Lillah Billah Lirrosul Birrosul Lilghouts bil ghouts.

Sabtu, 15 Januari 2011

KEAJAIBAB : Tanda Kiamat Yang Berkelanjutan

Keajaiban demi keajaiban mulai terjadi di dunia kita
hari ini. Dan memang, di antara keajaiban-keajaiban
yang beruntun ”Peristiwa –peristiwa ajaib laksana
untaian kalung, saling berdekatan satu sama lainya.”
kata Nabi ketika menjelaskan tanda-tanda kiamat
yang menakjubkan.
Di sekeliling kita, banyak keajaiban yang dianggap
hal biasa. Beberapa tahun silam, pandangan mata
dunia tertuju pada pasangan kembar siam asal Iran,
Laleh dan Laden. Di negeri ini, kita punya pasangan
Dwipayana-Dwipayani (Bali), Rahmadina-Rahmadani
(Jombang). Bahkan ada juga beberapa bayi lahir
yang tidak memiliki anus, yang ada tanduknya, dan
lain-lainya naudzubillah!
Yang pasti, ini adalah keajaiban penciptaan. Untuk
menunjukkan bahwa Allah berkuasa menciptakan
segala sesuatu dengan segala kemungkinannya.
Tetapi, peristiwa itu semestinya memberi begitu
banyak kesadaran yang sering luntur oleh rutinitas
kesibukan dunia. Ketika segala sesuatu yang ada
adalah keajaiban, tetapi itu seringkali terlalu terasa
biasa bagi kebanyakan orang. Lantaran semuanya
berjalan normal, sesuai hukum alam yang berlaku.
Sebuah ‘amuk’ alam yang akhir-akhir ini sering
terjadi di Negara kita, bukan tak punya keajaiban.
Hanya saja manusia modern sekarang ini seperti
tumpul ketajaman batinya atas segala sesuatu yang
rutin dan terkesan biasa-biasa saja. Padahal segala
yang ada selalu punya misteri dan rahasia
penciptaanya. Manusia, mungkin merasa mampu
mengadakan hal yang baru. Tapi hakekatnya ia tidak
mencipta. Ia hanya merekacipta. Ia hanya merakit
apa yang ada menjadi wujud sesuatu yang baru.
Sedang hakekat yang menciptakan adalah Allah
(Billah).
Allah Yang Maha Mencipta menghamparkan untuk
kita berjuta keajaiban melalui penciptaan dengan
segala proses, hasil dan fenomenanya. Seperti:
gunung meletus dan wedus gembelnya, gempa
dan gelombang Tsunami, lumpur menyembur dari
perut bumi, angin puting beliung memporak-
porandakan segala yang ditemuinya, longsor
mengubur ratusan bahkan ribuan nyawa, dan
sebagainya.
Melihat keajaiban-keajaiban itu, bukan sekedar
membelalakan mata kemudian terpaku sesaat di
hadapan hal yang menakjubkan itu tanpa pesan
spiritual. Harusnya ada tergambar dengan jelas pada
keajaiban itu keagungan Allah dan kekuasaan-Nya.
Sehingga akan keluar kata-kata pujian kepada
kebesaran Allah. Bahkan, keajaiban itu seharusnya
menjadi ajang latihan kita untuk meningkatkan iman
kepada-Nya. Agar kita tidak angkuh, dan menyadari
bahwa betapa Maha Besarnya Allah.
Memang, banyak orang yang berubah menjadi
sadar setelah menyaksikan peristiwa yang
menakjubkan. Ia bisa menyadari kedhalimanya.
Tetapi banyak juga manusia yang menyaksikan
sesuatu yang luar biasa itu, kemudian
menganggapnya sebagai hal yang biasa.
Ini yang terjadi di ‘kampung’ kita Indonesia ini. Saat
kita belum juga sadar, bahkan setelah di tunjukkan
keajaiban-keajaiban-Nya, Allah masih saja
menunjukkan welas asih-Nya kepada kita dengan
cara lain. Kali ini, Asma-Nya kerapkali tampak pada
beberapa peristiwa. Seperti: semburan api saat pipa
gas Pertamina meledak di bawah lumpur Lapindo
berbentuk Lafadz Allah. Juga lafadz Allah di dalam
bola bowling, di dalam daging kurban, dan
sebagainya. Bahkan pada tanggal 17 februari 2007
yang silam, seorang warga Tangerang melihat
dengan mata telanjang (selama kurang lebih 10
menit): awan putih berbentuk lafadz Allah. Di
Karawang Jawa Barat, pada bulan Maretnya, seekor
anak kambing baru lahir menjadi tontonan warga,
karena lafadz Allah di bagian kanan tubuhnya dan
lafadz Muhammad di bagian kirinya.
Subhanallah! Maha Suci Allah, Yang Berkuasa
menciptakan segala sesuatu dengan keajaibanya.
Keajaiban penciptaan yang kemudian mengantarkan
pada keajaiban lain; keajaiban kehidupan. Tetapi
intinya Cuma satu; agar kita segera sadar kepada
Allah! Fafirruu Ilallah!
Kita jangan sampai menjadi seperti orang musyrik
Quraisy yang telah menyaksikan keajaiban. Malah
justru menjadikan mereka semakin mendustakan
kebenaran. Bukan membuat mereka beriman,
malah semakin menjauhkan mereka dari Islam.
Mereka sendiri sebenarnya meminta agar
diperlihatkan kemukjizatan Rasul dengan membelah
bulan. Pada malam purnama itu Nabi menggerakan
jarinya ke langit, dan terbelahlah bulan. Belahan
bulan Nampak di balik bukit, sedang belahanya yang
lain Nampak di balik bukit yang lain. Mereka yang
tercengang menyaksikan keajaiban itu bukan
menyadari kesalahan mereka selama ini dan
kebenaran Rasul, tapi justru semakin menghina
Nabi. Allah mengabadikan peristiwa ini dalam surat
Al Qamar: 1 2: ”Telah dekat (datangnya) saat itu dan
telah terbeah bulan. Dan jika mereka (orang
musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat) mereka
berpaling dan berkata: (ini adalah) sihir yang terus-
menerus. ”
Jika keajaiban-keajaiban yang kerap muncul di
sekeliling kita itu, tak jua menyadarkan. Adalah ibarat
seember air panas yang tak juga membakar
tenggorokan. Bukan air itu kurang panas, tapi
kerongkongan kita yang kelewat bebal.
Disinilah saatnya kita membuktikan seberapa jernih
hati kita. Seberapa peka batin kita menangkap
isyarat-isyarat dari ‘langit’. Seberapa besar
kepasrahan kita kepada yang memiliki alam
semesta. Seberapa besar getar hati kita saat
menyaksikan keajaiban. Wallahu a ’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar