Lillah Billah Lirrosul Birrosul Lilghouts bil ghouts.

Rabu, 27 Juli 2011

TERJEMAHAN KITAB KIMYATUSY SYA'ADAH (IMAM AL GHAZALI) VI.MENGENAL AKHIRAT

Semua orang-orang yang percaya dengan Al-
Qur’an dan Hadis mengetahui tentang
kebahagiaan di Surga dan keazaban di Neraka
yang akan dirasakan di Akhirat kelak.
Tetapi banyak orang yang tidak mengetahui
adanya Surga dan Neraka Ruhaniah.
Berkenaan Surga Ruhaniah ini, Alloh pernah
berfirman kepada Nabinya :
“mata tidak pernah melihat, telinga tidak pernah
mendengar, dan hati tidak pernah berfikir tentang
hal-hal yang disediakan bagi orang-orang yang
sholeh.”
Dalam hati orang-orang yang diberi Nur (cahaya)
oleh Alloh s.w.t, ada satu pintu yang terbuka
menghadap kepada hakikat-hakikat Alam
Keruhaniaan, dan dengan itu ia tahu rasa
pengalaman sebenarnya, bukan omong-omong
kosong saja atau kepercayaan yang turun-
menurun, berkenaan apa yang mendatangkan
kerusakan dan apa yng mendatangkan
kebahagiaan dalam Jiwa (ruh) sebagaimana
terangnya dan pastinya dokter-dokter
mengetahui apa yang menyebabkan sakit dan
apa yang menyebabkan kesehatan pada tubuh.
Dia tahu bahwa mengenal Alloh dan ibadat itu
adalah obat penawar, dan jahat serta dosa itu
adalah racun bisa kepada ruh.
Banyak orang, bahkan orang-orang “Alim”,
karena membabi buta mencela pendapat orang
lain, tidak yakin sebenarnya dalam kepercayaan
mereka tentang kebahagiaan dan azab ruh di
Akhirat nanti. Tetapi orang yang penuh keyakinan
tanpa diganggui oleh perasangka akan mencapai
keyakinan penuh dalam hal ini.
Manusia ada dua jiwa (Ruh) yaitu Ruh Kehewanan
dan Ruh Insan (Ruh Keruhanian). Ruh Keruhanian
ini adalah tabiatnya bersifat malaikat. Tempat
duduk Ruh kehewanan ialah hati. Dari hati itu ruh
ini keluar seperti uap halus dan meliputi semua
anggota tubuh, yang memberi dan penglihatan
kepada mata, dia mendengar kepada telinga, dan
dia pada tiap-tiap anggota yang lain untuk
menjalankan tugasnya masing-masing. Ruh ini
bolehlah diibaratkan sebagai lampu rumah dalam
sebuah rumah. Cahayanya menyinari dinding
rumah itu. Hati itu ibarat sumbu lampu tersebut.
Apabila minyak terputus karena sebab-sebab
tertentu, maka padamlah lampu itu. Demikianlah
juga matinya ruh binatang (ruh kehewanan) itu.
Berlainan dengan Ruh Keruhanian. Ruh
Keruhanian itu tidak boleh dipecah-pecah atau
dibagikan-bagikan. Dengan ruh inilah manusia
mengenal Tuhannya. Bolehlah dikatakan bahwa
Ruh Keruhanian ini adalah penunggang ruh
kehewanan itu. Meskipun Ruh kehewanan mati
dan hancur binasa, namun Ruh Keruhanian itu
tetap hidup dan tidak binasa. Ruh keruhanian ini
ibarat penunggang yang telah turun dari kudanya
atau ibarat pemburu yang telah hilang senjatanya,
apabila seseorang itu meninggal dunia. Kuda dan
senjata itu diberi kepada ruh manusia itu supaya
dengan itu ia dapat memburu dan menangkap
Cinta dan Makrifat kepada Alloh. Jika buruan tadi
telah ditangkap, maka tidaklah ada sesal dan duka
lagi. Sebaliknya suka dan puas hatilah ia dan
dapatlah ia meletakkan senjata dan kuda keletihan
itu ke tepi Berhubung dengan hal ini,
Nabi pernah dan bersabda :
“Mati itu adalah hadiah dari Alloh kepada orang-
orang mukmin.”
Tetapi sayang sekali, seribu kali sayang bagi ruh
yang kehilangan kuda dan senjata sebelum ia
dapat menangkap barang buruan itu. Tidaklah
terkira lagi sesal dan dukanya.
Kita akan terangkan lebih lanjut bagaimana
berbedanya Ruh Insan atau Ruh Keruhanian itu
dari tubuh dan anggotanya. Anggota tubuh
mungkin lumpuh dan tidak berkerja lagi. Tetapi
ruh tidak rusak apa-apa. Begitu juga tubuh
sekarang ini, tidak lagi tubuh kita semasa bayi
dahulu, bahkan berbeda langsung. Tetapi
keperibadian kita sekarang adalah serupa dengan
keperibadian kita di masa bayi dahulu.
Nampaklah kepada kita betapa kekalnya ruh itu
meskipun tubuh telah hancur binasa.
Ruh ini kekal bersama dengan sifat-sifatnya yang
tidak bersangkutan dengan tubuh seperti Cinta
kepada Alloh dan Makrifat Alloh.
Inilah yang dimaksud oleh Al-Quran :
Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang
beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling
berkasih sayang dengan orang-orang yang
menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-
orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau
saudara-saudara atau pun keluarga mereka.
Mereka itulah orang-orang yang Allah telah
menanamkan keimanan dalam hati mereka dan
menguatkan mereka dengan pertolongan yang
datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya
mereka ke dalam surga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya. Allah rida terhadap mereka dan
mereka pun merasa puas terhadap (limpahan
rahmat) -Nya. Mereka itulah golongan Allah.
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah
itulah golongan yang beruntung. (Mujaadilah:22)
Tetapi jika kita meninggal dunia tidak membawa
ilmu atau pengenalan tentang Alloh (makrifat) dan
sebaliknya mati dalam Jahil tentang Alloh, di mana
Jahil itu adalah satu dari sifat penting juga, maka
teruslah kita dalam kegelapan ruh dan azab
sengsara. Sebab itu Al-Quran ada menyatakan:
Dan barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini,
niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula)
dan lebih tersesat dari jalan (yang benar). ( Al -
Israil:72)
Sebab Ruh lnsan kembali ke Alam Tinggi itu ialah
karena asalnya di sana dan tabiatnya bersifat
kemalaikatan. Ruh Insan itu dihantar ke alam
rendah atau dunia ini, berlawanan dengan
kehendaknya, dengan tujuan mencari
pengetahuan dan pengalaman, seperti firman
Alloh dalam Al-Qur’an :
Kami berfirman: “Turunlah kamu semua dari
surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku
kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti
petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas
mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.
(Al Baqoroh:38)
dan firman Alloh lagi :
Maka apabila Aku telah menyempurnakan
kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya
ruh (ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu
kepadanya dengan bersujud. Al-Hijr:29)
Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa tempat asal
Ruh Insan itu ialah dari Alam Tinggi sana .
Kesehatan Ruh Kehewanan atas keseimbangan
bagian-bagian. Apabila keseimbangan ini telah
cacat, maka dapat diperbaiki dengan obat-obat
yang sesuai. Maka begitu jugalah kesehatan Ruh
Insan , ia terdiri ada keseimbangan akhlak.
Ke seimbangan akhlak ini dipelihara dan
diperbaiki. Dengan arahan-arahan kesusilaan
(akhlak) dan ajaran akhlak.
Berkenaan wujudnya Ruh Insan ini di akhirat
kelak, maka kita telah tahu bahwa Ruh Insan itu
adalah tidak terikat kepada tubuh. Segala bantahan
terhadap wujudnya ruh ini selepas mati adalah
berdasarkan pada prasangka, ia terpaksa
mendapatkan semula tubuhnya yang di dunia
dulu yang telah hancur menjadi tanah. Setengah
orang menyangka Ruh Insan itu binasa setelah
mati, kemudian diwujudkan dan dihidupkan
semula. Tetapi ini adalah berlawanan dengan Akal
dan juga Al-Qur’an. Akal membuktikan bahwa
mati itu tidak membinasakan hakikat seseorang
itu dan Al-Qur’an mengatakan :
“Janganlah kamu berkira-kira bahwa orang-orang
yang mati (gugur) di jalan Alloh mati, bahkan
mereka itu hidup di sisi TuhanNya dengan
mendapat rezeki” (Al-Imran:169)
Tidak ada satu perkataan pun yang tersebut
dalam hukum berkenaan orang-orang yang mati
itu telah binasa, dan orang itu baik atau jahat,
bahkan Nabi SAW. pernah bertanya kepada Ruh
orang-orang kafir yang terbunuh, apakah mereka
telah menjumpai hukum yang baginda katakan
kepada mereka itu, benar atau bohong. Apabila
sahabat-sahabat Nabi bertanya kepada baginda
apakah faedahnya bertanya kepada mereka yang
telah mati, baginda menjawab :
“Mereka mendengar kata-kataku lebih jelas dari
kamu mendengarnya”.
Ada juga orang-orang Sufi yang dibukakan hijab
bagi mereka. Maka nampaklah oleh mereka
syurga dan neraka, dalam keadaan mereka itu
tidak sadar diri. Setelah mereka sedar semula,
muka mereka menunjukkan apa yang mereka
lihat itu, apakah syurga atau neraka. Jika muka
mereka menunjukkan tanda-tanda gembira dan
senang, maka itulah tanda mereka telah melihat
syurga. Jika mereka seperti orang ketakutan dan
cemas, itulah tanda mereka melihat neraka. Tetapi
pandangan seperti ini tidaklah perlu untuk
membuktikan apa yang akan terjadi itu kepada
tiap-tiap orang yang berfikir, yaitu apabila mati
telah melepaskan inderanya pergi dan segalanya
hilang kecuali peribadinya saja yang tinggal dan
jika semasa di dunia ini ia sangat terikat kepada
benda yang dipandang oleh indera saja seperti
isteri, anak, harta-benda, tanah, uang ringgit, dan
sebagainya, maka tentu sekali ia akan terazab
apabila semua itu telah hilang darinya.
Sebaliknya jika ia semampunya memalingkan
mukanya dari segala benda di dunia dan
menumpukan Cinta kepada Alloh Taala, maka
jadilah mati itu sebagai cara melepaskan diri dari
tanggapan dan kaitan dunia, dan teruslah ia
berpadu dengan Alloh yang diCintainya. Sebab
itulah Nabi SAW. pernah bersabda,
“Mati itu ialah jaminan yang menyambungkan
sahabat dengan sahabat”.
dan sabda beliau lagi :
“Dunia ini syurga bagi orang kafir, tetapi penjara
bagi orang mukmin”.
Sebaliknya pula, Azab sengsara yang dirasakan
oleh Ruh itu setelah mati adalah berpuncak dari
terlalu kasih kepada dunia.
Nabi pernah mengatakan bahwa tiap-tiap orang
kafir setelah mati akan diazab oleh 99 ekor ular.
Tiap-tiap seekor ada sembilan kepala.
Ada juga orang yang bodoh. Mereka menggali
kubur orang kafir dan melihat tidakpun ada ular di
situ. Mereka tidak sedar bahwa ular itu berada
dalam Ruh si Kafir dan ular itu telah ada di situ
bahkan sebelum ia mati lagi, kerena ular itu adalah
sebenarnya sifat-sifat jahat mereka sendiri.
Diperlambangkan yaitu sifat-sifat dengki, benci,
menafiq, sombong, penipu dan lain-lain. Semua
itu secara langsung atau tidak langsung adalah
karena terlampau Kasih Kepada Dunia. Itulah
akibat mereka yang digambarkan oleh Al-Qur’an
dengan:
Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka
orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat,
hati mereka mengingkari (keesaan Allah),
sedangkan mereka sendiri adalah orang-orang
yang sombong. (An Nahl:22)
Jika ular itu hal di luar diri mereka, bolehlah
mereka lepas dari siksaan itu barang sebentar,
tetapi sebenarnya ular itu ialah sifat-sifat mereka
sendiri. Bagaimana mereka hendak melepaskan
diri ???
Kita ibaratkan demikian, Katalah seorang yang
menjual hamba perempuan tanpa mengetahui
bagaimana kasihnya ia kepada si hamba itu
hinggalah hamba itu telah jauh darinya. Lama
kelamaan, cintanya itu bertambah hebat dan kuat
benar hingga maulah ia menyiksa dirinya. Cinta
itu menyiksanya seperti seekor ular yang telah
menggigitnya hingga pingsan, dan kemudian
coba menghujamkan dirinya ke dalam api atau
terjun ke air untuk lari dari siksaan itu.
Demikianlah misalnya akibat kasih kepada dunia
dan bagi mereka yang ada berperasaan itu selalu,
tidak sadar hinggalah ia meninggal dunia. Maka
kemudian itu siksaan rindu dam birahi yang sia-
sia bertambah hebat hingga ia lebih suka
menukarkannya dengan berapa banyak pun ular
dan kala.
Oleh karena itu, tiap-tiap orang berbuat dosa
membawa bersamanya ke akhirat alat-alat
penyiksaannya sendiri.
Al-qur’an ada menerangkan :
” dan sesungguhnya kamu benar-benar akan
melihatnya dengan `ainulyaqin, “. (Al-Takatsur:07)
dan firman Alloh Taala lagi;
” Dan sesungguhnya Jahanam itu benar-benar
meliputi orang-orang yang kafir ” (Al-Taubah:49)
Dia (Alloh) tidak berkata;
“Akan meliputi mereka”. karena liputan itu telah
pun ada sekarang juga.
Mungkin ada orang yang membantah; “Jika
demikian keadaannya, siapakah yang akan dapat
melepaskan diri dari neraka, karena sedikit
sebanyak manusia itu pasti ada neraka di dunia?
Kami menjawab:
Ada juga orang, khususnya Faqir. Mereka ini
melaksanakan kaitan cintanya kepada dunia.
Walaupun begitu, ada juga orang yang beristeri,
beranak, berumah-tangga dan lain-lain lagi,
walaupun mereka ada kaitan dengan semua itu,
namun Cinta mereka terhadap Alloh tidak ada
tandingan dan mereka lebih Cinta kepada Alloh
melebihi dari yang lain.
Mereka ini adalah seperti orang yang ada
berumah-tangga di sebuah bandar yang
dicintainya. Tetapi apabila Raja atau Pemerintah
memberinya jabatan untuk bertugas di bandar
yang lain, dia rela berpindah ke bandar itu karena
jabatan itu lebih dicintai dari rumah-tangganya di
bandar itu. banyak Ambiya’ dan Aulia yang
sedemikian ini.
Sebagian besar pula manusia yang ada sedikit
Cinta kepada Alloh, tetapi sangat cinta kepada
dunia. Maka dengan itu mereka terpaksalah
menerima azab di akhirat sebelum mereka
dibersihkan dari karat-karat cinta kepada dunia itu.
Ramai orang yang mengaku Cinta kepada Alloh,
tetapi seseorang itu harus menilainya dan
menguji dirinya dengan memerhatikan
kemanakah cenderung lebih berat kalau perintah
Alloh bertentangan dengan kehendak nafsunya?
Orang yang mengatakan Cinta kepada Alloh tetapi
tidak dapat menahan dirinya darinya dan tidak
patuh kepada Alloh, maka orang itu sebenarnya
berbicara bohong.
Kita telah perhatikan di atas bahwa satu jenis
Neraka Keruhanian ialah berpisah secara paksa
dari keduniaan dengan keadaan itu sangat terkait
dan terikat dengan keduniaan itu. Banyak pula
orang yang membawa dalam diri mereka,
kuman-kuman neraka seperti ini tanpa mereka
sadari.
Di akhirat kelak, mereka akan merasa diri mereka
seperti Raja yang diturunkan dari takhta kerajaan
dan dijadikan alat gelak ketawa orang ramai, pada
hal sebelum ini mereka hidup dengan mewah
dan senang senang.
Jenis Neraka Keruhanian yang kedua ialah Malu,
yaitu apabila manusia itu tersadar dan melihat
keadaan perbuatan yang dilakukan dalam keadaan
hakiki yang sebenarnya tanpa selindung lagi.
Orang yang membuat fitnah akan melihat dirinya
dalam bentuk orang yang memakan daging
saudaranya sendiri, dan orang yang iri dengki
seperti yang melempar batu kepada tembok dan
batu itu mental ke belakang lalu mengenai mata
anaknya sendiri.
Jenis neraka seperti ini, yaitu Malu, bolehlah
dilambangkan dengan ibarat berikut. Katakanlah
seorang Raja merayai perkawinan anak lelakinya.
Di waktu petang, orang muda itu pergi bersama
sahabatnya berjalan-jalan dan tidak lama
kemudian kembali ke Istana (dalam keadaan
mabuk) . Dia masuk ke sebuah Dewan di mana
api (lilin) sedang menyala. Ia berbaring.
Disangkanya ia berbaring dekat isterinya.
Besoknya, apabila ia sadar semula, terperanjatlah
ia apabila dilihatnya dirinya berada dalam Rumah
Mayat orang-orang Majusi. Tempat
berbaringannya itu ialah keranda mayat itu dan
bentuk orang yang disangkakan isterinya itu ialah
sebenarnya mayat seorang perempuan tua yang
mulai busuk dan keriput. Ia pun keluar dari
Rumah Mayat itu dengan pakaian yang kotor dan
rupa yang lusuh. Alangkah malunya ia berjumpa
dengan ayahnya, Raja itu bersama dengan
pengiring-pengiringnya. Demikianlah gambaran
Malu yang dirasakan di akhirat kelak oleh mereka
yang di dunia ini tamak dan sombong dan
menumpukan seluruh jiwa raga kepada apa yang
mereka sangka sebagai keindahan dan
kenikmatan.
Nereka Keruhanian Yang Ketiga ialah sesal dan
putus asa dan gagal mencapai tujuan hidup yang
sebenarnya.
Manusia dijadikan untuk Mencerminkan Cahaya
Makrifat Alloh. Tetapi jika ia kembali ke akhirat
dengan jiwanya penuh mabuk dan karat hawa
nafsu, maka gagal lah ia mencapai tujuan
hidupnya di dunia ini. Sesal atau putus asanya
boleh digambarkan demikian.
Katalah seseorang melewatii hutan yang gelap
bersama kawan-kawannya. Di sana sini terlihat
kilauan cahaya batu yang berwarna-warni.
Kawannya memungut batu itu dan menasihatnya
supaya berbuat demikian juga. Kawannya
berkata, “Batu ini sangat mahal harganya di
tempat yang kita akan pergi sana “. Tetapi beliau
mentertawakan mereka dan mengatakan mereka
bodoh karena mengharapkan keuntungan yang
sia-sia yang belum tentu lagi. Dia pun terus
berjalan. Akhirnya mereka pun keluarlah dari
hutan yang gelap itu setelah berjalan beberapa
lama. Mereka dapati batu itu sebenarnya batu
Delima, Intan Berlian dan sangat bernilai dan
berharga. Alangkah sesal dan putus asanya ia
karena tidak mahu mengutip batu-batu itu
dahulu. Begitulah ibaratnya orang yang sesal di
akhirat kelak karena semasa mereka hidup di
dunia ini mereka lalai dan tidak berusaha untuk
mendapatkan intan permata kebajikan dan
perbendaharaan agama.
Perjalanan Insan melalui dunia ini bolehlah di-
bahagi-bahagikan kepada empat peringkat :
Peringkat Nafsu,
Peringkat Percobaan,
Peringkat Naluri dan
Peringkat Berakal.
Dalam Peringkat Pertama, manusia itu adalah
ibarat keledai. Meskipun ia ada penglihatan, tetapi
tidak ada ingatan. Ia terus membakar dirinya
berkali-kali ke dalam api lampu yang sama itu
juga.
Dalam Peringkat Kedua, ia adalah ibarat anjing ,
apabila dipukul sekali akan lari apabila melihat
kayu selepas itu.
Dalam Peringkat Ketiga, manusia itu ibarat kuda
atau biri-biri. Kedua-duanya akan lari secara
naluri, apabila melihat singa atau serigala, karena
haiwan itu adalah musuhnya semula jadi. Tetapi
meeka tidak lari apabila melihat unta atau lembu,
meskipun binatang-binatang itu lebih besar dari
tubuhnya.
Dalam Peringkat Keempat, manusia itu
melampaui perbatasan binatang dan boleh sedikit
sebanyak melihat ke hari depan dan
mempersiapkan untuk hari yang akan datang.
Pergerakannya mula-mula bolehlah
diumpamakan seperti berjalan di atas tanah,
kemudian mengembara atas lautan dalam kapal,
kemudian ia mengenal hakikat-hakikat hingga
dapat berjalan di atas air lait. Di atas peringkat itu
ada satu taraf lagi yang diketahui oleh Ambiya
dan Aulia Alloh, kemajuan mereka diibaratkan
sebagai burung terbang.
Oleh yang demikian, manusia dapat wujud dalam
beberapa peringkat dari binatang hingga ke
Malaikat. Di sini juga terletak bahayanya, yaitu
mungkin terjatuh ke taraf yang paling bawah dan
rendah. Dalam Al-Qur’an ada tercantum,
” Sesungguhnya Kami telah mengemukakan
amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung,
maka semuanya enggan untuk memikul amanat
itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya,
dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat lalim dan amat
bodoh “. (Al-ahzab:72)
Binatang dan Malaikat tidak dapat merubah
peringkat atau pangkat yang ditetapkan kepada
mereka, tetapi manusia boleh turun ke tempat
atau peringkat yang paling bawah, atau pun naik
ke peringkat Malaikat. Inilah maksud “beban” yang
dimaksudkan itu. Kebanyakan manusia memilih
tempat dalam dua peringkat yang bawah seperti
tersebut dahulu. Tempat yang tetap selalunya
tidak disukai oleh orang yang mengembara.
Kebanyakan mereka dalam peringkat atau kelas
yang bawah itu karena tidak ada kepercayaan
yang penuh dan tetap tentang hari Akhirat itu.
Kata mereka, Neraka itu adalah rekaan orang-
orang Agama saja untuk menakut-nakutkan
orang ramai, dan mereka pandang hina terhadap
orang-orang Agama. Untuk bertengkar dengan
mereka ini tidaklah berguna. Cukuplah bertanya
kepada mereka demikian untuk membuat mereka
merenung sebentarnya,
“Adakah kamu anggap 124, 000 orang Nabi dan
juga Aulia Alloh itu semuanya percaya dengan
Hari Akhirat itu semuanya salah dan kamu itu saja
yang betul?”.
Jika ia menjawab, “Ya, saya percaya sebagaimana
percaya saya dua itu lebih dari satu. Saya penuh
yakin tidak ada Ruh dan tidak ada bahagia dan
hidup sengsara di Hari Akhirat”.
Maka orang seperti itu tidak ada harapan lagi.
Biarkanlah mereka di situ. Kenanglah nasihat Al-
Qur’an;
” Dan siapakah yang lebih lalim daripada orang
yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari
Tuhannya lalu dia berpaling daripadanya dan
melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua
tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan
tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka
tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula)
sumbatan di telinga mereka, dan kendati pun
kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya
mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-
lamanya ” (Al-Kahfi:57)
Tetapi sekiranya orang itu berkata bahwa hidup di
Akhirat itu adalah satu kemungkinan tetapi doktrin
(kepercayaan) itu penuh dengan keraguan dan
kesulitan. Maka tidaklah mungkin untuk membuat
keputusan sama ada hal itu betul atau tidak. Maka
bolehlah dikatakan kepadanya,
“Lebih baik kamu fikirkan. Kalau kamu lapar
hendak makan dan tiba-tiba ada orang berkata
kepadamu dalam makanan itu ada racun yang
diludahkan oleh seekor ular yang bisa. Kamu
mungkin enggan memakan makanan itu dan
kamu rasa lebih baik tahankan saja lapar itu,
meskipun orang yang berkata itu mungkin
berbohong atau melawak saja”.
Atau pun katalah kamu sedang sakit dan seorang
pembuat Azimat berkata :
“Beri saya uang dan saya boleh tuliskan satu
Azimat untuk kamu gantung pada leher dan
Azimat itu akan menyembuhkan sakitmu”.
Mungkin kamu memberi orang itu uang untuk
membuat Azimat itu dengan harapan mendapat
faedah dari Azimat itu. Atau jika seorang ahli
Nujum berkata :
“Apabila bulan masuk ke falak bintang yang
tertentu, minumlah sekian-sekian obat, maka
sembuhlah kamu”.
Meskipun tidak percaya dengan Ilmu Nujum,
namun kamu mungkin mencobanya dengan
harapan supaya disembuhkan.
Tidakkah kamu berfikir bahwa adalah lebih baik
bergantung kepada perkataan para Ambiya’,
Auliya’ dan orang-orang Sholeh itu tentang Hari
Akhirat itu lebih baik daripada percaya akepada
penulis Azimat atau Ahli Nujum?
Ada orang yang belayar dalam kapal menembus
lautan yang penuh ombak gelombang yang
menelan manusia semata-mata dengan tujuan
untuk mendapat keuntungan yang sedikit, kenapa
pula kamu tidak kamu berkorban sedikit pun di
dunia ini karena untuk kebahgiaan yang abadi di
Akhirat kelak?
Pernah Sayyidina Ali berkata kepada seorang
Kafir; ” Jika pendapat kamu betul, kedua kita akan
merugilah di Akhirat kelak, tetapi jika kami betul,
maka terlepaslah kami dan kamulah yang akan
menderita”.
Beliau berkata demikian bukan karena beliau ragu-
ragu, tetapi semata-mata untuk menyadarkan
orang Kafir itu.
Dari apa yang kita baca di atas itu, maka tahulah
kita bahwa tugas utama hidup manusia di dunia
ini ialah untuk membuat persediaan bagi Akhirat.
Walaupun seorang itu ragu kehidupan di Akhirat
itu, Akal mencadangkan supaya orang itu
bertindak seolah-olah ianya ada, memandangkan
hal-hal besar yang akan ditempuh kelak. Selamat
sejahteralah mereka yang menurut ajaran Alloh
dan RasulNya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar