Lillah Billah Lirrosul Birrosul Lilghouts bil ghouts.

Selasa, 04 Januari 2011

KETIKA DISANJUNG

Semua orang pasti senang bila di sanjung dan di
puji. Namun sanjungan dan pujian yang berlebihan
seringkali dapat menjerumuskan seseorang pada
perbuatan tercela. Orang yang mabuk pujian akan
menganggap dirinya sempurna, terpuji dan
terhormat. Dia akan menilai bahwa derajat dan
kehormatan seseorang ditentukan oleh sedikit
banyaknya orang yang memuji. Jika yang memuji
sedikit, maka derajatnya rendah. Sebaliknya, jika
yang memujinya itu banyak maka dia termasuk
orang yang terhormat dan mulia.
Itulah penilaian orang bodoh, yang hatinya telah
dikuasai oleh luapan hawa nafsu, yang tidak
mengerti makna dan tujuan sanjungan. Sehingga ia
menilai bahwa sanjungan merupakan barometer
untuk mengukur kemuliaan seseorang. Dan
pemikiran inilah yang akhirnya ia melakukan
berbagai cara untuk mendapatkan sanjungan.
Karena itu, hendaknya kita dapat menjaga diri
jangan sampai mabuk sanjungan. Sebab, mabuk
sanjungan dapat membutakan mata hati dan
mengeruhkan akal pikiran, sehingga kita tidak bisa
membedakan kebenaran dan kebatilan. Oleh sebab
itu, kita harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Jangan terlalu bergembira ketika menerima
sanjungan
Hal ini karena tidak sedikit sanjungan itu hanya
merupakan umpan untuk menjerumuskan
seseorang kedalam kehancuran. Seperti pujian yang
diterima ketika melakukan kemaksiatan.
Orang yang berakal sehat dan berhati jernih tidak
akan merasa gembira dengan sanjungan yang
ditujukan kepadanya. Ia sadar bahwa orang yang
menyanjungnya itu hanya menyebutkan kebaikan
saja, sedangkan kesalahan-kesalahan yang dilakukan
ditutup-tutupi. Ia tidak suka kepada sanjungan dan
pengakuan dari orang lain. Ia lebih suka kritik yang
bersifat konstruktif. Karena hal itu merupakan
penunjuk kekurangan, kesalahan, dari tergelincirnya
amal perbuatan, sehingga dirinya dapat terhindar
dari kesalahan fatal. Dengan demikian, jiwanya akan
tetap suci dari kecongkakan, bersih dari sifat tercela.
2. Jangan membenci kritikan
Banyak orang yang tidak suka di kritik. Di
anggapnya kritikan itu adalah hujatan dan cacian
terhadap dirinya, padahal tidaklah demikian.
Penilaian seperti ini adalah akibat dari mabuk
sanjungan dan pujian sehingga dia benci terhadap
kritikan, meskipun kritikan itu akan mengentaskan
dia dari lumpur kefasikan.
Disamping itu, kedewasaan cara berfikir seseorang
dapat dilihat dari cara dia menerima kritikan. Orang
yang berpengetahuan luas, berakhlak mulia, jernih
hatinya, lapang dadanya dan tawadhu ’ tingkah
lakunya akan senang bila dirinya dikritik dan ditegur
kesalahanya. Baginya, kritikan yang bersifat
konstruktif merupakan teguran terhadap
kesalahanya, sekaligus pelurus pada jalan yang
benar. Ia menilai orang yang mengkritik dirinya itu
adalah orang yang menunjukan rasa simpati
kepadanya, serta menghawatirkan kalau dirinya
terjerumus dalam kesesatan.
Sebaliknya, orang yang berjiwa kerdil, buruk
akhlaknya, sempit hatinya dan tumpul otaknya akan
sangat marah dan tersinggung bila dirinya di kritik.
Sebab kritik yang dilakukan oleh orang lain akan di
anggap sebagai rongrongan dan pengusik
kemapanan dirinya. Bahkan ia tega berbuat kejam
terhadap orang yang mengkritik itu. Maunya ingin
selalu di puji dan di sanjung terus. Meskipun
sanjungan itu berupa ‘duri’ yang menyengat
tenggorokanya. Inilah orang yang matanya telah
tertutup oleh kejahatan sehingga tidak bisa melihat
terangnya sinar matahari.
3. Jangan memuji diri sendiri
Memuji diri sendiri adalah perangai orang bodoh
yang tidak tahu harga dirinya, sehingga ia perlu
memuji dirinya untuk mengangkat martabatnya dan
kehormatanya di hadapan orang lain.
Kita pasti tidak suka mendengar orang lain memuji
dirinya sendiri. Begitu pula orang lain, tidak akan
suka mendengar kita memuji diri kita sendiri. Allah
telah memperingatkan agar seseorang tidk
menganggap dirinya suci dan paling baik.
Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: “Maka
janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dia-lah
yang paling mengetahui tentang orang yang
bertakwa. ” (QS. An-Najm:32).
Yang berhak nilai baik buruknya seseorang adalah
Allah. Sedangkan orang yang menganggap dirinya
suci, paling mulia, paling baik dan paling terhormat
adalah merupakan bentuk kesombongan yang
melampaui batas. Ia tidak merasa malu mengatakan
demikian di hadapan Allah maupun di hadapan
makhluk-Nya padahal setumpuk kejahilan dan
kejahatan berada di pelupik matanya.
Salah seorang hukama’ pernah ditanya: “Apa
kebenaran yang buruk itu?” Ia menjawab,
“Seseorang yang memuji terhadap dirinya sendiri.”
Letak riya’ dan senang disanjung itu bersumber dari
hati yang dipenuhi noda cela. Ia termasuk penyakit
hati yang bisa menelanjangi amal. Karena itu,
hendaknya kita menaburi jiwa dengan akhlak yang
terpuji, menyingkirkan jauh-jauh perasaan dari
mabuk sanjungan dan kehormatan, karena ini
merupakan tipu daya syetan yang hendak
merontokan amal. Dan jangan lupa untuk selalu
memohon ampunan kepada Allah dari segala noda
yang pernah melekat dalam kalbu serta
memperbanyak mujahadah. Wallahu a ’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar