Lillah Billah Lirrosul Birrosul Lilghouts bil ghouts.

Sabtu, 23 Juli 2011

4 BAGIAN NAFSU MENURUT IMAM AL-GHAZALI

Imam Al-Ghazali membagi nafsu kepada
empat bagian, yaitu:
1. Keserakahan nafsu terhadap harta benda.
Seseorang yang telah mendapat anugerah Allah
maka kewajiban baginya untuk selalu mensyukuri
segala nikmat-Nya. Jika engkau menjadi orang
kaya, maka syukurilah. Jika dirimu berkedudukan,
manfaatkanlah kekuasaan dan kedudukanmu
untuk memakmurkan rakyat, bukan
memanfaatkan kuasa untuk mengumpul harta
benda sampai tidak habis dimakan tujuh
keturunan.
2. Nafsu amarah akan membakar dan
membutakan hati.
Cara terbaik untuk bisa mengendalikan nafsu
amarah yang ada dalam diri sendiri dengan
berusaha selalu bersabar dalam menghadapi
kemarahan dan kezaliman orang lain, bersikap
lapang dada, suka memaafkan dan bermurah
hati. Sesungguhnya akhlak yang terpuji adalah
bagi mereka yang mampu memaafkan kesalahan
(kezaliman) orang lain terhadap diri kita.
Sebagaimana pesan rasul SAW: Ingat 2 perkara
dan lupakan 2 perkara, yaitu:
Ingat kebaikan orang lain pada kita, dan ingat
kezaliman kita pada orang lain, serta lupakan
kebaikan kita pada orang, dan lupakan kezaliman
orang lain pada kita, insya allah kita menjadi
pribadi muslim yang sejati.
3. Kesenangan duniawi mendorong nafsu.
Kesenangan duniawi merupakan racun
pembunuh yang mengalir dalam urat. Manusia
selalu diingatkan agar tidak terjerumus akan
kesenangan duniawi, karena hal itu akan
mendorong nafsu menjadi liar. Orang berlumba
mengejar kuasa, tanpa memeperdulikan kaedah
yang di ajarkan agama, apalagi norma-norma
pekerjaan yang sebenarnya, yang terpenting ia
dapat memperoleh kekuasaan walau dengan cara
apapun.
4. Nafsu syahwat.
Imam Al-Gazhali mengingatkan bahwa syaitan
menggoda manusia di dunia ini melalui berbagai
cara. Dan yang paling berbahaya ialah harta,
wanita dan takhta (kekuasaan). Setan telah
memasang perangkap godaannya, tidak sedikit
manusia yang hancur dan rusak kehidupannya
karena mencari kesenangan dunia semata.
Dalam ajaran Islam, nafsu itu bukan untuk
dibunuh, melainkan untuk dijaga dan di kawal.
Tetapi Rasulullah SAW sangat menekankan
tentang adanya jihad yang batin, maknawi atau
jihad melawan hawa nafsu. Ketika balik dari satu
peperangan yang dahsyat melawan kaum
musyrikin, Rasulullah SAW bersabda yang
bermaksud :
Kita baru kembali dari satu peperangan yang kecil
untuk memasuki peperangan yang lebih besar.
Sahabat terkejut dan bertanya, “Peperangan
apakah itu wahai Rasulullah ? ” Baginda berkata,
“Peperangan melawan hawa nafsu.” (Riwayat Al
Baihaqi).
Rasulullah mengajak kita untuk meninggalkan
satu peperangan, satu perjuangan atau satu jihad
yang kecil untuk dilatih melakukan satu
perjuangan atau jihad yang besar yaitu jihad
melawan hawa nafsu. Orang yang berperang
melawan nafsu ini nampak seperti duduk-duduk
saja, tidak seperti orang lain mungkin bisa dengan
bebas berekspresi, akan tetapi sebenarnya sedang
membuat kerja yang besar iaitu berjihad
melawan hawa nafsu.
Melawan hawa nafsu atau mujahadah al- nafs
sangat susah. Mungkin kalau nafsu itu ada di luar
jasad maka bisa kita pegang, mudah kita akan
menekan dan membunuhnya sampai mati.
Tetapi nafsu kita itu terletak ada dalam diri kita,
mengalir bersama aliran darah dan menguasai
seluruh tubuh kita. Karena itu tanpa kesedaran
dan kemauan yang sungguh-sungguh kita pasti
dikalahkan untuk diperalat sesukanya. Nafsu jahat
dapat dikenal melalui sifat keji dan kotor yang ada
pada manusia.
Dalam ilmu tasawuf, nafsu jahat dan liar sering
disebut dengan istilah sifat madzmumah. Di
antara sifat-sifat mazmumah itu seperti cinta
dunia, tamak, sum’ah, riya’, ujub, gila pangkat
dan harta, hasud, iri hati, dendam, sombong dan
lain-lain. Sifat-sifat itu melekat pada hati seperti
daki melekat pada badan. Kalau kita malas
menggosok sifat itu akan semakin kuat dan
menebal pada hati kita. Sebaliknya kalau kita rajin
meneliti dan kuat menggosoknya maka hati akan
bersih dan jiwa akan suci.
Nafsu itulah yang lebih jahat dari syaitan. Syaitan
tidak dapat mempengaruhi seseorang kalau tidak
meniti di atas nafsu. Dengan kata lain, nafsu
adalah highway(jalan tol) atau jalan bebas
hambatan untuk syaitan. Kalau nafsu dibiarkan
akan membesar, maka semakin luaslah highway
syaitan. Kalaulah nafsu dapat diperangi, maka
tertutuplah jalan syaitan dan tidak dapat
mempengaruhi jiwa kita. Sedangkan nafsu ini
sebagaimana yang digambarkan oleh Allah
sangat jahat[9].
ْﻰِّﺑَﺭ َﻢِﺣَﺭ ﺎَﻣ َّﻻِﺇ ِﺀْﻮُّﺴﻟﺎِﺑ ٌﺓَﺭﺎَّﻣَﺄَﻟ َﺲْﻔَّﻨﻟﺍ َّﻥِﺇ
“……., Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh
kepada kejahatan, …….”.
Dan ini dikuatkan dengan sabda baginda Nabi
SAW: “Musuh yang paling memusuhi kamu
adalah nafsu yang ada di antara dua lambungmu
“. Nafsu inilah yang menjadi penghalang utama
dan pertama, kemudian barulah syaitan dan
golongan-golongan yang lain. Memerangi hawa
nafsu lebih hebat daripada memerangi Yahudi
dan Nasrani atau orang kafir. Sebab berperang
dengan orang kafir cuma sekali-sekali. Nafsulah
penghalang yang paling jahat. Mengapa? Kalaulah
musuh dalam selimut, itu mudah dan dapat kita
hadapi. Tetapi nafsu adalah sebahagian dari badan
kita. Tidak sempurna diri kita jika tidak ada nafsu.
Ini yang disebut musuh dalam diri. Sebagian diri
kita memusuhi kita. Ia adalah jizm al-latif tubuh
yang halus yang tidak dapat dilihat dengan mata
kepala, hanya dapat dirasa oleh mata otak (akal)
atau mata hati. Oleh itu tidak dapat kita buang.
Sekiranya dibuang kita pasti mati.
Siapa sanggup melawan hawa nafsu, maka Allah
akan tunjukkan satu jalan hingga diberi
kemenangan, diberi bantuan dan tertuju ke jalan
yang benar. Inilah rahasia untuk mendapat
pembelaan dari Allah. Hidup ini adalah perjuangan
melawan hawa nafsu (syaitan). Kadangkala kita
menang dan kadangkala kita kalah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar