaku Cinta kepada Alloh,
tetapi seseorang itu harus menilainya dan
menguji dirinya dengan memerhatikan
kemanakah cenderung lebih berat kalau perintah
Alloh bertentangan dengan kehendak nafsunya?
Orang yang mengatakan Cinta kepada Alloh tetapi
tidak dapat menahan dirinya darinya dan tidak
patuh kepada Alloh, maka orang itu sebenarnya
berbicara bohong.
Kita telah perhatikan di atas bahwa satu jenis
Neraka Keruhanian ialah berpisah secara paksa
dari keduniaan dengan keadaan itu sangat terkait
dan terikat dengan keduniaan itu. Banyak pula
orang yang membawa dalam diri mereka,
kuman-kuman neraka seperti ini tanpa mereka
sadari.
Di akhirat kelak, mereka akan merasa diri mereka
seperti Raja yang diturunkan dari takhta kerajaan
dan dijadikan alat gelak ketawa orang ramai, pada
hal sebelum ini mereka hidup dengan mewah
dan senang senang.
Jenis Neraka Keruhanian yang kedua ialah Malu,
yaitu apabila manusia itu tersadar dan melihat
keadaan perbuatan yang dilakukan dalam keadaan
hakiki yang sebenarnya tanpa selindung lagi.
Orang yang membuat fitnah akan melihat dirinya
dalam bentuk orang yang memakan daging
saudaranya sendiri, dan orang yang iri dengki
seperti yang melempar batu kepada tembok dan
batu itu mental ke belakang lalu mengenai mata
anaknya sendiri.
Jenis neraka seperti ini, yaitu Malu, bolehlah
dilambangkan dengan ibarat berikut. Katakanlah
seorang Raja merayai perkawinan anak lelakinya.
Di waktu petang, orang muda itu pergi bersama
sahabatnya berjalan-jalan dan tidak lama
kemudian kembali ke Istana (dalam keadaan
mabuk) . Dia masuk ke sebuah Dewan di mana
api (lilin) sedang menyala. Ia berbaring.
Disangkanya ia berbaring dekat isterinya.
Besoknya, apabila ia sadar semula, terperanjatlah
ia apabila dilihatnya dirinya berada dalam Rumah
Mayat orang-orang Majusi. Tempat
berbaringannya itu ialah keranda mayat itu dan
bentuk orang yang disangkakan isterinya itu ialah
sebenarnya mayat seorang perempuan tua yang
mulai busuk dan keriput. Ia pun keluar dari
Rumah Mayat itu dengan pakaian yang kotor dan
rupa yang lusuh. Alangkah malunya ia berjumpa
dengan ayahnya, Raja itu bersama dengan
pengiring-pengiringnya. Demikianlah gambaran
Malu yang dirasakan di akhirat kelak oleh mereka
yang di dunia ini tamak dan sombong dan
menumpukan seluruh jiwa raga kepada apa yang
mereka sangka sebagai keindahan dan
kenikmatan.
Nereka Keruhanian Yang Ketiga ialah sesal dan
putus asa dan gagal mencapai tujuan hidup yang
sebenarnya.
Manusia dijadikan untuk Mencerminkan Cahaya
Makrifat Alloh. Tetapi jika ia kembali ke akhirat
dengan jiwanya penuh mabuk dan karat hawa
nafsu, maka gagal lah ia mencapai tujuan
hidupnya di dunia ini. Sesal atau putus asanya
boleh digambarkan demikian.
Katalah seseorang melewatii hutan yang gelap
bersama kawan-kawannya. Di sana sini terlihat
kilauan cahaya batu yang berwarna-warni.
Kawannya memungut batu itu dan menasihatnya
supaya berbuat demikian juga. Kawannya
berkata, “Batu ini sangat mahal harganya di
tempat yang kita akan pergi sana “. Tetapi beliau
mentertawakan mereka dan mengatakan mereka
bodoh karena mengharapkan keuntungan yang
sia-sia yang belum tentu lagi. Dia pun terus
berjalan. Akhirnya mereka pun keluarlah dari
hutan yang gelap itu setelah berjalan beberapa
lama. Mereka dapati batu itu sebenarnya batu
Delima, Intan Berlian dan sangat bernilai dan
berharga. Alangkah sesal dan putus asanya ia
karena tidak mahu mengutip batu-batu itu
dahulu. Begitulah ibaratnya orang yang sesal di
akhirat kelak karena semasa mereka hidup di
dunia ini mereka lalai dan tidak berusaha untuk
mendapatkan intan permata kebajikan dan
perbendaharaan agama.
Perjalanan Insan melalui dunia ini bolehlah di-
bahagi-bahagikan kepada empat peringkat :
Peringkat Nafsu,
Peringkat Percobaan,
Peringkat Naluri dan
Peringkat Berakal.
Dalam Peringkat Pertama, manusia itu adalah
ibarat keledai. Meskipun ia ada penglihatan, tetapi
tidak ada ingatan. Ia terus membakar dirinya
berkali-kali ke dalam api lampu yang sama itu
juga.
Dalam Peringkat Kedua, ia adalah ibarat anjing ,
apabila dipukul sekali akan lari apabila melihat
kayu selepas itu.
Dalam Peringkat Ketiga, manusia itu ibarat kuda
atau biri-biri. Kedua-duanya akan lari secara
naluri, apabila melihat singa atau serigala, karena
haiwan itu adalah musuhnya semula jadi. Tetapi
meeka tidak lari apabila melihat unta atau lembu,
meskipun binatang-binatang itu lebih besar dari
tubuhnya.
Dalam Peringkat Keempat, manusia itu
melampaui perbatasan binatang dan boleh sedikit
sebanyak melihat ke hari depan dan
mempersiapkan untuk hari yang akan datang.
Pergerakannya mula-mula bolehlah
diumpamakan seperti berjalan di atas tanah,
kemudian mengembara atas lautan dalam kapal,
kemudian ia mengenal hakikat-hakikat hingga
dapat berjalan di atas air lait. Di atas peringkat itu
ada satu taraf lagi yang diketahui oleh Ambiya
dan Aulia Alloh, kemajuan mereka diibaratkan
sebagai burung terbang.
Oleh yang demikian, manusia dapat wujud dalam
beberapa peringkat dari binatang hingga ke
Malaikat. Di sini juga terletak bahayanya, yaitu
mungkin terjatuh ke taraf yang paling bawah dan
rendah. Dalam Al-Qur’an ada tercantum,
” Sesungguhnya Kami telah mengemukakan
amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung,
maka semuanya enggan untuk memikul amanat
itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya,
dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat lalim dan amat
bodoh “. (Al-ahzab:72)
Binatang dan Malaikat tidak dapat merubah
peringkat atau pangkat yang ditetapkan kepada
mereka, tetapi manusia boleh turun ke tempat
atau peringkat yang paling bawah, atau pun naik
ke peringkat Malaikat. Inilah maksud “beban” yang
dimaksudkan itu. Kebanyakan manusia memilih
tempat dalam dua peringkat yang bawah seperti
tersebut dahulu. Tempat yang tetap selalunya
tidak disukai oleh orang yang mengembara.
Kebanyakan mereka dalam peringkat atau kelas
yang bawah itu karena tidak ada kepercayaan
yang penuh dan tetap tentang hari Akhirat itu.
Kata mereka, Neraka itu adalah rekaan orang-
orang Agama saja untuk menakut-nakutkan
orang ramai, dan mereka pandang hina terhadap
orang-orang Agama. Untuk bertengkar dengan
mereka ini tidaklah berguna. Cukuplah bertanya
kepada mereka demikian untuk membuat mereka
merenung sebentarnya,
“Adakah kamu anggap 124, 000 orang Nabi dan
juga Aulia Alloh itu semuanya percaya dengan
Hari Akhirat itu semuanya salah dan kamu itu saja
yang betul?”.
Jika ia menjawab, “Ya, saya percaya sebagaimana
percaya saya dua itu lebih dari satu. Saya penuh
yakin tidak ada Ruh dan tidak ada bahagia dan
hidup sengsara di Hari Akhirat”.
Maka orang seperti itu tidak ada harapan lagi.
Biarkanlah mereka di situ. Kenanglah nasihat Al-
Qur’an;
” Dan siapakah yang lebih lalim daripada orang
yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari
Tuhannya lalu dia berpaling daripadanya dan
melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua
tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan
tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka
tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula)
sumbatan di telinga mereka, dan kendati pun
kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya
mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-
lamanya ” (Al-Kahfi:57)
Tetapi sekiranya orang itu berkata bahwa hidup di
Akhirat itu adalah satu kemungkinan tetapi doktrin
(kepercayaan) itu penuh dengan keraguan dan
kesulitan. Maka tidaklah mungkin untuk membuat
keputusan sama ada hal itu betul atau tidak. Maka
bolehlah dikatakan kepadanya,
“Lebih baik kamu fikirkan. Kalau kamu lapar
hendak makan dan tiba-tiba ada orang berkata
kepadamu dalam makanan itu ada racun yang
diludahkan oleh seekor ular yang bisa. Kamu
mungkin enggan memakan makanan itu dan
kamu rasa lebih baik tahankan saja lapar itu,
meskipun orang yang berkata itu mungkin
berbohong atau melawak saja”.
Atau pun katalah kamu sedang sakit dan seorang
pembuat Azimat berkata :
“Beri saya uang dan saya boleh tuliskan satu
Azimat untuk kamu gantung pada leher dan
Azimat itu akan menyembuhkan sakitmu”.
Mungkin kamu memberi orang itu uang untuk
membuat Azimat itu dengan harapan mendapat
faedah dari Azimat itu. Atau jika seorang ahli
Nujum berkata :
“Apabila bulan masuk ke falak bintang yang
tertentu, minumlah sekian-sekian obat, maka
sembuhlah kamu”.
Meskipun tidak percaya dengan Ilmu Nujum,
namun kamu mungkin mencobanya dengan
harapan supaya disembuhkan.
Tidakkah kamu berfikir bahwa adalah lebih baik
bergantung kepada perkataan para Ambiya’,
Auliya’ dan orang-orang Sholeh itu tentang Hari
Akhirat itu lebih baik daripada percaya akepada
penulis Azimat atau Ahli Nujum?
Ada orang yang belayar dalam kapal menembus
lautan yang penuh ombak gelombang yang
menelan manusia semata-mata dengan tujuan
untuk mendapat keuntungan yang sedikit, kenapa
pula kamu tidak kamu berkorban sedikit pun di
dunia ini karena untuk kebahgiaan yang abadi di
Akhirat kelak?
Pernah Sayyidina Ali berkata kepada seorang
Kafir; ” Jika pendapat kamu betul, kedua kita akan
merugilah di Akhirat kelak, tetapi jika kami betul,
maka terlepaslah kami dan kamulah yang akan
menderita”.
Beliau berkata demikian bukan karena beliau ragu-
ragu, tetapi semata-mata untuk menyadarkan
orang Kafir itu.
Dari apa yang kita baca di atas itu, maka tahulah
kita bahwa tugas utama hidup manusia di dunia
ini ialah untuk membuat persediaan bagi Akhirat.
Walaupun seorang itu ragu kehidupan di Akhirat
itu, Akal mencadangkan supaya orang itu
bertindak seolah-olah ianya ada, memandangkan
hal-hal besar yang akan ditempuh kelak. Selamat
sejahteralah mereka yang menurut ajaran Alloh
dan RasulNya.

TERJEMAHAN KITAB KIMYATUSY SYA'ADAH (IMAM AL GHAZALI) V.MENGENAL DUNIA INI

MENGENAL DUNIA INI
Dunia ini adalah ibarat pasar yang dilewati oleh
pengembara dalam perjalanannya menuju ke
suatu tempat. Di sinilah pengembara itu
mengumpulkan bekal untuk perjalanannya.
Pendeknya di sinilah manusia itu dengan
menggunakan indera jasmaninya, memperolehi
sedikit sebanyak pengetahuan tentang kerja-kerja
Alloh, dan melalui pengetahuan itu untuk
Mengenal Alloh. Pandangan terhadap Alloh inilah
yang menentukan kebahagiaan dan keselamatan
di hari kemudian, karena untuk mendapatkan
Ilmu Pengetahuan inilah, maka manusia turun ke
dunia dan tanah ini. Selagi inderanya ada bersama
dengannya, orang itu dikatakan berada “dalam
dunia ini”. Apabila indera ini meninggalkan jasad
dan hanya sifat-sifatnya yang perlu saja yang
tertinggal. maka orang itu dikatakan telah kembali
“ke akhirat”.
Semasa manusia itu berada dalam dunia ini, dua
hal perlu baginya.
Pertama , melindungi dan mengasuh
(memelihara) Ruhnya dan
Keduanya , memelihara dan menyelenggara
tubuhnya.
Makanan Ruh itu seperti yang tersebut sebelum
ini, ialah Mengenal dan Cinta kepada Alloh.
Jika cinta itu ditumpukan sepenuhnya kepada ”
ghair Alloh” (selain Alloh), maka binasalah Ruh itu.
Tubuh itu hanya ibarat binatang tunggangan bagi
Ruh. Tubuh itu akan hancur tetapi Ruh tetap
hidup. Ruh itu sepatutnya memelihara tubuh.
Ibarat orang yang hendak mengerjakan Haji ke
Mekah, ia perlu memelihara untanya, tetapi jika ia
menghabiskan masa dengan memberi makan
dan menghias untanya saja, maka kafilah akan
meninggalkan ia di belakang dan binasalah ia di
padang pasir.
Keperluan tubuh manusia itu terbagi kepada tiga
saja yaitu makanan, pakaian, dan tempat tinggal.
Tetapi keinginan tubuh yang ada pada seseorang
untuk mendapatkan tiga hal itu cenderung
melawan akal dan melebihkan dari tiga hal itu.
Oleh itu, perlulah kemauan itu disekat dan dibatasi
dengan undang-undang syariat yang dibawa oleh
Rasul-Rasul.
Berkenaan dunia ini pula, di mana kita tinggal ,
terbagi kepada tiga – yaitu binatang, tumbuh-
tumbuhan dan galian (logam). Hasil ketiga hal ini
sentiasa diperlukan oleh manusia dan melahirkan
tiga pekerjaan yang utama pada manusia yaitu :
• Kerja Menenun,
• Kerja Membina dan
• Kerja-kerja Logam.
Ini pula terbagi kepada beberapa cabang lagi
seperti Tukang Jahit, Tukang Batu, Tukang Besi
dan lain-lain lagi. Tidak ada yang bebas sendiri,
perlu saling berkaitan. Maka timbullah
perhubungan dan perkaitan perdagangan dan
perniagaan.
Di sini timbul pula keadaan-keadaan yang
menerbitkan Hasad, Dengki, Tamak, loba dan
berbagai-bagai penyakit Jiwa(Ruh). Dengan itu
timbul pula pertengkaran dan persengketaan serta
keperluaan untuk berpolitik, berkerajaan dan
pengetahuan tentang undang-undang.
Oleh yang demikian, pekerjaan dan perdagangan
di dunia ini makin bertambah rumit dan kusut
dan kompleks. Ini karena manusia telah lupa
bahwa keperluan mereka yang utama adalah
hanya tiga hal saja yaitu pakaian, makanan dan
tempat tinggal.
Diri ini hanya bertujuan untuk menjadikan tubuh
itu layak bagi tunggangan Ruh dalam perjalanan
menuju ke akhirat. Mereka telah sama terlena
seperti orang yang pergi ke Mekah, mereka telah
lupa tujuan perjalanan dan dirinya sendiri, lalu
menghabiskan masa memberi makan dan
menghias untanya. Manusia pasti terpesona dan
terpikat oleh dunia kecuali ia berhati-hati benar
supaya tidak tergoda. Nabi ada bersabda
mengatakan bahwa dunia ini ibarat Tukang Sihir
yang lebih pintar dari Harut dan Marut.
Dunia ini menipu kita dengan cara sebagai
berikut :
Pertama, ia berpura-pura kekal bersama kita
padahal sebenarnya ia sentiasa berlalu saat demi
saat sambil melambaikan tangan mengatakan
Selamat Tinggal kepada kita, seperti bayang-
bayang yang nampaknya tetap tetapi sebenarnya
bergerak.
Kedua, Dunia ini berpusing seperti seperti Ahli
Sihir yang menarik tetapi jahat. Ia berpura-pura
Cinta kepada kita, suka kepada kita, tetapi
kemudian ia pergi kepada musuh dan
meninggalkan kita manusia kesedihan dan putus
asa. Nabi Isa Alaihissalam melihat dunia ini seperti
bentuk nenek berkebaya tua yang buruk. Beliau
bertanya kepada dunia itu berapakah suami yang
ia ada. Dunia itu menjawab suaminya tidak terkira
banyaknya. Beliau bertanya lagi adakah suaminya
itu telah mati atau telah diceraikan. Katanya semua
mereka itu telah dibunuhnya.
Nabi Isa Alaihissalam berkata :
“Aku heran kenapa manusia bodoh, telah melihat
bagaimana anda melakukan kekejaman itu
namun masih juga mereka suka dan cinta kepada
anda”.
Nenek berkebayan yang jahat ini memakai
pakaian yang indah-indah dan menutup
mukanya. Kemudian ia pergi menggoda
manusia. Banyaklah manusia yang tergoda dan
tertipu dan dibinasakannya. Nabi SAW. pernah
bersabda bahwa di hari Qiyamat kelak, dunia ini
akan berupa dengan bentuk Ahli Sihir, matanya
hijau dan giginya menonjol keluar. Orang yang
melihatnya akan berkata :
“Kasihanilah kami! Siapakah ini?”
Malaikat akan menjawab;
“Inilah dunia yang kamu perbuat dan
pertengkarkan, yang kamu bunuh-membunuh
dan sembelih-menyembelih antara satu sama
lain”.
Kemudian dia akan dilemparkan ke Neraka dan di
situlah ia akan menjerit :
Oh Tuhan!!! Di manakah mereka yang mencintai
aku dahulu”.
Kemudian Alloh perintahkan mereka itu
dilemparkan juga ke dalam Neraka itu.
Barangsiapa bertafakur dengan serius bahwa
dahulunya dunia ini tidak wujud dan di masa
akan datang ia akan hilang sirna, maka nampaklah
ia bahwa dunia ini ibarat perjalanan di mana
peringkat-peringkatnya berupa tahun, bulan dan
batunya dengan harinya, dan langkahnya dengan
saat. Tidak dapat hendak diceritakan bagaimana
ruginya mereka yang menganggap dunia ini
tempat kediamannya yang kekal dan membuat
rancangan untuk sepuluh tahun yang akan
datang pada mungkin ia akan berada dalam
kubur dalam tempo sepuluh hari lagi. Siapa
tahu ??.
Siapa yang meninggalkan dirinya dalam lautan
keindahan dunia fana ini, di masa matinya akan
jadi seperti orang yang menyumbatkan mulut
dan perutnya dengan makanan dan kemudian ia
memuntahkan semula. Kelazatannya hilang sirna.
Yang tertinggal hanyalah dan aib.
Makin banyak harta-benda, uang, rumah dan
taman yang indah dimilikinya, makin pedih dan
payahlah ia hendak meninggalkan semua itu.
Kepedihan dan kesusahan ini akan dibawa hingga
selepas mati karena jiwa yang sudah biasa
dengan nafsu dunia itu akan menjadi sombong
juga selepas mati dan di Akhirat kelak akan
merasakan kesusahan dan kepedihan karena
kemauan dan keinginan yang tidak merasa puas.
Satu daripada ciri atau sifat hal keduniaan ini ialah
pada mulanya nampak seperti hal kecil saja, tetapi
tiap-tiap hal yang nampak “kecil” ini bercabang
hingga tidak terhingga lagi banyaknya, hingga ia
menelan dan membolot seluruh masa dan tenaga
manusia itu.
Nabi Isa Alaihissalam pernah berkata :
“Orang yang cinta kepada dunia itu ibarat orang
yang
meminum air laut, makin diminum makin haus
hingga akhirnya ia binasa, namun dahaga tidak
juga hilang”.
Nabi SAW. pernah bersabda;
“Tidaklah kamu bercampur dengan keduniaan itu
melainkan kamu dikotori sebagaimana orang
yang masuk ke air, pasti akan basah”.
Dunia ini ibarat meja yang di atasnya ada
hidangan untuk tamu yang datang silih berganti.
Di atasnya ada pinggan mangkuk emas dan
perak, penuh dengan makanan yang sedap-
sedap, dan bau-bauan yang harum mewangi.
Tetapi seorang yang bijak akan makan
seperlunya, menghirup wangi-wangian itu,
mengucapkan terima kasih kepada tuan rumah,
dan kemudian pergi.
Tetapi tamu yang bodoh, sebaliknya hendak
membawa pulang pinggang mangkuk emas dan
perak itu, tetapi benda-benda itu dirampas balik
darinya. Ia suruh pergi. Maka malu dan hina serta
putus asa saja yang diperolehnya.
Sekarang kita tutup penerangan kita tentang tipu
muslihat dunia ini dengan ibarat yang berikut.
Katalah sebuah kapal tiba di sebuah pulau yang
penuh sesak dengan penumpang. Nakhoda kapal
itu memberitahu penumpang-penumpang kapal
itu ia hendak singgah bebarapa jam saja di pulau
itu, dan mereka boleh naik ke pantai untuk
sementara waktu tetapi jangan terlampau lama.
Maka turunlah penumpang-penumpang itu ke
pantai dan masing-masing pergi ke sana dan
kemari sesuka hatinya.
Orang yang bijak di antara mereka itu akan
kembali ke kapal dalam masa yang singkat saja
dan apabila melihat kapal itu lapang mereka pun
mencari tempat yang nyaman untuk duduk.
Kumpulan penumpang yang kedua pula berjalan
ke sana ke mari lama sedikit sambil menikmati
keindahan pokok-pokok dan bunga-bunga dan
mendengar burung-burung menyanyi. Setelah
kembali ke kapal, mereka mendapatkan tempat-
tempat yang baik di kapal itu telah diduduki dan
terpaksalah mereka berpuas hati dengan tempat
yang kurang nyaman itu.
Kumpulan yang ketiga berjalan dan bersiar makin
jauh di pulau itu dan mereka membawa batu-
batu yang beraneka warna untuk dibawa ke
kapal. karena mereka lambat kembali ke kapal itu,
terpaksalah mereka duduk di tempat-tempat yang
kurang baik di dalam perut kapal itu. Mereka
dapati batu yang berkilauan yang mereka bawa
itu telah hilang kilauan dan warna-warninya.
Kemudian yang terakhir pula telah merayau-
rayau terlalu jauh ke tengah pulau itu hingga tidak
sadar masa untuk belayar telah hampir tiba dan
tidak pula mendengar panggilan nakhoda itu
karena mereka terlampau jauh. Maka terpaksalah
kapal itu belayar lagi tanpa mereka. Maka
menyesalah mereka dengan putus asa dan
dukacita dan akhirnya binasalah mereka karena
dahaga dan kepalaran ataupun dimakan oleh
binatang-binatang buas.
Kumpulan pertama itu ibarat orang-orang yang
beriman yang menjauhkan diri dari pengaruh
keduniaan; dan kumpulan yang terakhir ialah
ibarat orang-orang kafir yang hanya memandang
dunia ini saja dan lupa akhirat. Dua golongan
yang di antara itu adalah mereka yang
memelihara Imannya mereka tetapi mengikut
kata hati dengan mengurangi hal-hal yang tidak
berfaedah di dunia ini.
Meskipun kita telah bercakap banyak mengecam
dunia ini, tetapi hendaklah diingat bahwa ada juga
hal-hal di dunia ini yang bukan terdiri dari benda
keduniaan, seperti Ilmu Pengetahuan dan Amal
Sholeh. Manusia akan membawa bersamanya
apa-apa Ilmu yang ia punyai masuk ke Alam
Akhirat.
Meskipun amal sholehnya telah berlalu, namun
kesannya tetap tinggal dalam wataknya atau
keperibadiannya khususnya dalam hal
peribadatan, yang menghasilkan Cinta kepada
Alloh dan mengenangNya sentiasa. Inilah
sebagian dari “hal-hal yang baik” yang tersebut di
dalam Al-Qur’an sebagai berikut :
Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kamu
ada Rasulullah. Kalau ia menuruti (kemauan)
kamu dalam beberapa urusan benar-benarlah
kamu akan mendapat kesusahan tetapi Allah
menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan
menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta
menjadikan kamu benci kepada kekafiran,
kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-
orang yang mengikuti jalan yang lurus,
(Hujurat:7)
Lain-lain hal baik dalam dunia ini, seperti nikah,
makanan, pakaian dan sebagainya digunakan oleh
orang-orang yang bijaksana menurut kadarnya
kerena ini semua menolongnya untuk mencapai
ke Alam akhirat. Apa saja yang menarik seluruh
perhatian hati yang menyebabkan tertambat ke
dunia ini dan lupa ke Akihrat, adalah sebenarnya
jahat semata-mata. Ini diibaratkan oleh Nabi SAW
demikian;
“Dunia ini celaka dan semua hal dalam dunia ini
celaka, kecuali Zikir Alloh (mengenang Alloh) dan
apa-apa saja yang membantu (untuk mengingati
Alloh) ”
Firman Alloh SWT dalam Al-Quran :
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati
mereka menjadi tenteram dengan mengingat
Allah (Zikir). Ingatlah, hanya dengan mengingat
Allah-lah (Zikir) hati menjadi tenteram.(AR RAD:38

TERJEMAHAN KITAB KIMYATUSY SYA'ADAH (IMAM AL GHAZALI) IV.MENGENAL ALLOH

Satu Hadis Nabi Muhammad SAW. yang
masyhur ialah;
“Siapa yang mengenal dirinya, mengenal ia akan
TuhanNya”
Ini berarti dengan mematuhi dan memikirkan
tentang dirinya dan sifat-sifatnya, manusia itu bisa
sampai mengenal Alloh. Tetapi oleh karena
banyak juga orang yang memikirkan tentang
dirinya tetapi tidak dapat mengenal Tuhan, maka
tentulah ada cara-caranya yang khusus bagi
mengenal ini.
Sebenarnya ada dua cara untuk mencapai
pengetahuan atau pengenalan ini. Salah satunya
sangat sulit dan sukar difahami oleh orang-orang
biasa, maka cara yang ini tidak usahlah kita
terangkan di sini. Yang satu cara lagi adalah
seperti berikut:
Apabila seseorang memikirkan dirinya, dia tahu
bahwa ada suatu ketika ia tidak berwujud, seperti
tersebut dalam Al-Quran:
“Bukankah telah datang atas manusia satu waktu
sesuatu yang dapat disebut?” (Al Insan:1)
Selanjutnya ia juga tahu bahwa ia dijadikan diri
setitik air yang tidak ada akal, pendengar,
penglihatan, kepala, tangan, kaki dan sebagainya,
dari sini teranglah bahwa walau bagaimanapun
seseorang itu mencapai taraf kesempurnaan,
tidaklah dapat ia membuat dirinya sendiri
meeskipun hanya sehelai rambut.
Kemudian pula jika ia setitik air, alangkah
lemahnya ia? Demikianlah seperti yang kita lihat di
bab pertama dulu, didapatinya dalam dirinya
kekuasaan, kebijaksanaan dan kecintaannya
terhadap Alloh terbayang dalam bentuk yang
kecil. Jika semua manusia dalam dunia ini
berkumpul dan mereka tidak mati, niscaya
mereka tidak dapat mengubah dan memperbaiki
bentuk walau satu bagian dari tubuhnya itu.
Misalnya, dalam penggunaan gigi depan dan gigi
samping untuk menghancurkan makanan,
penggunaan lidah, air liur, tengkuk, kerongkong,
kita dapatinya penciptaan itu tidak dapat diperbaiki
lagi. Begitu juga, fikirkan pula tangan dan jari kita.
Jari ada lima dan tidak pula sama panjang, empat
daripada jari itu mempunyai tiga persendian, dan
ibu jari hanya ada dua persendian, dan lihat pula
bagaimana ia bisa digunakan untuk memegang,
mencincang, memukul dan sebagainya. Jelas
sekali manusia tidak akan dapat berbuat demikian,
meski hendak menambah atau mengurangkan
jumlah jari itu dan susunannya .
Lihat pula makanan, tempat tinggal kita dan
sebagainya. Semuanya cukup dikurniakan oleh
Alloh yang maha kaya. Tahulah kita bahwa
rahmat atau Kasih Sayang Alloh itu sama dengan
Kekuasaan dan Kebijaksanaan-Nya, seperti firman
Alloh Subhanahuwa Taala.
“RahmatKu itu lebih besar dari kemurkaanKu”
Dan sabda Nabi SAW:
“Alloh itu sayang kepada hamba-hambanya lebih
dari sayang ibu kepada anaknya”
Demikianlah, dari makhluk yang dijadikanNya,
manusia bisa tahu tentang wujud Alloh, dari
keajaiban tubuhnya, ia dapat tahu tentang
Kekuasaan dan Kebijaksanaanya Alloh; dan dari
kurnia rezeki Tuhan yang tidak terbatas itu,
nampaklah Cinta Alloh kepada hambaNya.
Dengan cara ini, mengenal diri sendiri itu menjadi
anak kunci kepada pintu untuk mengenal Alloh
Subhanawa Taala.
Sifat-sifat manusia itu adalah bayangan Sifat-sifat
Alloh. Begitu juga cara wujud ruh manusia itu
memberi kita sedikit pandangan tentang wujud
Alloh, yaitu Alloh dan ruh itu tidak kelihatan, tidak
bisa dibagi-bagi atau dipecah-pecahkan, tidak
tunduk kepada ruang dan waktu, diluar
kemampuan kuantitas (jumlah) dan kualitas, dan
tidak bisa diperikan dengan bentuk, warna atau
ukuran. Orang merasa sulit hendak membentuk
satu konsep berkenaan hakikat-hakikat ini karena
ia tidak termasuk dalam bidang kualitas dan
kuantitas, dan sebagainya, tetapi coba perhatikan
betapa susah dan payahnya memberi konsep
tentang perasaan kita sehari-hari seperti marah,
suka, cinta dan sebagainya.
Semua itu adalah konsep pikiran atau tanggapan
khayalan, dan tidak dapat dikenali oleh indera.
kualiti, kuantiti dan sebagainya dan itu adalah
konsep indera (tanggapan pancaindera).
Sebagaimana telinga kita tidak dapat megenal
warna, dan mata kita tidak dapat mengenal bunyi,
maka begitu jugalah mengenal Ruh dan Alloh itu
bukanlah dengan inderanya.
Alloh itu adalah Pemerintah alam semesta raya
ini. Dia tidak tunduk kepada ruang dan waktu,
kuantiti dan kualiti, dan menguasai segala
makhluknya. Begitu juga ruh itu memerintah
tubuh dan anggotanya. Ia tidak bisa dilihat, tidak
bisa dibagi-bagi atau dipecah-pecahkan dan tidak
tunduk kepada tempat tertentu.
Karena bagaimana mungkin sesuatu yang tidak
bisa dibagi-bagikan itu diletakan ke dalam sesuatu
yang bisa dibagi atau dipecah?
Dari keterangan yang kita baca diatas itu, dapatilah
kita lihat bagaimana benarnya sabda Nabi SAW.:
” Alloh jadikan manusia menurut rupanya”.
Setelah kita mengenal Zat dan Sifat Alloh hasil dari
bertafakur kita tentang zat dan sifat Ruh, maka
sampailah pengenalan kita kepada cara-cara kerja
dan pemerintahan Alloh Taala dan bagaimana ia
mewakilkan kuasa-kuasaNya kepada malaikat-
malaikat, dan lain-lain.
Dengan cara bertafakur tentang bagaimana diri
kita memerintah alam kecil kita sendiri.
Kita ambil satu contoh:
Katakanlah seorang manusia hendak menulis
nama Alloh. Mula-mulanya kehendak atau
keinginan itu terkandung dalam hatinya.
Kemudian dibawa ke otak oleh daya ruhani. Maka
bentuk perkataan “Alloh” itu terdapat dalam
khayalan atau pikiran otak itu. Selepas itu ia
mengembara melalui saluran urat saraf, lalu
menggerakkan jari dan jari itu mengerakkan
pena. Maka tertulislah nama “Alloh” atas kertas,
serupa seperti yang ada didalam otak penulis itu.
Begitu juga apabila Alloh Subahanahuwa Taala
hendak menjadikan sesuatu hal, Ia mula-mulanya
nampak dalam peringkat keruhanian yang disebut
didalam Quran sebagai “Al-’Arasy”. Dari situ ia
turun dengan urusan Keruhanian ke peringkat
yang di bawahnya yang digelar “Al-Kursi”.
Kemudian bentuknya nampak dalam “Al-Luh Al-
Mahfuz”. Dari situ dengan perantaraaan tenaga-
tenaga “Malaikat” terbentuklah hal itu dan
kelihatanlah di atas bumi ini dalam bentuk
tumbuh-tumbuhan, pokok-pokok dan binatang,
yang mewakilkan atau menggambarkan Iradat
dan Ilmu Alloh.
Sebagaimana juga huruf-huruf yang tertulis,
yang menggambarkan keinginan dan kemauan
yang terbit dan terkandung dalam hati, dan
bentuk itu dalam dalam otak penulis tadi.
Tidak ada orang yang tahu Hal Raja melainkan
Raja itu sendiri. Alloh telah memberi kita Raja
dalam bentuk yang kecil yang memerintah
kerajaan yang kecil. Dan ini adalah satu salinan
kecil Diri (Zat)Nya dan KerajaanNya. Dalam
kerajaan kecil pada manusia itu, Arash itu ialah
Ruhnya; ketua segala Malaikat itu ialah hatinya,
Kursi itu otaknya, Luh Mahfuz itu ruang khazanah
khayalan atau pikirannya. Ruh itu tidak bertempat
dan tidak bisa dibagikan dan ia memerintah
tubuhnya sebagaimana Alloh memerintah Alam
Semester Raya ini. Pendeknya, tiap-tiap orang
manusia itu diamanahkan dengan satu kerajaan
kecil dan diperintahkan supaya jangan lengah dan
lalai mengatur kerajaan itu.
Berkenaan dengan mengenal ciptaan Alloh
Subhanahuwa Taala, ada banyak derajat
pengetahuan. Ahli Ilmu Alam yang biasa adalah
ibarat semut yang merangkak atas sekeping
kertas dan memperhatikan huruf-huruf hitam
terbentang di atas kertas itu dan merujukkan
sebab kepada pena atau qalam itu saja.
Ahli Ilmu Falak adalah ibarat semut yang luas
sedikit pandangannya dan nampak jari-jari tangan
yang menggerakkan pena itu, yaitu ia tahu bahwa
unsur-unsur itu adalah daya bintang-bintang,
tetapi dia tidak tahu bahwa bintang itu adalah di
bawah kuasa Malaikat.
Oleh karena berbeda-bedanya derajat pandangan
manusia itu, maka tentulah timbul perbedaan
hasil atau kesan. Mereka yang tidak memandang
lebih jauh dari fenomena alam nyata ini adalah
ibarat orang yang mengganggap hamba abdi
yang paling rendah itu sebagai raja.
Walau bagaimanapun, adalah salah besar
menganggap hamba itu tuannya.
Karena ada perbedaan ini, maka pertengkaran
akan terus terjadi. Ini adalah ibarat orang buta
yang hendak mengenal gajah. Seseorang
memegang kaki gajah itu lalu dikatakannya gajah
itu seperti tiang. Seorang lain memegang
gadingnya lalu katanya gajah itu seperti kayu
bulat yang keras. Seorang lagi memegang
telinganya lalu katanya gajah itu macam kipas.
Tiap-tiap seorang mengganggap bagian-bagian
itu sebagai keseluruhan. Dengan itu, ahli ilmu
alam dan ahli ilmu Falak menyanggah hukum-
hukum yang mereka dapat dari ahli-ahli hukum.
Kesalahan dan sangkaan seperti itu terjadi juga
kepada Nabi Ibrahim seperti yang tersebut dalam
Al-Quran, Nabi Ibrahim menghadap kepada
bintang, bulan dan matahari untuk disembah.
Lama kelamaan beliau sadar siapa yang
menjadikan semua-benda-benda itu, lalu bisa
berkata,
“Saya tidak suka kepada yang tenggelam.”
Kita selalu mendengar orang merujuk kepada
sebab yang kedua bukan kepada sebab yang
pertama dalam hal apa yang digelar sakit.
Misalnya; jika seseorang itu tidak lagi cenderung
kepada keduniaan, segala keindahan tidak lagi
dipedulikannya, dan tidak peduli apa pun, maka
dokter mengatakan, “Ini adalah penyakit gundah
gulana, dan ia perlu obat ini A”
Ahli fisika akan berkata “Ini adalah kekeringan otak
yang disebabkan oleh cuaca panas dan tidak
dapat dilegakan kecuali udara menjadi lembab.”
Ahli nujum akan mengatakan bahwa itu adalah
pengaruh bintang-bintang.
“Hanya itulah kebijaksanaanya mereka” Kata Al-
Quran, tidaklah mereka tahu bahwa sebenarnya
apa yang terjadi ialah: Alloh Subahana Wataala
memberi kebajikan orang yang sakit itu dan
dengan itu memerintahkan hamba-hambanya
seperti bintang-bintang atau unsur-unsur,
mengeluarkan keadaan seperti itu kepada orang
itu agar ia berpaling dari dunia ini mengadap
kepada Tuhan yang menjadikannya.
Pengetahuan tentang hakikat ini adalah sebuah
mutiara yang amat bernilai dari lautan ilmu yang
berupa Ilham; dan ilmu-ilmu yang lain itu jika
dibandingkan dengan Ilmu Ilham ini adalah ibarat
pulau-pulau dalam lautan Ilmu Ilham itu.
Dokter, Ahli Fisika dan Ahli Nujum itu memang
betul dalam bidang ilmu mereka masing-masing.
Tetapi mereka tidak tahu bahwa penyakit itu bisa
dikatakan sebagai “Tali Cinta” , yang dengan tali itu
Alloh menarik AuliaNya kepadaNya. Berkenaan ini
Alloh ada berfirman yang bermaksud;
“Aku sakit tetapi engkau tidak melawat Aku”.
Sakit itu sendiri adalah satu bentuk pengalaman
yang dengannya manusia itu bisa mencapai
pengetahuan tentang Alloh sebagaimana firman
Alloh melalui mulut Rasul-rasulNya,
“Sakit itu sendiri adalah hambaKu dan disertakan
kepada orang-orang pilihanKu”.
Dengan ulasan-ulasan yang terdahulu, dapatlah
kita meninjau lebih mendalam lagi maksud kata-
kata yang selalu diucapkan oleh orang-orang
yang beriman yaitu,
“Maha Suci Alloh” (SubhanAlloh)
“Puji-pujian Bagi Alloh (Alhamdulillah)
“Tiada Tuhan Melainkan Alloh (La ilaha illAlloh)
“Alloh Maha Besar” (Allohu Akbar).
Berkenaan dengan “Allohu Akbar” itu bukanlah
bermaksud Alloh itu lebih besar (secara fisik) dari
makhluk, karena makhluk itu adalah
penampakan-Nya sebagaimana cahaya
memperlihatkan matahari. Tidaklah bisa dikatakan
matahari itu lebih besar daripada cahayanya. Ia
bermaksud yaitu Kebesaran Alloh itu tidak dapat
diukur dan melampaui jangkauan kesadaran, dan
kita hanya bisa membentuk gambaran yang tidak
sempurna dan tidak nyata berkenaanNya.
Jika seorang anak-anak bertanya kepada kita
untuk menerangkan enaknya mendapat pangkat
yang tinggi, kita hanya dapat mengatakan seperti
perasaan anak-anak itu tatkala sedang bermain
bola, meskipun pada hakikat kedua-dua itu tidak
ada persamaan langsung, kecuali hanya kedua-
dua hal itu termasuk dalam jenis kesenangan.
Oleh yang demikian, kata-kata “Allohu Akbar” itu
berarti Kebesaran itu melampaui semua kuasa
pengenalan dan pengetahuan kita. Tidak
sempurna pengenalan kita berkenaan Alloh itu,
bukan dengan pikiran saja tetapi adalah disertai
oleh ibadat dan pengabadian kita.
Apabila seorang itu mati, maka ia berhubungan
dengan Alloh saja. Jika kita hidup dengan orang
lain, kebahagiaan kita bergantung kepada derajat
kemesraan kita terhadap orang itu.
Cinta itu adalah benih kebahagiaan, dan Cinta
kepada Alloh itu dituju dan dibangun melalui
ibadat.
Ibadat dan sentiasa mengenang Alloh itu
memerlukan kita supaya bersikap sederhana dan
mengekang kehendak-kehendak tubuh. Ini
bukanlah berarti semua kehendak tubuh itu
dihapuskan; karena itu akan menyebabkan
punahnya manusia. Apa yang diperlukan ialah
membatasi kehendak-kehendak tubuh itu. Oleh
karena seseorang itu bukanlah Hakim yang paling
bijak untuk mengadili dirinya sendiri tentang batas
itu, maka ia lebih baik merundingi pemimpin-
pemimpin keruhanian dalam hal ini, dan hukum-
hukum yang mereka bawa melalui Wahyu Ilahi
menentukan batas yang harus diperhatikan dalam
hal ini.
…., Barang siapa yang melanggar hukum-hukum
Allah mereka itulah orang-orang yang lalim. (Al-
Baqarah; 229).
Walaupun Al-Qur’an telah memberi keterangan
yang nyata, masih ada juga orang yang
melanggar batas karena kejahilan mereka tentang
Alloh dan kejahilan ini adalah karena beberapa
sebab,
Pertama, ada golongan manusia yang terus
mencari Alloh melalui pikiran, lalu mereka
membuat kesimpulan dengan mengatakan tidak
ada Tuhan dan alam ini terjadi dengan sendirinya
atau wujudnya tanpa permulaan. Mereka ini
seperti orang yang melihat surat yang tertulis
dengan indahnya, dan mereka mengatakan surat
itu sedia tertulis tanpa penulis atau ada begitu
saja.Orang yang seperti ini telah jauh tersesat dan
tidak berguna berhujah dan bertengkar dengan
mereka. Setengah daripada orang-orang seperti
ini adalah Ahli Fizika dan Ahli Bintang yang telah
kita sebutkan di atas tadi.
Kedua, orang karena kejahilan tentang keadaan
sebenarnya Ruh itu. Mereka menyangkal adanya
hidup di Akhirat dan menyangkal manusia itu
diadili di sana . Mereka anggap diri mereka itu satu
taraf dengan binatang dan tumbuh-tumbuhan
dan akan hancur begitu saja.
Ketiga, orang yang percaya dengan Alloh dan
Hari Akhirat, tetapi kepercayaan atau Iman
mereka itu sangat lemah. Mereka berkata kepada
diri mereka sendiri,
Pikiran mereka ini seperti orang sakit yang
disuruh makan obat, tetapi ia berkata,
“Apa untung atau ruginya dokter itu jika aku
makan obat atau tidak makan obat?” .
Memang tidak terjadi apa-apa kepada dokter itu
tetapi orang itulah yang akan bertambah sakit
karena bodohnya. Tubuh yang sakit berakhir
dengan mati. Maka Ruh atau Jiwa yang sakit
berakhir dengan kesusahan dan siksaan di akhirat
nanti, seperti firman Alloh Taala dalam Al-Qur’an
yang bermaksud :
“Hanya Dan barang siapa kafir maka kekafirannya
itu janganlah menyedihkanmu. Hanya kepada
Kami-lah mereka kembali, lalu Kami beritakan
kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi
hati.” (Luqman-23)
Keempat, ialah mereka yang berkata;
“Hukum Syariat menyuruh kita jangan marah,
jangan menurut nafsu, jangan bersikap munafik.
Ini tidak mungkin karena sifat-sifat ini memang
telah ada semula jadi pada kita. Lebih baik tuan
suruh saya membuat yang hitam itu jadi putih”.
Mereka ini sebenarnya bodoh. Mereka jahil
dengan hukum Syariat. Hukum Syariat tidak
menyuruh manusia membuang sama sekali
perasaan itu, tetapi hendaklah dikendalikan supaya
tidak melanggar batas yang dibenarkan. Supaya
terhindar dari dosa besar, dan kita bisa memohon
keampunan terhadap dosa-dosa kita yang kecil.
Sedangkan Rasulullah ada bersabda,
“Saya ini manusia juga seperti kamu, dan marah
juga seperti orang lain”.
Firman Alloh dalam Al-Qur’an:
Dan berapa banyak nabi yang berperang
bersama-sama mereka sejumlah besar dari
pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak
menjadi lemah karena bencana yang menimpa
mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak
(pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai
orang-orang yang sabar. (Al-Imran:146)
Ini berarti bukan mereka yang tidak ada perasaan
marah.
Kelima, ialah mereka yang menekankan
Kemurahan Tuhan saja tetapi menepikan
KeadilanNya, lalu mereka berkata kepada diri
mereka sendiri,
“Kami buat apa saja karena Alloh itu Maha
Pemurah dan Maha Penyayang”.
Mereka tidak ingat meskipun Alloh itu Pengasih
dan Penyayang, namun beribu-ribu manusia
mati kelaparan dan karena penyakit. Meraka tahu,
barang siapa hendak hidup atau hendak kaya,
atau hendak belajar, mestilah jangan hanya
berkata, “Alloh itu Kasih Sayang”. tetapi perlulah ia
berusaha sungguh-sungguh. Meskipun ada
firman Alloh dalam Al-Qur’an :
Dan tidak ada suatu mahluk pun di bumi
melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan
Dia mengetahui tempat berdiam mahluk itu dan
tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis
dalam kitab yang nyata (Lohmahfuz). (Hud:06)
tetapi hendaklah juga ingat Alloh juga berfirman :
Dialah yang menjadikan untukmu malam
(sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan
Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha.
(Furqon:47)
Sebenarnya mereka yang berpendapat di atas itu
adalah dipengaruhi oleh Syaitan dan mereka
berkata di mulut saja, bukan di hati.
Keenam, pula menganggap mereka telah sampai
ke taraf kesucian dan tidak berdosa lagi. Tetapi
kalau anda layani mereka dengan kasar dan tidak
hormat, anda akan dengar mereka marah dan
bertahun-tahun mencela anda. Dan jika anda
ambil makanan sesuap saja yang patut, seluruh
alam ini kelihatan gelap dan sempit pada perasaan
mereka. Kalau pun mereka itu telah dapat
menakluki hawa nafsu mereka, mereka tidak
berhak menganggap dan mengatakan diri mereka
itu tidak berdosa lagi, karena Nabi Muhammad
SAW. sendiri, manusia yang paling tinggi
darajatnya, sentiasa mengaku salah dan
memohon ampun kepada Alloh. Setengah
daripada Rasul-rasul itu sangat takut berbuat dosa
sehingga pada hal- hal yang halal pun mereka
menghidarkan diri .
Diriwayatkan, suatu hari Nabi Muhammad SAW.
telah diberi sebiji Tamar. Beliau enggan
memakannya kerena beliau tidak pasti Tamar itu
didapati secara halal atau tidak. Tetapi mereka
menelan arak berbotol-botol banyaknya dan
berkata mereka lebih mulia daripada Nabi. (Saya
gemetar semasa menulis ini) . Pada hal sebutir
Tamar pun tidak disentuh oleh Nabi jika belum
pasti sama ada halal atau tidak. Sesungguhnya
mereka telah diseret dan disesatkan oleh Iblis.
Aulia Alloh yang sebenarnya mengetahui bahwa
orang yang tidak menundukkan hawa nafsunya
tidak patut dipanggil “orang” dan orang Islam
yang sebenarnya ialah mereka yang dengan rela
hati, tidak mahu melanggar Syariat.
Mereka yang melanggar Syariat adalah
sebenarnya dipengaruhi oleh Syaitan dan mereka
ini sepatutnya bukan dinasihati dengan pena,
tetapi adalah sewajarnya dengan pedang.
Sufi-sufi yang palsu ini kadang-kadang berpura-
pura tenggelam dalam lautan keheranan atau
tidak sadar, tetapi jika anda tanya mereka apakah
yang mereka heirankan itu, mereka tidak tahu.
Sepatutnya mereka disuruh menungkan
keheranan sebanyak-banyak yang mereka suka,
tetapi di samping itu hendaklah ingat bahwa Alloh
Subhanahuwa Taala itu adalah Pencipta mereka
dan mereka itu adalah hamba Alloh saja.

Selasa, 26 Juli 2011

TERJEMAHAN KITAB KIMYATUSY SYA'ADAH (IMAM AL GHAZALI) III. PEMBUKAAN HATI KE ALAM GHAIB

PEMBUKAAN HATI KE ALAM GHAIB
Pembukaan pintu hati ke Alam Ghaib ini berlaku
juga dalam kondisi-kondisi yang dekat Wahyu
Kenabian, di mana Intuisi atau Wahyu atau Ilham
terbit dalam pikiran tanpa di bawa melalui
saluran-saluran indera(pancaindera) sebagaimana
seseorang itu menyucikan dirinya dari pengaruh
nafsu kebendaan dan menumpukan(konsentrasi)
pikirannya kepada Alloh. Maka semakin
bertambah teranglah kesadarannya pada Intuisi
atau Ilham yang seperti itu. Mereka yang tidak
tahu tentang hal ini tidak berhak menafikan hakikat
tersebut.
Intuisi (Ilham) ini bukanlah terbatas bagi mereka
Kenabian saja. Ibarat besi, jika selalu digosok dan
digilap akan menjadi berkilat seperti cermin.
Begitu juga jiwa dan pikiran yang diasuh dengan
disiplin sedemikian rupa akan dapat menerima
informasi dari Alam Ghaib itu. Sebab itulah Nabi
Muhammad SAW. ada bersabda,
“Tiap-tiap kanak-kanak itu dilahirkan dalam
keadaan Islam (fitrah), maka kemudian ibu-
bapanyalah yang menjadikannya Yahudi atau
Nasrani atau Majusi”
Tiap-tiap manusia dalam kesadaran batinnya
yang dalam itu pernah mendengar pertanyaan;
Bukankah aku ini Tuhanmu?” dan mereka
menjawab; “Ya”, sebenarnya” tetapi sesetengah
hati adalah ibarat cermin yang penuh debu dan
berkarat sehingga tidak memberi bayangan apa-
apa di dalamnya. Tetapi hati Ambiya dan Aulia
meskipun mereka itu manusia biasa yang
mempunyai perasaan seperti kita, mereka sangat
senang dan cepat menerima semua gambaran
atau Ilham Ketuhanan Yang Maha Tinggi itu.
Bukanlah karena Ilmu yang didapati dari Ilham
atau Wahyu atau Intuisi itu saja yang
menyebabkan Ruh manusia itu dapat menduduki
martabat pertama atau paling tinggi di kalangan
makhluk, tetapi juga oleh karena kekuasaannya
(Ruh). Sebagaimana Malaikat-malaikat menguasai
atau memerintah unsur-unsur, maka begitu
jugalah Ruh itu. Ia memerintah anggota-anggota
tubuh. Ruh-ruh yang mencapai peringkat
kekuasaan yang khusus bukan saja memerintah
tubuh mereka sendiri tetapi juga tubuh-tubuh
yang lain.
Jika mereka menginginkan orang sakit supaya
sembuh, maka sembuhlah ia, atau orang yang
sehat bisa disakitinya; atau jika mereka inginkan
seseorang supaya datang kepada mereka, maka
datanglah orang itu.
Oleh karena kerja-kerja Ruh yang kuat ada dua
macam; yaitu baik dan jahat, maka perbuatan
mereka itu pun dibagikan dua macam juga yaitu
Mukjizat dan yang lagi satu Sihir.
Ruh-ruh yang kuat ini berbeda dari Ruh-ruh
orang biasa dalam tiga hal:
Apa yang orang lain dapat lihat secara mimpi
dalam tidur, mereka lihat dalam jaga.
Orang lain hanya dapat menguasai tubuh mereka
sendiri saja, mereka ini dapat menguasai tubuh-
tubuh selain diri mereka juga.
Orang lain mendapat Ilmu dengan belajar dan
mengkaji bersungguh-sungguh, mereka ini
mendapat Ilmu itu secara Ilham atau Wahyu.
Bukanlah ini saja tanda yang membedakan
mereka dari orang biasa. Ada lagi yang lain.
Tetapi itulah saja yang kita ketahui. Sebagaimana
juga kita ketahui yaitu Alloh itu saja yang
mengenal DiriNya Yang Sebenar-benarNya,
begitu jugalah hanya Nabi-nabi itu juga yang
mengenal Hakikat Kenabian itu sebenarnya. Ini
tidaklah mengherankan. Sedangkan dalam
kehidupan sehari-harian ini pun kita mengalami
kesulitan untuk menerangkan keindahan sesuatu
Syair atau Puisi kepada orang yang tidak tahu dan
tidak faham tentang Syair dan Puisi; atau
keindahan warna pada orang buta.
Di samping ketidakmampuan, ada hal lain lagi
yang menghalang seseorang itu mencapai
Hakikat Keruhanian. Satu daripadanya ialah Ilmu
yang diperolehi dari luar.
Sebagai ibarat, hati itu adalah sebuah telaga, dan
lima indera ialah lima batang pipa air yang
sentiasa mengalirkan air ke telaga itu. Untuk
mengetahui isi telaga itu sebenarnya, pipa air itu
hendaklah dihentikan mengalir ke dalam telaga itu
untuk sementara waktu, dan sampah-sampah
yang di bawa oleh pipa air itu hendaklah dibuang
dari telaga itu. Demikianlah ibaratnya.
Sekiranya kita hendak mencapai Hakikat
Keruhanian yang suci itu, maka kita hendaklah
sementara waktu menepikan Ilmu yang
diperolehi dari proses luar (yaitu yang datang dari
luar seperti belajar, membaca dan sebagainya) di
mana biasanya telah menjadi beku dan keras dan
bersifat Prasangka (Doqmatic Prejudice).
Di samping itu ada pula satu kesalahan yang
dilakukan oleh orang-orang yang pendek
IlmuNya, yaitu setelah mereka mendengar
percakapan orang-orang Sufi, mereka pun
merendah-rendahkan taraf ilmu. Ini adalah ibarat
seorang yang bukan ahli dalam bidang Ilmu
Kimia mengatakan, “Kimia itu lebih baik dari
emas!”, dan ia enggan menerima apabila emas
diberikan kepadanya. Kimia lebih baik dari emas,
tetapi ahli-ahli Kimia yang sebenar-benar pakar
sangat sedikit bilangannya. Begitu jugalah ahli-ahli
Sufi yang pakar sebenarnya amat sedikit
bilangannya.
Orang yang hanya tahu sedikit saja berkenaan
Kesufian adalah tidak lebih tinggi martabatnya dari
orang-orang yang berpengetahuan. Begitu juga
orang yang baru mencoba beberapa percobaan
dalam bidang Kimia, janganlah hendak
merendah-rendahkan orang yang kaya.
Orang-orang yang melihat berkenaan hal ini tentu
akan melihat betapa kebahagian itu adalah
sebenarnya berkaitan dengan Mengenal Alloh
Subhanahuwa Taala. Tiap-tiap anggota kita ini
suka dan tertarik dengan apa yang sebenarnya
dia dirasakannya.
Misalnya :
Hawa nafsu suka dengan apa yang
dikehendakinya.
Marah suka dengan membalas dendam.
Mata suka dengan benda yang indah.
Telinga suka mendengar musik yang merdu dan
sebagainya.
Fungsi (tugas) Ruh manusia yang paling tinggi
ialah Menyaksikan atau Melihat Hakikat, dan di
sanalah ia mendapat ketertarikan dan
kebahagiannya. Seorang itu amat gembira diberi
jabatan Perdana Menteri, tetapi kegembiraan itu
akan bertambah jika Raja berkawan baik
dengannya dan menceritakan kepadanya rahasia-
rahasia negeri.
Ahli Ilmu Falak (Astronom) dengan ilmunya dapat
membuat peta-peta bintang dan perjalanan
falaknya, akan merasa lebih tertarik pada ilmunya
itu daripada pemain catur dengan ilmunya. Tidak
ada yang lebih tinggi dari Alloh Subhanahuwa
Taala.
Alangkah besarnya ketertarikan dan kebahagiaan
yang didapati oleh seseorang itu hasil dari Makrifat
Alloh.
Barangsiapa yang sudah hilang keinginan untuk
mencapai Ilmu yang sedemikian tinggi itu, maka
orang itu adalah ibarat orang yang habis
seleranya untuk memakan makanan yang baik-
baik; atau pun seperti orang yang lebih suka
memakan tanah daripada memakan roti. Semua
selera tubuh kasar ini hilang apabila mati (bercerai
nyawa dengan tubuh). Selera itu mati bersama
tubuh kasar itu. Tetapi Ruh tidak mati dan ia tetap
membawa apa juga Ilmu tentang Ketuhanan
yang ada padanya, bahkan menambahkan Ilmu
itu lagi.
Sebagian hal penting berkenaan Ilmu kita tentang
Alloh adalah timbul dari kajian dan pemikiran kita
tentang tubuh kita sendiri, yang membukakan
kepada kita kekuatan, kebijaksanaan dan Cinta
Tuhan Yang Menjadikan segalanya.
KekuasaanNya menunjukkan betapa setitik air
dijadikan kita seorang manusia yang cukup
lengkap dan sempurna. KebijaksanaanNya
ditunjukkan dengan betapa rumit dan sulitnya
anggota-anggota tubuh kita dan saling
persesuaian antara bagian-bagian anggota tubuh
itu antara satu dengan yang lain. CintaNya
ditunjukkan dengan KurniaNya kepada kita bukan
saja anggota-anggota yang paling penting untuk
hidup seperti jantung, hati, otak, tetapi juga
anggota-anggota tubuh yang tidak paling penting
seperti tangan, kaki, lidah dan mata. Kemudian
ditambah pula dengan perhiasan seperti hitam
rambut, merahnya bibir, bulu mata yang
melentik dan sebagainya.
Maka sewajarnyalah manusia itu diibaratkan
sebagai ” ALAM KECIL” dalam dirinya sendiri
bentuk dan susunan tubuh itu hendak dikaji
bukan saja oleh mereka yang hendak jadi dokter
tetapi juga hendaklah dikaji oleh mereka yang
ingin mencapai Makrifatulloh, sebagaimana juga
mengkaji secara mendalam tentang susunan
keindahan bahasa dalam Puisi yang agung akan
membukakan kepada kita kebijaksanaan
pengarangnya.
Bahwa Ilmu atau Mengenal Ruh itu memainkan
peranan yang lebih penting untuk membawa
kepada Makrifatulloh; lebih penting dari mengenal
tubuh dan tugas-tugasnya. Tubuh ini ibarat kuda
tunggangan dan Ruh itu ibarat Penunggangnya.
Tubuh itu dijadikan untuk Ruh, dan Ruh itu untuk
tubuh. Jika seseorang itu tidak tahu dirinya yang
mana adalah yang paling dekat dengan Dia, maka
apakah gunanya ia mengenal yang lain? Ibarat
pengemis, yang dirinya sendiri pun susah hendak
makan berkata pula ia akan memberi makan
kepada penduduk sebuah kampung.
Dalam bab ini kita akan coba sedikit-sebanyak
membicarakan keagungan Ruh manusia.
Orang yang tidak peduli kepada jiwa atau RuhNya
dan membiarkan Ruh atau jiwa itu berkarat dan
gelap, maka rugilah ia di dunia dan di akhirat juga.
Keagungan seseorang manusia itu sebenarnya
terletak pada usaha untuk menuju Yang Kekal
Abadi. Jika tidak, dalam dunia fana ini, manusia
itulah yang paling lemah dari segala makhluk
karena tunduk kepada kepada lapar, dahaga,
panas, sejuk dan dukacita.
Hal yang paling disukai biasanya paling bahaya
kepadanya, dan hal yang memberi faedah hanya
dapat diperolehi melalui usaha dan susah payah.
Berkenaan dengan Aqalnya pula, kesalahan yang
sedikit saja pada otak bisa menyebabkan ia gila
dan rusak. Berkenaan kekuasaan pula, gigitan
nyamuk saja telah cukup menyebabkan ia resah
gelisah dan tidak dapat tidur. Berkenaan dengan
perasaan pula, dia rasa dukacita hanya dengan
kehilangan beberapa sen uang. Berkenaan dengan
kecantikan pula, dia tidak lebih dari hal yang kotor
dibalut dengan kulit yang licin lunak. Tanpa
dibasuh selalu, ia menjadi tidak menarik lagi.
Pada hakikatnya, manusia itu dalam dunia ini
adalah sangat lemah dan hina. Hanya di akhirat
kelak manusia itu akan bernilai dan berharga.
Maka dengan cara “Kimia Kebahagiaan” dia
meningkat naik dari peringkat binatang kepada
peringkat Malaikat. Kalau tidak, peringkat lebih hina
dan rendah dari binatang yang akan hancur dan
akan jadi tanah. Maka perlulah bagi manusia di
samping sadar tentang ketinggian martabatnya
dari semua makhluk, sadarlah hendaknya tentang
lemah hinanya, karena itu pun adalah satu “anak
kunci” membuka pintu Mengenal Alloh
(Makrifatulloh).

TERJEMAHAN KITAB KIMYATUSY SYA'ADAH (IMAM AL GHAZALI) II. ANAK KUNCI UNTK MENGENAL ALLOH

ANAK KUNCI UNTUK MENGENAL ALLOH
Mengenal diri itu adalah “Anak Kunci” untuk
Mengenal Alloh. Hadis ada mengatakan :
MAN ‘ARAFA NAFSAHU FAQAD ‘ARAFA
RABBAHU
(Siapa yang kenal kenal dirinya akan Mengenal
Alloh)
Firman Alloh Taala :
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-
tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada
diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka
bahwa Al Qur’an itu adalah benar. Dan apakah
Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa
sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?
(QS. 41:53)
Tidak ada hal yang melebihi diri sendiri. Jika anda
tidak kenal diri sendiri, bagaimana anda hendak
tahu hal-hal yang lain? Yang dimaksudkan dengan
Mengenal Diri itu bukanlah mengenal bentuk lahir
anda, tubuh, muka, kaki, tangan dan lain-lain
anggota anda itu. karena mengenal semua hal itu
tidak akan membawa kita mengenal Alloh. Dan
bukan pula mengenal perilaku dalam diri anda
yaitu bila anda lapar anda makan, bila dahaga
anda minum, bila marah anda memukul dan
sebagainya. Jika anda bermaksud demikian, maka
binatang itu sama juga dengan anda. Yang
dimaksudkan sebenarnya mengenal diri itu ialah:
Apakah yang ada dalam diri anda itu?
Dari mana anda datang? Kemana anda pergi?
Apakah tujuan anda berada dalam dunia fana ini?
Apakah sebenarnya bagian dan apakah
sebenarnya derita?
Sebagian daripada sifat-sifat anda adalah bercorak
kebinatangan. Sebagian pula bersifat Iblis dan
sebagian pula bersifat Malaikat. Anda hendaklah
tahu sifat yang mana perlu ada, dan yang tidak
perlu. Jika anda tidak tahu, maka tidaklah anda
tahu di mana letaknya kebahagiaan anda itu.
Kerja binatang ialah makan, tidur dan berkelahi.
Jika anda hendak jadi binatang, buatlah itu saja.
Iblis dan syaitan itu sibuk hendak menyesatkan
manusia, pandai menipu dan berpura-pura. Kalau
anda hendak menurut mereka itu, lakukan
sebagaimana kerja-kerja mereka itu. Malaikat
sibuk dengan memikir dan memandang
Keindahan Ilahi. Mereka bebas dari sifat-sifat
kebinatangan.
Jika anda ingin bersifat dengan sifat KeMalaikatan,
maka berusahalah menuju asal anda itu agar
dapat anda mengenali dan menuju pada Alloh
Yang Maha Tinggi dan bebas dari belenggu hawa
nafsu. Sebaiknya hendaklah anda tahu kenapa
anda dilengkapi dengan sifat-sifat kebintangan itu.
A dakah sifat-sifat kebinatangan itu akan
menaklukkan anda atau adakah anda menakluki
mereka?. Dan dalam perjalanan anda ke atas
martabat yang tinggi itu, anda akan gunakan
mereka sebagai tunggangan dan sebagai senjata.
Langkah pertama untuk mengenal diri ialah
mengenal bahwa anda itu terdiri dari bentuk yang
zhohir, yaitu tubuh ; dan hal yang batin yaitu hati
atau Ruh . Yang dimaksudkan dengan “HATI” itu
bukanlah daging yang terletak dalam sebelah kiri
tubuh.
Yang dimaksudkan dengan “HATI” itu ialah satu
hal yang dapat menggunakan semua kekuatan,
yang lain itu hanyalah sebagai alat dan kaki
tangannya saja. Pada hakikat hati itu bukan
termasuk dalam bidang Alam Nyata(Alam Ijsam)
tetapi adalah termasuk dalam Alam Ghaib. Ia
datang ke Alam Nyata ini ibarat pengembara yang
melawat negeri asing untuk tujuan berniaga dan
akhirnya kembali akan kembali juga ke negeri
asalnya. Mengenal hal seperti inilah dan sifat-sifat
itulah yang menjadi “Anak Kunci” untuk
mengenal Alloh.
Sedikit ide tentang hakikat Hati atau Ruh ini
bolehlah didapati dengan memejamkan mata dan
melupakan segala hal yang lain kecuali diri sendiri.
Dengan cara ini, dia akan dapat melihat tabiat atau
keadaan “diri yang tidak terbatas itu”. Meninjau
lebih dalam tentang Ruh itu adalah dilarang oleh
hukum. Dalam Al-Quran ada diterang,
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh.
Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku,
dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan
sedikit”. (Bani Israil:85)
Demikianlah sepanjang yang diketahui tentang
Ruh itu dan ia adalah mutiara yang tidak bisa
dibagi-bagi atau dipecah-pecahkan dan ia
termasuk dalam “Alam Amar/perintah”. Ia
bukanlah tanpa permulaan. Ia ada permulaan dan
diciptakan oleh Alloh. Pengetahuan falsafah yang
tepat mengenai Ruh ini bukanlah permulaan yang
harus ada dalam perjalanan Agama, tetapi adalah
hasil dari disiplin diri dan berpegang teguh dalam
jalan itu, seperti tersebut di dalam Al-Quran :
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari
keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan
Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan
sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-
orang yang berbuat baik. (Al-Ankabut:69)
Untuk menjalankan perjuangan Keruhanian ini,
bagi upaya pengenalan kepada diri dan Tuhan,
maka
• Tubuh itu bolehlah diibaratkan sebagai sebuah
Kerajaan,
• Ruh itu ibarat Raja.
• Pelbagai indera (senses) dan daya (fakulti) itu
ibarat satu pasukan tentara.
• Aqal itu bisa diibaratkan sebagai Perdana
Menteri.
• Perasaan itu ibarat Pemungut pajak, perasaan
itu terus ingin merampas dan merampok.
• Marah itu ibarat Pegawai Polisi,
• marah sentiasa cenderung kepada kekasaran
dan kekerasan.
Perasaan dan marah ini perlu ditundukkan di
bawah perintah Raja. Bukan dibunuh atau
dimusnahkan karena mereka ada tugas yang
perlu mereka jalankan, tetapi jika perasaan dan
marah menguasai Aqal, maka tentulah Ruh akan
hancur.
Ruh yang membiarkan kekuatan bawah
menguasai kekuatan atas adalah ibarat orang
orang yang menyerahkan malaikat kepada
kekuasaan Anjing atau menyerahkan seorang
Muslim ke tangan orang Kafir yang zalim. Orang
yang menumbuh dan memelihara sifat-sifat iblis
atau binatang atau Malaikat akan menghasilkan
ciri-ciri atau watak yang sepadan dengannya yaitu
iblis atau binatang atau Malaikat itu. Dan semua
sifat-sifat atau ciri-ciri ini akan nampak dengan
bentuk-bentuk yang jelas di Hari Pengadilan.
• Orang yang menurut hawa nafsu nampak
seperti babi,
• Orang yang garang dan ganas seperti anjing
dan serigala,
• Orang yang suci seperti Malaikat.
Tujuan disiplin akhlak (moral) ialah untuk
membersihkan Hati dari karat-karat hawa nafsu
dan amarah, sehingga ia jadi seperti cermin yang
bersih yang akan memantulkan Cahaya Alloh
Subhanahuwa Taala.
Mungkin ada orang bertanya,
“Jika seorang itu telah dijadikan dengan
mempunyai sifat-sifat binatang, Iblis dan juga
Malaikat, bagaimanakah kita hendak tahu yang
sifat-sifat Malaikat itu adalah sifatnya yang hakiki
dan yang lain-lain itu hanya sementara dan bukan
sengaja?”
Jawabannya ialah mutiara atau inti sesuatu
makhluk itu ialah dalam sifat-sifat yang paling
tinggi yang ada padanya dan khusus baginya.
Misalnya keledai dan kuda adalah dua jenis
binatang pembawa barang-barang, tetapi kuda itu
dianggap lebih tinggi darjatnya dari keledai karena
kuda itu digunakan untuk peperangan. Jika ia tidak
boleh digunakan dalam peperangan, maka
turunlah ke bawah derajatnya kepada derajat
binatang pembawa barang-barang. saja.
Begitu juga dengan manusia; daya yang paling
tinggi padanya ialah ia bisa berfikir yaitu Aqal.
Dengan pikiran itu dia bisa memikirkan hal-hal
Ketuhanan. Jika daya berfikir ini yang meliputi
dirinya, maka bila ia mati (bercerai nyawa dari
tubuh) , ia akan meninggalkan di belakang semua
kecenderungan pada hawa nafsu dan marah, dan
layak duduk bersama dengan Malaikat. Jika
berkenaan dengan sifat-sifat Kebinatangan, maka
manusia itu lebih rendah tarafnya dari binatang,
tetapi Aqal menjadikan manusia itu lebih tinggi
tarafnya, karena Al-Quran ada menerangkan
bahwa,
Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah
telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa
yang di langit dan apa yang di bumi dan
menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan
batin. Dan di antara manusia ada yang
membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu
pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang
memberi penerangan. (Luqman:20)
Jika sifat-sifat yang rendah itu menguasai
manusia, maka setelah mati, ia akan memandang
terhadap keduniaan dan merindukan keindahan di
dunia saja.
Ruh manusia yang berakal itu penuh dengan
kekuasaan dan pengetahuan yang sangat
menakjubkan.
Dengan Ruh Yang Berakal itu manusia dapat
menguasai segala cabang ilmu dan Sains.
Dapat mengembara dari bumi ke langit dan balik
semula ke bumi dalam sekejap mata.
Dapat memetakan langit dan mengukur jarak
antara bintang-bintang.
Dengan Ruh itu juga manusia dapat menangkap
ikan ikan dari laut dan burung-burung dari udara.
Menundukkan binatang-binatang untuk tunduk
kepadanya seperti gajah, unta dan kuda.
Lima indera (pancaindera) manusia itu adalah
ibarat lima buah pintu terbuka menghadap ke
Alam Nyata (Alam Syahadah) ini.
Lebih ajaib dari itu lagi ialah Hati. Hatinya itu
adalah sebuah pintu yang terbuka menghadap ke
Alam Arwah (Ruh-ruh) yang ghaib.
Dalam keadaan tidur, apabila pintu-pintu dunia
tertutup, pintu Hati ini terbuka dan manusia
menerima berita atau kesan-kesan dari Alam
Ghaib dan kadang-kadang membayangkan hal-
hal yang akan datang. Maka hatinya adalah ibarat
cermin yang memantulkan (bayangan) apa yang
tergambar di Luh Mahfuz. Tetapi meskipun dalam
tidur, pikiran tentang hal-hal keduniaan akan
menggelapkan cermin ini. maka gambaran yang
diterimanya tidaklah terang. Setelah lepasnya
nyawa dengan tubuh (mati), Pikiran-pikiran
tersebut hilang sirna dan segala sesuatu terlihatlah
dalam keadaan yang sebenarnya.
Firman Alloh dalam Al-Quran :
Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai
dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu
tutup (yang menutupi) matamu, maka
penglihatanmu pada hari itu amat tajam. (Qaaf:22)
.