Lillah Billah Lirrosul Birrosul Lilghouts bil ghouts.

Selasa, 07 Desember 2010

YG MENJADI PETUNJUK BAGI MEREKA YG BERTAQWA

Yang menjadi petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.
(QS. Al Baqarah: 2)
Allah SWT telah memberikan informasi sifat Al
Qur ’an kepada kaum Mukmin. Yaitu bahwa Al
Qur’an memiliki kebenaran yang bersifat PASTI.
Bukan bersifat DZANNI (dugaan). Pada bagian akhir
ayat 2 surat Al Baqarah ini, Allah mengikhbarkan
(menginformasikan) sifat lain dari Al Qur ’an. Yaitu
bahwa Al Qur’an adalah Kitab yang menjadi
petunjuk bagi muttaqiin (mereka yang bertaqwa).
Bagian ayat tersebut kelihatan sangat sederhana.
Hanya terdiri dari beberapa patah kata. Namun
sebenarnya memiliki makna yang kaya, beragam
sekaligus mendalam.
Pertama, adalah bahwa Hadyul Qur’an (petunjuk Al
Qur’an) hanya bisa di tangkap oleh mereka yang
bertaqwa. Bahwa hanya mereka yang memiliki
karakter-karakter sebagai muttaqiin sajalah yang
dapat menangkap petunjuk dan rahasia terdalam Al
Qur ’an. Mereka yang tidak memiliki karakter-karakter
muttaqiin, walaupun mereka mengkaji Al Qur’an,
mereka tidak pernah akan bisa menangkap esensi
petunjuk Al Qur ’an.
Betapa banyaknya saat ini kajian-kajian Al Qur’an. Di
berbagai perguruan tinggi di tanah air, khususnya di
Universitas Islam Negeri (dulu IAIN), terdapat
jurusan-jurusan kajian Al Qur ’an. Bahkan di
berbagai belahan dunia barat, seperti Inggris,
Kanada, atau Amerika, di beberapa perguruan tinggi
ternama terdapat pusat-pusat Al Qur ’an. Namun
ternyata efek dari kajian tersebut tidak Nampak
dalam perilaku pengkaji Al Qur ’an tersebut. Malah
yang kemudian terlihat adalah lontaran-lontaran
yang mengandung nada syakk (keraguan) terhadap
keberadaan Al Qur ’an sebagai Kalamullah. Beberapa
tahun yang lalu, kalangan akademisi Islam di tanah
air terguncang OSPEK di UIN Bandung, sekelompok
Mahasiswa senior mengajak para mahasiswa baru
untuk meneriakkan ‘maaf’ ”anjing hu akbar”.
Sementara di bagian kampus tersebut tertulis
spanduk besar ”area bebas Tuhan”. Masya Allah. Ini
terjadi karena para pengkaji Al Qur’an tersebut tidak
mengawali kajiannya dengan sikap taqwa.
Sebaliknya, ketika kajian Al Qur’an tersebut diiringi
dengan sikap taqwa, pasti kajian tersebut akan
memberikan efek yang jelas bagi para pengkajinya.
Ketika turun Surat An Nur ayat 31, yaitu perintah
untuk memakai penutup kepala, kaum muslimah
dari kalangan sahabat langsung berhamburan ke
dalam rumah mereka masing-masing. Kemudian
mereka menggunakan apa saja yang dapat
digunakan untuk dijadikan penutup kepalanya.
Ketika ayat pengharaman arak turun, para sahabat
yang saat itu sedang minum khamer langsung
menumpahkan botol-botol yang ada ditangan
mereka sembari berkata, intahaina rabbanaa.
Intahaina rabbanaa ” (kami sudah berhenti yaa Allah.
Kami sudah berhenti yaa Allah).
Ketika mendengar berita bahwa telah turun
ayat, ”Tidaklah kalian mendapatkan kebaikan hingga
kalian menafkahkan apa-apa yang kalian cintai.” (QS.
Ali Imran: 92).Abu Thalhah segera menghadap
Rasulullah SAW. Di sana ia mengikrarkan bahwa
kebun kurmanya yang luas dan subur ia wakafkan
untuk kepentingan kaum muslimin.
Inilah efek langsung bagi mereka yang baru
mendengar Al Qur ’an dengan diiringi sikap
bertaqwa. Belum lagi jika mempelajari Al Qur’an.
Banyak sekali para intelektual muslim masa silam
menemukan berbagai rahasia keilmuan berangkat
dari kajian Al Qur ’an yang diiringi dengan sikap
taqwa.
Para arsitek muslim membuat berbagai kolam dan
sungai-sungai kecil dalam istana karena terinspirasi
kisah-kisah sungai-sungai surga dalam Al Qur ’an.
Suatu hal yang sebelumnya belum pernah ide ini
diangkat para arsitek sebelum mereka. Para
astronom muslim dengan menyimak secara
seksama ayat-ayat Al Qur ’an telah mengambil
kesimpulan bahwa bumi itu bulat. Suatu teori yang
kemudian menimbulkan revolusi besar terhadap
pandangan kosmologis (kesemestaan) manusia
modern saat ini. Sementara pada saat yang sama,
para pelaut Eropa takut untuk berlayar ditengah
lautan karena takut akan ”jatuh” menuju alam antah
berantah ketika mereka berada di tepi bumi.
Maklum, saat itu mereka menganggap bahwa bumi
berbentuk pipih seperti piring.
Kedua, pada bagian ayat ini, Allah SWT seolah-olah
menceritakan salah satunya karakter orang
muttaqiin. Yaitu bahwa di antara ciri muttaqiin
adalah mereka selalu intens dalam mempelajari dan
mencari petunjuk Al Qur ’an. Bagaimana mungkin
bisa menangkap petunjuk Al Qur’an bila seseorang
tidak pernah mempelajari Al Qur’an?! Atau jika
dibahasakan dalam ungkapan lain, kurang lebih”Jika
engkau bertaqwa, carilah petunjuk Allah di dalam Al
Qur ’an.”Sehingga salah satu karakter adalah bahwa
mereka muttaqiin sangat haus untuk mengkaji Al
Qur ’an guna mendapat petujuk yang ada di
dalamnya.
Sebab, pada dasaranya segala rahasia semesta itu
telah terserap di dalam Al Qur ’an. Setiap kelompok
manusia dengan berbagai latar belakang sosialnya
pasti akan menemukan nilai-nilai yang bermanfaat
bagi bidang yang ditekuninya dengan mengkaji Al
Qur ’an. Mereka yang berprofesi sebagai pedagang,
politisi, hakim, penglima perang, kepala rumah
tangga atau profesi apapun dalam masyarakat akan
menemukan nilai-nilai baru ketika mereka mengkaji
Al Qur ’an. Bukan hanya membaca Al Qur’an. Tetapi,
sekali lagi, mengkaji dan mempelajari Al Qur’an.
Selanjutnya, ada satu pertanyaan yang perlu
mendapat jawaban. Apakah yang dimaksud Al
Hudaa dalam ayat di atas? Petunjuk disini yang
paling mendasar dan primer adalah petunjuk agar
manusia menjadi ahli Tauhid. Petunjuk yang
menjadikan manusia semakin yakin dengan
keberadaan Allah SWT. Atau dalam istilah sufi,
pengkajian Al Qur ’an yang dilakukan dengan diiringi
sikap taqwa akan membimbing manusia kepada
derajat whusul atau “sampai” kepada Allah SWT.
Dalam konteks inilah, kita bisa faham bagaimana
Sayyidina Utsman bin Affan bisa mengkhatamkan Al
Qur ’an dalam satu hari tidak kurang dari 360.000
kali. Apa yang mereka cari dan mereka dapatkan
dari mengkaji Al Qur ’an yang sedemikian habis-
habisan? Dalam konteks tasawuf, sudah tentu
mereka menjadikan kajian Al Qur ’an sebagai
pembuka untuk mencapai whusul kepada Allah
SWT.
Al Hudaa dalam ayat diatas juga bisa berarti
petunjuk untuk bisa memecahkan berbagai
problema kehidupan kemanusiaan. Kita tahu, bahwa
Al Qur ’an pada dasarnya tidaklah hanya berisi doa
atau mantera. Al Qur’an juga berisi berbagai
petunjuk manusia agar mereka dapat mengarungi
kehidupan ini dengan penuh kejayaan. Sebagaimana
paparan di atas, Al Qur ’an pada masa awal Islam
telah menjadi sumber inspirasidan gagasan kaum
muslimin di berbagai bidang kehidupan. Sehingga
dengan inspirasi tersebut, mereka bisa menjadi
penguasa di dunia pada masanya.
Saat ini kaum muslimin terhadap Al Qur’an
sebagaian besar terbagi menjadi empat
golongan.Pertama, adalah mereka yang
mempelajari Al Qur ’an tanpa taqwa. Sehingga yang
muncul kemudian bukanya hidayah, namun
kesesatan yang di bungkus dengan dalil-dalil.Yang
Kedua, adalah mereka yang mengimani isi Al
Qur ’an, tapi mengacuhkan diri dari mempelajari Al
Qur’an. Kelompok kedua ini banyak sekali
bertebaran di berbagai tingkatan
masyarakat.Kelompok Ketiga, adalah mereka yang
membaca tetapi tidak mengerti isi Al Qur ’an.
Kelompok ini masih mending daripada kelompok
kedua. Apalagi jika dibandingkan dengan kelompok
pertama.Kelompok terakhir Keempat, adalah mereka
yang membaca, dan mempelajari dengan sikap
taqwa. Sehingga mereka mendapat petunjuk dan
ilham yang melimpah ruah dalam hidup mereka.
Kelompok ini nampaknya masih sangat sedikit.
danWalaupun demikian, semoga Allah menjadikan
kita termasuk mereka ini yaitu kelompok yang
terakhir yang keempat. Amin. Wallahu a ’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar