Lillah Billah Lirrosul Birrosul Lilghouts bil ghouts.

Sabtu, 15 Januari 2011

IMAN : Tidak hanya dengan Ucapan

Dan sebagian di antara manusia ada yang
mengatakan: Kami beriman kepada Allah dan hari
akhir, sedangkan mereka sebenarnya tiada beriman.
Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang
beriman. Padahal mereka tiada menipu kecuali
menipu pada mereka sendiri, sedangkan mereka
tidak menyadari. ” (QS. Al Baqarah: 8-9).
Jumlah ayat tentang orang-orang berian kurang
lebih empat ayat, yaitu mulai ayat 2 hingga ayat 5.
Uraian mengenai orang beriman tersebut tergolong
banyak karena untuk memberikan penerangan
kepada manusia, khususnya kepada mereka yang
mengimani Al Qur ’an tentang bagaimana agar
seseorang menjadi mukmin yang sejati.
Selanjutnya Allah SWT memberikan uraian
mengenai orang kafir jalli (Kafir yang terang-
terangan) secara singkat. Uraian tersebut hanya dua
ayat, yaitu ayat 6 dan 7. Hal ini karena kaum kafir
sangat jelas karakter dan wataknya. Mereka
sedemikian mudah dikenal sehingga cukup dengan
uraian yang singkat saja. Tanpa banyak
penyelidikan, kita bisa melihat bahwa orang-orang
semacam Abu Jahal atau Abu Lahab adalah kafir.
Karena mereka secara terang-terangan menyatakan
kekafiran mereka.
Selanjutnya, kita akan memasuki pembahasan
keterangan Allah mengenai orang munafik. Yaitu
mereka yang pada dasarnya kafir namun
menampakkan diri sebagai orang beriman. Ayat
mengenai orang munafik ini cukup banyak. Yaitu
berjumlah 13 ayat yang membentang mulai ayat 8
hingga 20 dari surat Al Baqarah ini.
Uraian mengenai kaum munafik sedemikian banyak.
Hal ini karena beberapa sebab.
Yang Pertama, adalah bahwa dosa munafik adalah
dosa yang sangat besar. Bahkan lebih besar dari
dosa kafir yang terang-terangan. Hal ini karena
dalam Al Qur ’an kaum munafik diancam dengan
neraka lapisan terbawah. Sementara kaum kafir
biasa tidak masuk ke dalam lapisan paling bawah.
Namun di atas lapisan kaum munafik. Karena itulah
Allah menjelaskan keberadaan kaum munafik ini
secara terperinci agar manusia tidak jatuh ke dalam
jurang kemunafikan.
Yang kedua, adalah bahwa sifat-sifat munafik
tersebut sangat samar. Karena samarnya tersebut,
Rasulullah SAW menjelaskan, bahwa bisa jadi
seseorang itu melakukan shalat, berpuasa dan
bahkan menyangka dirinya seorang muslim.
Namun dalam pandangan Allah, ternyata ia seorang
munafik. Karena itulah, mengenal hal-hal yang
menyebabkan seseorang menjadi munafik
sangatlah penting agar seseorang terjaga dari sifat
munafik tersebut.
Ketiga, kerusakan yang di timbulkan oleh
kemunafikan ini sangatlah besar. Bahkan jauh lebih
besar dari mereka yang kafir secara terang-
terangan. Pada masa Rasulullah SAW, kaum
munafik nyaris bisa menimbulkan perang saudara
sesama mukmin akibat adu domba mereka. Hanya
karena pertolongan Allah-lah kaum muslimin saat itu
selamat dari perang saudara.
Upaya kaum munafik ini terus berlangsung. Namun
pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, upaya
mereka terhalang. Pada masa Khalifah Utsman,
kaum munafik yang dipelopori oleh Abdullah bin
Saba ’ berhasil membuat kekacauan yang berakibat
terbunuhnya Khalifah Utsman. Pada masa Khalifah
Ali, kaum munafik menimbulkan perang Jamal yang
merenggut nyawa puluhan ribu kaum muslimin.
Bukan hanya itu, kaum munafik juga telah
membidani lahirnya berbagai aliran sesat dalam
Islam. Upaya kaum munafik yang besar di abad XX
adalah runtuhnya Kekhalifahan Islam Turki Utsmani.
Setelah persenjataan tidak mampu menghancurkan
Khilafah Islam, mereka menyusup orang-orang
munafik yang melakukan pembusukan yang
mengakibatkan runtuhnya Khilafah Islam.
Pada ayat di atas, Allah memberitahukan bahwa ada
manusia yang menyatakan bahwa mereka beriman
kepada Allah dan hari akhir. Padahal sebenaranya
tiada sebiji atom pun iman dalam hati mereka.
Ayat diatas menyiratkan beberapa hal,
Pertama, adalah bahwa keimanan dalam pandangan
Allah tidak cukup dengan ucapan lisan. Namun
harus bermula dari keyakinan di dalam hati, yang
kemudian diucapkan dengan lisan. Walaupun
demikian, setiap orang yang sudah mengikrarkan
keimanan, harus diperlakukan sebagai orang Islam.
Walaupun mungkin dia adalah seorang munafik.
Kedua, adalah bahwa keyakinan kepada Allah dan
hari akhir itupun tidak cukup untuk menjadikan
seseorang menjadi mukmin. Namun harus disertai
dengan beriman kepada Rasulullah SAW serta
seluruh cabang-cabang keimanan yang lain. Hal ini
perlu disampaikan karena pada umumnya mereka
yang munafik adalah kaum Yahudi. Mereka
beranggapan bahwa walaupun mereka Yahudi
namun mereka mukmin, karena mereka beriman
kepada Allah dan hari akhir. Padahal itu tidaklah
cukup. Mereka harus juga beriman kepada
Rasulullah SAW serta semua yang beliau
sampaikan. Rasulullah SAW bersabda,”Andaikan
Musa dan Isa hidup, maka tiada keleluasaan bagi
keduanya kecuali mengikuti. ” (HR. Ahmad).
Ketiga, adalah bahwa salah satu watak orang
munafik adalah suka berbicara dan menjelaskan
bahwa ia adalah orang beriman. Mereka melakukan
hal ini adalah untuk mencari kedudukan di hadapan
manusia. Walaupun sebenarnya mereka memiliki
misi dan tujuan tersembunyi untuk menghancurkan
Islam. Atau juga bisa jadi mereka melakukan semua
itu karena mereka merasa sebagai orang beriman
dan mempunyai maqam yang tinggi. Padahal, sikap
mukmin yang sejati adalah selalu merendah dan
merasa dhalim. Sebagaimana Nabi Yunus yang
berdoa, ”Tiada Tuhan selain Engkau. Maha Suci
Engkau yaa Allah. Sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang dhalim. ”Rasulullah SAW juga
bersabda,”Yaa Allah! Ampunilah aku, terimalah
taubatku. Sesungguhnya Engkau Maha menerima
taubat serta Maha Menyayangi. ”
Pada ayat 9, Allah menjelaskan bahwa kaum
munafik melakukan semua itu karena mereka
merasa bahwa Allah itu bisa mereka tipu dan
mereka perdayai. Mereka tidak menyadari bahwa
Allah itu Maha Mengetahui segala sesuatu. Kaum
munafik beranggapan bahwa dengan cara itu
mereka bisa menipu orang-orang beriman. Padahal
sebenarnya orang beriman dapat mengetahui kalau
mereka itu munafik karena sifat-sifat mereka yang
mudah dikenali. Yang dimaksud orang beriman
disini adalah mereka yang beriman secara
sempurna. Dengan pandangan spiritual yang tajam,
para pemilik keimanan tersebut dapat mengenali
kemunafikan pada seseorang.
Justru dalam keterangan ayat di atas, kita dapat
melihat bahwa mereka sebenarnya tertipu oleh
perilaku mereka sendiri. Mereka beranggapan bahwa
mereka akan mendapat sesuatu yang berharga dari
kemunafikkan mereka. Padahal sebenarnya,
kesulitan dan adzab Allah yang pedih menanti
mereka. Dan adzab Allah kepada mereka pun bukan
sekedar adzab. Namun adzab yang terpedih dari
siksa yang di timpakan kepada makhluk Allah yang
ada. Allahu a ’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar