Lillah Billah Lirrosul Birrosul Lilghouts bil ghouts.

Minggu, 02 Januari 2011

ILMU,AMAL,HARTA DAN KEKUASAAN SUMBER SUMBER KESOMBONGAN

Dosa pertama yang dilakukan makhluk terhadap
Tuhanya adalah sombong. Pelakunya adalah Iblis,
seteru manusia. Saking sombongnya, Iblis berani
menentang perintah Allah agar mengakui
keunggulan manusia. Kebanggaan terhadap asal-
usul dan rasa senioritas mendorongnya untuk
mengklaim diri sebagai yang paling baik.
Kesombongan, tidak saja menyebabkan Iblis lupa
siapa dirinya, juga lupa terhadap keluhuran
Tuhanya. Ketika Allah dengan sangat murka
mengusirnya, malah dia berani menghujat-Nya.
Alih-alih interopeksi, merenungi dan menyesali
kesalahan, Iblis malah melemparkan kesalahan itu
kepada Allah.
“Ia (syetan) berkata: Oleh karena Engkau (Allah) telah
menyesatkan aku, maka sungguh aku akan
menghalangi mereka (manusia) dari jalan-Mu yang
lurus. Kemudian aku akan mendatangi mereka dari
depan, belakang, kanan serta kiri. Kemudian Engkau
tidak akan menjumpai kebanyakan mereka itu
benar-benar bersyukur (taat). ” (QS. Al A’raf: 16 17).
Salah satu ciri kesombongan adalah rasa paling
benar sendiri. Dalam hal ini, syetan menganggap
dirinya layaknya Tuhan yang tidak pernah salah. Se-
akan-akan sifat ke-Maha Sempurna-an yang hanya
milik Allah hendak dikudeta. Karenanya, sifat ini
sangat berbahaya jika terjangkit pada manusia. Bila
kesombongan telah mencapai puncaknya, seperti
yang dilakukan Fir ’aun, manusia akan
memproklamirkan diri sebagai Tuhan.
Dengan penuh dendam, Iblis sangat berambisi
untuk menyesatkan sebanyak mungkin manusia
melalui berbagai perangkap yang telah dipasangnya.
Salah satunya adalah sisat sombong yang memang
telah menjadi wataknya. Virus kesombongan itu
setiap saat terus ditularkan kepada siapa saja.
SUMBER-SUMBER KESOMBONGAN
Ada sejumlah celah yang bisa dijadikan alat
perangkap manusia agar bersifat sombong.
Pertama, ILMU PENGETAHUAN. Syetan sanantiasa
menghasut orang-orang yang berilmu agar berlaku
sombong dengan ilmu yang dimilikinya. Mereka
yang terjebak, akan menganggap bahwa dirinya
adalah paling pintar. Sedangkan orang lain dianggap
bodoh dan bermartabat rendah. Akhirnya ia
menjadi gila hormat dan menuntut perlakuan yang
istemewa dari orang lain.
Padahal seharusnya, semakin tinggi ilmu seseorang,
justru semakin rendah hati. Hal ini disebabkan
kesadaranya kepada Allah juga semakin
tinggi. “Sesungguhnya yang paling takut kepada
Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah
ulama ’ (orang-orang berilmu).” (QS. Al Fathir: 28).
Akan tetapi, benar apa yang dikatakan Nabi dalam
hadits riwayat Ad Dailami. Ilmu itu sendiri, jika tidak
disertai hidayah Allah, tidak akan menjadikan dan
menambah dekatnya si pemilik ilmu kepada Allah.
Sehingga, kata Nabi, ”Siapa yang hanya bertambah
ilmunya tetapi tidak bertambah hidayah-Nya, maka
bukanya ia menjadi semakin dekat dengan Allah,
melainkan justru semakin jauh kepada Allah. ”
Hal yang sama juga sering di dawuhkan Hadrotul
Romo Yahi: “Ilmu tidak bisa membuat seseorang
sadar kepada Allah, tetapi hidayahlah yang
menuntun seseorang sadar kepada Allah. ” Karena
itu, disamping menuntut ilmu, seseorang juga
‘ wajib’ mujahadah (agar mendapatkan hidayah).
Dikatakan wajib, sebab menurut Imam Al Ghazali
dalam kitab Ikhya ’nya: “…. Tidak ada kunci lain untuk
mendapatkan hidayah, selain dengan mujahadah.”
Kedua, AMAL IBADAH. Kesomongan secara sangat
halus juga dihembuskan syetan kepada para ahli
ibadah. Dengan ibadah yang dilakukanya, tidak
sedikit orang yang merasa seolah-olah telah menjadi
menusia yang paling dekat dengan Allah, calon
penghuni surga dan merasa paling bebas dari azab
Allah. Ia memandang dirinya lebih selamat dan
aman dari azab Allah, sehingga merasa lebih berhak
untuk mendapat pahala-Nya Allah. Bahkan ditengah-
tengah masyarakat, ia merasa bahwa dirinya adalah
kekasih Allah.
Sifat ini harus di waspadai oleh stiap kita. Jika di
dalam hati kita terlintas rasa bangga atas ibadah-
ibadah yang kita lakukan, maka sesungguhnya
petaka besar telah menimpa kita. Dan itu pertanda
bahwa ibadah kita kosong nilainya, penuh nafsu.
Apalagi kalau ditambah dengan menganggap enteng
kadar ibadah orang lain.
Ketiga, HARTA KEKAYAAN. Aroma dunia sering
membuat seseorang lupa diri. Termasuk diri kita.
Bahkan terkadang kita menyangka bahwa
kenikmatan dunia adalah abadi. Hingga seluruh
energi dan perhatian kita curahkan untuk
mendapatkanya. Saat kekayaan itu telah diraih, kita
merasa bahwa semua itu murni hasil jerih payah
kita sendiri. Sedangkan peran rahmat dan
kemurahan Allah dilupakan sama sekali.
Akibatnya, ia menjadi tinggi hati. Kekayaan duniawi
dianggapnya sebagai sebuah prestasi. Orang-orang
miskin dan lemah cenderung diremehkanya. Dia
menganggap mereka sebagai orang-orang pemalas
yang tak pantas dikasihani. Akhirnya sifat kikirnya
pun menjadi-jadi sehingga membawanya kepada
kekufuran. Dia tidak hanya mengingkari hak-hak
manusia, tetapi juga mengingkari hak-hak Allah
sebagaimana kisah yang menimpa Tsa ’labah pada
zaman Rasulullah SAW. Padahal Allah senantiasa
mewanti-wanti, “Dan ingatlah ketika Tuhanmu
memaklumkan: Sungguh jika kamu bersyukur, pasti
Aku akan tambah (nikmat) kepadamu. Tetapi jika
kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. ” (QS. Ibrahim:
7).
Keempat, KEKUASAAN. tidak banyak yang
menyadari bahwa kekuasaan yang dimiliki
seseorang adalah amanat dari Allah yang senantiasa
harus dijaga kesucianya. Justru kebanyakan orang
menganggap kekuasaan adalah ALAT untuk meraup
sebanyak-banyaknya keuntungan duniawi. Tidak
heran kalau manusia terus berlomba bahkan
bertarung memperebutkan kekuasaan dan jabatan.
Jika perlu, mereka siap menghalalkan segala cara
bahkan siap kalaupun harus mati. Yang penting
kekuasaan berada dalam genggamanya.
Mereka tidak sadar bahwa kekuasaan yang
didapatkan dengan cara seperti itu membawanya ke
jurang kebinasaan. Yang dia fikirkan adalah
bagaimana mengeksploitas kekuasaan tersebut
untuk mengeruk keuntungan sebanyak mungkin.
Untuk tujuan tersebut mereka tidak segan-segan
melakukan penyimpangan dan berbagai tindak
kesewenangan. Mereka tidak lagi berfikir bagaimana
seharusnya melayani kepentingan rakyatnya, tap
justru rakyatlah yang harus selalu siap melayani
kepentingan dan ambisinya.
Di mata mereka, orang-orang lemah begitu tidak
berharga karena tidak akan memberikan manfaat
yang banyak untuk menopang kekuasaanya.
Sebaliknya, kepada orang-orang kuat dan
berpengaruh, mereka begitu curiga dan khawatir
akan melakukan kudeta …, dan sejenisnya.
Sebagaimana Fir’aun kepada orang-orang yang
begitu peka terhadap hal-hal yang dianggap akan
membahayakan kekuasaanya. Akhirnya, semua
potensi masyarakat pun dilibasnya.
Di tengah-tengah ketidak berdayaan masyarakat
itulah ia bertindak bak Tuhan. Semua perintahnya
harus di anggap ‘sabda’. Semua tindakanya harus di
anggap kebijakan. Allah SWT
berfirman: ”Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat
sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan
penduduknya berpecah-belah, dengan menindas
segolongan dari mereka. Dia menyembelih anak-
anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir ’aun
termasuk orang-orang yang membuat
kerusakan. ” (QS. Al Qashas: 4).
Itulah beberapa celah rawan perangkap syetan
untuk menghasut manusia agar bersikap sombong.
Di luar itu, masih banyak celah lain yang harus
senantiasa ditutup rapat-rapat. Kuncinya adalah
dengan senantiasa mengetrapkan LILLAH-BILLAH,
LIRRASUL-BIRRASUL dan LILGHAUTS-BILGHAUTS.
Ilmu, amal, harta dan kekuasaan, semua dari Allah
(Billah) dan semata-mata untuk pengabdian diri
kepada Allah (Lillah). Semakin merasa bisa ibadah
seseorang, justru ia semakin tidak ibadah.
Sebaliknya semakin merasa tidak mampu
melakukan ibadah ketika seseorang sedang ibadah,
justru itulah sebenarnya ibadah. Semakin Billah,
semakin tinggi nilai ibadahnya. Semakin terlindungi
dari bujuk rayu nafsu dan bisikan syetan.
Pertanyaanya sekarang; sudahkan semua amal
ibadah kita dan segala yang kita milki di sadari dan
didasari LILLAH dan BILLAH?
Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar